Beberapa pekan belakangan ini, para pembina dan anggota paguyuban Putra-Putri Solo (PPS) mengaku direpotkan banyaknya pertanyaan dari masyarakat luas soal Dipta Anindita.
Gara-garanya, eks Putri Solo 2008 itu kini tiba-tiba muncul dan dimintai keterangan oleh KPK, sehubungan dengan dugaan pencucian uang yang dilakukan tersangka Irjen Pol Djoko Susilo untuk kasus simulator pembuatan SIM.
Dipta disebut-sebut sebagai istri muda Djoko Susilo yang diketahui memiliki banyak rumah dan sebagian di antaranya diatasnamakan Dipta Anindita. Latar belakang kehidupan Dipta yang pernah meraih gelar Putri Solo 2008 itu yang kemudian membuat banyak pihak penasaran dan ingin tahu lebih jauh.
Itulah yang merepotkan para pembina juga anggota paguyuban PPS untuk menjawabnya. Tak cuma mereka, para pemegang gelar Putri Solo yang tengah melakukan duta pelayanan ke tengah masyarakat atau menghadiri acara yang diselenggarakan Pemkot Solo, juga kerap diteriaki "Dipta! Dipta!".
Misterius di Kampus
Hal ini membuat beban mental tersendiri bagi para Putri Solo. "Tapi, ya, mau bagaimana lagi. Itu soal penilaian masyarakat. Padahal, siapa pun kita, tergantung diri masing-masing. Kami yang tidak tahu-menahu, tidak ada sangkut pautnya dengan Dipta, ikut kena getahnya," tutur Ketua Paguyuban PPS Oktavia Ninditasari (24).
Penyandang gelar Putri Solo 2009 ini mengaku tak sempat berjumpa apalagi mengenal Dipta, kendati ia satu kampus dengan Dipta. "Saya di FISIP, dia Fakultas Hukum. Sewaktu saya terpilih jadi Putri Solo 2009, yang memahkotai saya Arisatul Uliana, Runner Up Putri Solo 2008. Bukan Dipta, karena dia sudah mengundurkan diri dua bulan setelah menjalankan tugasnya," jelas Okta.
Teman-teman Dipta di Fakultas Hukum sebuah universitas negeri di Solo, lanjut Okta, juga sempat bertanya padanya perihal Dipta. "Saat masih kuliah pun, Dipta sudah jadi bahan pembicaraan di kampusnya, karena dia sering menyebut nama Papi, pria yang diduga seorang perwira Polri sebagai orang yang membiayai hidupnya. Entah apakah yang dimaksud Papi itu adalah ayah kandungnya atau Papi yang lain, saya kurang tahu."
Rekan-rekan Dipta di kampusnya, kata Okta, semakin heboh ketika melihat sang Papi turut hadir pada saat grand final Putra-Putri Solo 2008 digelar. "Kabarnya, sih, saat itu si Papi pangkatnya masih kolonel. Bagi kami dan teman-teman kampusnya, Dipta memang sudah misterius sejak awal. Tidak banyak yang tahu latar belakang kehidupan Dipta."
Secara terpisah, Arisatul Uliana atau Uli, Runner Up Putri Solo 2008, membenarkan Dipta hanya menjalankan tugasnya sebagai Putri Solo hanya selama dua bulan. Selebihnya, tugas Dipta diambil alih dirinya. Mundurnya Dipta tak otomatis menaikkan status Uli dari Runner Up menjadi Putri Solo 2008.
"Tak ada istilah naik jabatan di pemilihan Putri Solo, meski akhirnya saya menggantikan tugas Dipta. Bahkan ketika saya harus mewakili Solo di pemilihan Putri Duta Wisata ke tingkat provinsi. Karena itu sebutan untuk Dipta seharusnya bukan Putri Solo, tapi eks Putri Solo 2008 karena dia sudah mengundurkan diri. Menurut aturan, seseorang bisa disebut Putri Solo kalau sudah menjalankan tugasnya setahun penuh," papar Uli.
Gadis asli Solo kelahiran 30 Maret ini mengaku cukup mengenal dekat Dipta. Sebab ia sudah berteman dengan Dipta sejak SMP. "Ya, kami satu sekolah waktu SMP. Tapi pas SMA kami berpisah, ketemu lagi ketika sama-sama jadi finalis Putri Solo 2008. Dipta anaknya supel, murah hati, dan ramah kepada siapa saja. Cuma, dia baru bisa berteman akrab dengan seseorang kalau sudah merasa nyaman."
