Semenjak dirinya mendapat perlakuan tak senonoh di bulan Juni-Juli 2012, M sempat mendapat intimidasi dari T. "M sempat diancam, kalau berani mengadu ke pihak yang berwajib, dia tidak akan diberi ijazah apalagi diluluskan. T juga mengancam nilai IPA M akan diubah," ungkap Partogi Singal Simbolon,SH, kuasa hukum M, kepada tabloidnova.com Rabu (6/3).
M masih menerima ancaman T hingga bulan Desember hingga membuatnya sangat depresi. Kondisi M yang sangat tertekan dan ketakutan tidak diberi ujian kenaikan kelas akhirnya membuatnya memutuskan sebuah hal yang berisiko sekalipun. M akhirnya mengutarakan isi hatinya melalui surat kepada Guru BK nya berinisial A (52).
Guru tersebut kaget bukan kepalang membaca surat M. Hampir-hampir sulit mempercayai, hingga harus mendatangi rumah M. Di hadapan orangtua dan sang Guru BK, M membeberkan apa yang dialaminya selama bulan Juni dan Juli tahun lalu. Orangtua M pun menangis demi mendengar penuturan M. Tak ingin tinggal diam, orangtua M bergegas mengajak M melapor ke Polda Metro Jaya pada 9/2/2013.
"Saat melapor, dia sudah siap menjadi olokan, sorotan serta ditekan banyak pihak. Ini merupakan gambaran keberanian seorang murid yang menyuarakan keadilan," ungkap Partogi.
Setelah melapor dan mendapat pendampingan dari KPAI serta Komnas PA, M yang akhirnya didampingi tim kuasa hukum diketuai Partogi, M lanjut menghadapi kasus yang sudah dimulainya.
Tak surut hanya dengan melaporkan, M juga menjalani satu persatu pemeriksaan penyidik dan tim psikologi untuk memastikan laporannya benar. Selain itu, ketika datang undangan mediasi dengan T dan sekolah, M juga tidak menolak hadir. Sayang, pasca kejadian tersebut pertahanan M mulai runtuh. M kini tertekan dengan ekses yang didapat dari mediasi tersebut. Banyaknya suara miring yang pro dengan T si wakasek, membuat M enggan menginjakkan kaki di sekolah.
Namun melalui Partogi, M berpesan agar apa yang telah diperjuangkannya menjadi kekuatan bagi anak-anak lain untuk bangkit dan membela diri seperti yang dilakukannya. "Ini menjadi contoh bagi siswi perempuan lain, yang apabila mengalami hal serupa tetap harus berani membela kehormatan dan melapor pada yang berwajib!" tandas Partogi.
Ya, M telah menjadi pahlawan siswi perempuan yang berani membuka tabir kebenaran dan keadilan. Dengan gagah berani, M menghadapi risiko yang harus dijemput atas keputusannya.
Laili
KOMENTAR