Dua hari setelah kehilangan Widi, Alen, sapaan akrab Aa Supriyadi, belum juga mampu mengikis duka dan sakit hatinya kepada Sus. Wajahnya pun tampak lelah setelah seharian menjalani pemeriksaan sebagai saksi di Polres Kota (Polresta) Depok.
Sus yang mendekam di ruang tahanan Polresta Depok hanya dipisahkan oleh tembok dari ruangan PPA (Perlindungan Perempuan dan Anak) tempat di mana Alen diperiksa. Namun pria yang bekerja serabutan sebagai tukang bangunan ini enggan bertemu sang istri. "Saya enggak sudi ketemu dia."
Alen mengaku tak mau menyimpan dendam dan menyerahkan proses hukum kepada pihak berwenang. Toh, ketika tahu Sus hanya terancam hukuman 10 hingga 15 tahun penjara, ia meradang. "Hukuman 15 tahun mana cukup membayar nyawa Widi?" serunya.
Tewas di Jalan
Di hari nahas itu, Alen merasa tak ada firasat janggal meski badannya lemas dan lunglai. "Mau kerja, kok, badan rasanya berat. Tapi mau tidak mau harus berangkat," ujarnya membuka cerita.
Apalagi tempatnya bekerja sebagai kuli jaraknya sangat dekat dengan rumah kontrakannya di kawasan Jatijajar, Tapos, Depok.
Saat tengah bersiap-siap, Widi sedang sarapan roti, "Biasanya dia selalu habis makan satu roti. Hari itu hanya setengahnya saja yang dimakan." Alen pun bergegas kerja. Dan seperti biasa, saat jam istirahat siang ia selalu menyempatkan diri pulang ke rumah.
Ketika itu, "Widi sedang tidur, badannya menghadap tembok," kisah Alen tanpa curiga. Begitu jam istirahat habis, ia pun kembali ke lokasi proyek. Ketika pulang sore harinya, "Widi masih saja tidur. Bajunya pun masih sama. Saya jadi heran."
Saat itu pukul 16.30. Alen membangunkan Widi untuk berganti baju dan nonton film kartun kesayangannya. Ketika mengangkat badan Widi, betapa kagetnya ia melihat wajah anak bungsunya penuh luka. Mata kirinya lebam, bagian belakang kepalanya bengkak, sementara darah mengalir dari lubang telinganya.
Sontak ia memanggil Sus dan bertanya apa yang terjadi. "Sus bilang, Widi jatuh dari kamar mandi." Panik dan tak percaya pada pengakuan Sus, Alen langsung menghubungi orangtuanya, Untung Jayadi (57) dan Muhaenih (47) yang tinggal di Cilangkap, Jakarta Timur.
Tiba di rumah, "Cucu saya sudah kejang-kejang," ungkap Untung. Dengan mengendarai motor, Untung dan sang istri segera melarikan Widi ke klinik 24 jam di dekat rumah Alen. "Tapi dokter menolak. Katanya luka Widi sudah parah."
Tak menyerah, Widi lalu dibawa ke Rumah Sakit (RS) Umum Cikaret-Cibinong dan Rumah Sehat Terpadu Dompet Dhuafa di Kabupaten Bogor. Lagi-lagi mereka menolak karena kedua RS tersebut mengaku tak punya alat scan untuk kepala Widi.
Di tengah perjalanan menuju RS Karya Bhakti Bogor, "Widi meninggal dunia." Tahu cucu kesayangannya sudah tiada, Untung lalu membawa jenazah Widi ke rumahnya. Usai menyemayamkan Widi, ia memutuskan kembali ke kontrakan Alen untuk menanyai sang menantu. "Sejak pertama saya lihat Widi, memang ada yang janggal. Tidak mungkin jatuh dari kamar mandi tapi matanya lebam," ucapnya.
Oleh karena Muhaenih yang selama ini paling dekat dengan Sus, Untung meminta sang istri mengorek keterangan. Kepada Muhaenih, Sus bilang Widi terjatuh di kamar mandi lalu menangis. Lantaran Sus sedang sakit kepala, ia jadi jengkel. "Lalu mata Widi ditonjok dan kepalanya didorong ke tembok," papar Muhaenih.
Meski sedih mendengar perlakuan Sus terhadap cucunya, "Saya bilang, 'Tidak apa-apa, yang penting kamu mau mengaku.' Saya bilang begitu supaya dia tidak kabur."
Sus pun memohon kepada Muhaenih agar tak menceritakan kejadian ini kepada siapa pun, apalagi melaporkannya ke polisi. Tapi Alen dan keluarga besarnya sudah habis kesabaran. Untung pun bergegas melaporkan sang menantu ke Polsek Cimanggis, yang kemudian melanjutkan kasus ini ke Polresta Depok.
Mengaku menyesal, dalam sidang keluarga yang berlangsung hingga tengah malam itu, Sus meraung-raung minta maaf. "Dia sampai mencium kaki saya, minta supaya tidak dijebloskan ke penjara. Terus terang, ini masalah nyawa cucu saya, jadi saya tidak bisa memaafkan," tandas Untung.
Kepada Alen, Sus juga memohon belas kasihan. Namun Alen tak bergeming. "Malah saya harus menahan Alen agar tidak memukuli istrinya. Semua orang memang sangat emosi malam itu," kata Untung lagi.
Menjelang subuh, Sus akhirnya diangkut polisi ke Polresta Depok. Kepada Muhaenih, ia berpesan, "Kalau akhirnya nanti dipenjara, Sus minta jangan dijenguk dan jangan dilihat."
Kawin Siri
Tak pernah terbersit di benak Alen pernikahan keduanya akan berakhir tragis. Sebelum meminang Sus, Alen sudah pernah menikah dengan Diah. Dari pernikahan pertamanya, mereka dikaruniai dua anak, Aldo dan Widi. "Aldo meninggal saat sedang belajar jalan. Ia jatuh dan kepalanya terantuk ujung ubin yang tajam," cerita Untung.
Tak lama, Diah menyusul putra pertamanya ke alam baka lantaran penyakit paru-paru yang dideritanya. Tinggalah Alen berdua bersama Widi yang saat itu berusia dua tahun. "Saya lalu membawa Alen ke rumah untuk dibimbing, sementara Widi dirawat kakak perempuan Alen," tambah pria yang dulunya bekerja sebagai pemborong ini.
Saat itulah, Sus hadir dalam kehidupan Alen. Mulanya, Sus adalah kekasih salah seorang teman Untung. Saat hubungan mereka retak, Sus jatuh ke pelukan Alen. Namun hubungan mereka terjalin tanpa restu keluarga. Sebab, menurut Untung, "Sejak awal saya sudah tahu Sus bukan wanita baik-baik."
Suatu hari Alen dan Sus datang dengan berita mengagetkan. "Katanya mereka sudah menikah siri tanpa satu pun keluarga kami hadir. Mau marah juga tak bisa. Lagipula Alen sudah dewasa," kisah Untung sambil menambahkan, hingga kini keluarga besarnya tak pernah bertemu orangtua Sus. Juga dengan kedua anak Sus dari pernikahan sebelumnya yang kini tinggal di Bekasi.
Setelah menikah, pasangan ini mengontrak dan memulai hidup baru di Jatijajar. Alen pun membawa serta Widi. "Dulu Sus mau terima saya apa adanya. Makanya saya suka dia," kenang Alen.
Astudestra Ajengrastri
KOMENTAR