Semasa di SMP, Uli mengaku pernah berkunjung ke rumah Dipta di kawasan Kampung Cemani. "Dipta tinggal bersama adik lelakinya, ibunya yang bekerja sebagai dosen, plus dua pembantu rumah tangga. Saya tak sempat bertemu ibunya karena mengajar tapi saya datang melayat saat ibunya meninggal. Dengan ayahnya saya juga belum pernah bertemu. Kata Dipta, ayahnya kerja di Kalimantan. Dilihat dari segi materi, sebenarnya Dipta berasal dari golongan mampu. Tapi sepertinya dia produk broken home."
Uli tak menyangka, setelah tiga tahun berpisah sejak lulus SMP, bertemu lagi dengan Dipta saat sama-sama jadi finalis pemilihan Putra-Putri Solo 2008. "Tentu senang sekali, terlebih kami bisa tidur satu kamar di hotel selama masa karantina." Kata Uli, mereka sekamar bertiga dengan finalis lain. "Tiga-tiganya juara. Dipta juara I, saya juara II, dan satu teman lagi juara III."
Selama masa karantina, kata Uli, tak ada hal pribadi yang dibahas Dipta. "Kami lebih suka membahas soal kemungkinan pertanyaan apa yang akan ditanyakan para juri saat malam gran final nanti. Di luar itu, kami lebih suka saling bercanda saja."
Dijemput Seorang Pria
Begitu mereka dinyatakan sebagai juara, kisah Uli lagi, esok harinya ada talk show di sebuah radio. "Saya lihat Dipta dijemput seorang lelaki yang katanya papa kandungnya, namanya Om Joko. Saya sempat ikut naik mobilnya. Kami hanya bercanda saja sepanjang perjalanan menuju stasiun radio. Selama di PPS, saya juga tak pernah melihat ada pria lain yang menjemput atau menghampiri Dipta," terang Uli yang kini bekerja di sebuah bank di Ciamis, Jabar.
Pasca dinobatkan sebagai Putri Solo, Dipta sempat menjalankan tugasnya selama dua bulan. Selama itu pula, lanjut Uli, "Tidak tampak ada keluhan dari Dipta dalam menjalankan tugasnya. Paling-paling kalau sedang bosan, biasanya kami saling sharing atau bercanda saja. Tak pernah Dipta cerita soal masalah pribadi."
Kemudian, lanjut Uli, suatu hari Dipta meneleponnya dan teman pemenang lain yang satu angkatan dan minta mereka datang ke sebuah hotel. "Kami para pemenang, kan, dapat hadiah voucher menginap di sebuah hotel. Nah, voucher itulah yang kami gunakan untuk bermalam bersama di hotel."
Di kamar hotel itu, Uli berkisah, mereka bertiga berkumpul. Setelah saling bercanda, tiba-tiba Dipta mengungkapkan niatnya untuk mengundurkan diri sebagai Putri Solo. "Dia bilang, mau kuliah ke London, memanfaatkan beasiswa dari ayahnya. Tentu kami terkejut dan sedih. Terlebih lagi saya, sebab harus menggantikan posisi Dipta maju ke ajang pemilihan Duta Wisata tingkat provinsi. Saya sempat ragu, tapi Dipta meyakinkan saya pasti bisa. Alhamdulillah saya meraih juara pertama."
Malam itu, ketika Uli dan para pemenang PPS 2008 lain menginap di hotel, Dipta pamit terlebih dulu karena sudah dijemput seseorang. "Kami sedih karena dia akhirnya tidak ikut menginap. Saya tidak tahu siapa yang menjemputnya," turur penyandang gelar Duta Wisata Tingkat Nasional 2008.
Beberapa hari kemudian, Dipta melayangkan surat pengunduran dirinya sebagai Putri Solo 2008 ke Dinas Pariwisata, Pemkot Solo. "Setelah itu dia menghilang. Saya hubungi HP-nya sudah tak bisa nyambung lagi. Kami kesulitan berkomunikasi dengan dia. Saya terus berusaha menghubungi untuk minta mahkota, selempang, dan trofi Putri Solo yang masih ada di dia."
Lama tak ada kabarnya, rekan-rekan Uli dan PPS seangkatannya lantas berinisiatif mendatangi rumah Dipta untuk meminta mahkota, trofi, dan selempang Putri Solo. Sayangnya, yang dicari tak ada di rumah. "Yang ada hanya pembantunya. Nah, dari pembantunya itulah kami bisa mendapatkan mahkota, selempang, dah trofi Putri Solo."
Alumnus Fakultas Hukum Undip ini berharap, Dipta tak "naik kelas" jadi tersangka. "Sebagai teman, saya sedih dia sampai terseret kasus pencucian uang di kepolisian. Bila memungkinkan, saya ingin bertemu dia. Saya yakin Dipta hanya terbawa-bawa saja. Saya juga heran, kok, dia bisa tersangut kasus itu?" ujar Uli penuh tanya.
Rini Sulistyati
KOMENTAR