Pada 9 Oktober silam, Malala ditembak di bus saat perjalanan pulang dari sekolahnya di Lembah Swat, Pakistan. Pria bersenjata yang mencegatnya menembakkan peluru ke kepala Malala. Tak pelak ia terkapar dan langsung dilarikan ke rumah sakit dalam keadaan kritis. Beruntung, Malala lolos dari maut karena peluru yang tersebut bersarang di bahu, bukan otaknya. Akibat peristiwa tersebut dunia terhenyak bahkan jutaan orang mengusulkan Malala menerima hadiah Nobel Perdamaian 2013 meski sejumlah pakar menilai usianya masih sangat belia.
Kini, Malala tinggal bersama kedua orangtuanya, Ziauddin dan Toorpekai serta dua saudaranya Khushal (12) dan Atul (8) di sebuah rumah yang aman di Birmingham. Kemungkinan ia akan tinggal permanen di Inggris jika sang ayah resmi bekerja di konsulat Pakistan di Birmingham. Biaya sekolah Malala pun ditanggung oleh pemerintah Pakistan. Di hari pertamanya ke sekolah, Malala didamping sang ayah. Sembari membawa ransel merah muda, ia bergabung dengan murid perempuan lainnya di kelas 9. Malala akan mempelajari kurikulum penuh dalam persiapan untuk memilih subyeknya untuk GCSE. "Saya sangat rindu pada teman-teman sekolah dari Pakistan, tapi di sini saya akan bertemu dengan guru dan teman-teman baru," kata Malala seperti dilansir dari situs The Guardian.
Malala juga menyatakan kegembiraannya saat bergabung dengan siswa lainnya di Edgbaston High School. Sekolah ini diperuntukkan bagi anak perempuan berusia 2,5 hingga 18 tahun. Sekolah yang ada sejak tahun 1876 ini juga sekolah khusus wanita tertua di Birmingham. "Saya sangat senang bahwa hari ini saya telah mencapai impian saya untuk kembali ke sekolah. Saya ingin semua gadis di dunia untuk memiliki kesempatan yang sama," ujarnya.
Lebih lanjut, Gordon Brown, mantan perdana menteri dan utusan khusus PBB untuk pendidikan global, mengatakan, "Ini adalah hari besar bagi Malala, keluarganya dan untuk pendidikan di seluruh dunia. Dengan keberaniannya, Malala menunjukkan bahwa tidak ada yang bisa menghalangi hak anak perempuan untuk mendapat pendidikan bahkan peluru, intimidasi atau ancaman kematian sekalipun."
Ade Ryani
KOMENTAR