Pada awalnya, Pemerintah Hindia Belanda memfungsikan gedung ini sebagai Kantor Dewan Kehakiman pada Benteng Batavia (Ordinaris Raad van Justitie Binnen Het Kasteel Batavia).
Tahun 1944 pada masa penjajahan Jepang dan era perjuangan kemerdekaan, tempat ini dimanfaatkan oleh tentara KNIL dan selanjutnya untuk asrama militer TNI. Selanjutnya, 10 Januari 1972 gedung ini dijadikan bangunan bersejarah serta cagar budaya.
Sempat menjadi kantor Walikota Jakarta Barat, gedung ini kemudian diresmikan mendiang Presiden Soeharto menjadi Balai Seni Rupa Indonesia. Baru pada tahun 1990 gedung dengan delapan tiang besar di bagian depan ini menjadi Museum Seni Rupa dan Keramik.
Mengunjungi museum ini, kita akan melihat sejarah penting seni lukis dan keramik di Indonesia. Misalnya saja tertulis di sana, seni rupa Indonesia berkaitan erat dengan keberadaan Persagi (Persatuan Ahli-ahli Gambar Indonesia).
Persagi merupakan suatu gerakan nasional di bidang seni rupa yang lahir 23 Oktober 1938 di salah satu SD Jakarta di Gang Kaji. Kemunculan Persagi dilatarbelakangi upaya pencarian identitas diri dan penumbuhan semangat kebangsaan yang marak pada masa tersebut yang di bidang politik didorong oleh upaya pencapaian kemerdekaan . Didukung oleh makin kuatnya aspirasi dan asas kebangsaan yang tumbuh semakin kokoh di bidang pendidikan.
Di sisi lain para senirupawan tidak mau ketinggalan dengan mitranya di bidang sastra yang bercita-cita mendobrak konvensi lama dan beku untuk melahirkan corak yang baru.
Tujuan Persagi adalah mengembangkan seni lukis di kalangan bangsa Indonesia dengan mencari corak Indonesia Baru. Maksudnya untuk mendapatkan bentuk, interpretasi mengenail lingkungan dan alam lain, sehingga corak lukis Indonesia tidak membebek dari Barat.
Metode belajar yang ditempuh selain melukis bersama juga menyelenggarakan diskusi, ceramah, pameran, dan memperbincangkan seni lukis global sampai ke Indonesia.
Ratusan lukisan terpajang di sana, yang merupakan lukisan karya pelukis kenamaan Indonesia. Misalnya saja lukisan Pengantin Revolusi karya Hendra Gunawan, Bupati Cianjur karya Raden Saleh, dan Ibu Menyusui karya Dullah, dan Potret Diri karya Affandi.
Koleksi keramik yang dipajang juga menyimpan riwayat sejarah yang mengungkapkan betapa besar kebudayaan Nusantara. Keramik lokal dari berbagai daerah dari era kejayaan Majapahit sampai karya kontemporer juga terpajang repi. Mulai dari Aceh, Medan, Palembang, Jakarta, Yogyakarta, sampai Lombok.
Secara berkala Museum Seni Rupa dan Keramik menyelenggarakan berbagai macam acara. Salah satunya belum lama ini museum ini terlibat hajat besar dalam rangka Hari Museum Sedunia. Berbagai macam acara digelar seperti lomba untuk anak-anak sekolah tingkat TK, SD, SMP, SMA sampai Perguruan Tinggi.
Henry
KOMENTAR