Ibarat pelari yang sebentar lagi memasuki garis finish namun tiba-tiba terjegal, begitulah tam sil yang diungkapkan Azwar (49) tentang putri sulungnya Annisa (20).
Dari kampung halamannya di Desa Balai Gurah, Kabupaten Agam (Sumbar), Annisa merantau ke Jakarta demi menuntut ilmu. Namun cita-cita mahasiswi yang sudah memasuki semester 4 Fakultas Ilmu Keperawatan UI ini kandas. Ia tewas setelah lompat dari angkot karena takut sang sopir berbuat jahat.
Tak hanya cita-cita Annisa yang kandas, harapan sang ayah, pedagang kaset di Pasar Aur ini pun ikut sirna. Mimpinya melihat sang putri meraih gelar sarjana punah sudah. Annisa pulang tinggal nama. Gadis manis ini dimakamkan di TPU desa setempat, sekitar 400 meter dari rumah Azwar yang sederhana.
Hari-hari Azwar dan istrinya, Eli Helifiza, kini terasa kosong. Saat ditemui, Kamis (14/2), Azwar bertutur, masih belum sanggup memulai usaha. "Badan masih lemas. Musibah ini begitu berat," ujar ayah dua putri ini.
Sempat Bercengkrama
Ia lalu berkisah, Rabu (6/2) malam mendengar kabar kecelakaan yang dialami Annisa. Esok harinya, bersama istri ia terbang ke Jakarta. Putri bungsunya, Aulia, yang masih kelas 3 SMP dititipkan ke seorang paman karena sedang mempersiapkan ujian.
Azwar dan istri langsung menuju RSUD Koja tempat Annisa dirawat. Mereka tiba sekitar pukul 15.00. "Kabarnya Annisa sempat pingsan tapi saat saya datang, dia sudah sadar. Kami sempat bercengkerama," papar Azwar seraya mengatakan, Annisa sempat menceritakan kejadian nahas itu. "Tapi saya tak mau mengulang. Saya tak peduli lagi masalahnya. Saya hanya ingin Annisa segera sembuh saat itu."
Betapa Azwar berbesar hati ketika melihat Annisa sudah sanggup bicara meski tampak luka di bagian kepala dan lebam-lebam di sebagian tubuhnya. Sambil berbaring di ranjang RS, Annisa masih sempat menelepon adiknya. Menurut Azwar, banyak petuah yang disampaikan Annisa untuk Aulia.
Azwar pun menemani Annisa di RS. "Kamu mesti cepat sembuh, Nak. Yang tenang, ya," kata Azwar. Meski sudah dewasa, di mata Azwar, Annisa masih terkesan manja. Bahkan saat buang air kecil pun, "Tanpa malu dia pipis di depan saya dan ibunya. Saya bilang, malu, Nak, kalau ada yang lihat. Kamu, kan, sudah dewasa," kenang Azwar.
Selama dirawat di RS Koja, menurut Azwar, banyak teman mahasiswa dan dosen Annisa yang menjenguk. "Kata dosennya, Annisa termasuk mahasiswi pintar. IP-nya 3,5 dan dapat beasiswa. Dosen menasihati agar Annisa konsentrasi sembuh dan tak perlu cemas. Jangan dulu memikirkan kuliah."
Ketika itu kondisi Annisa tampak stabil. Azwar pun merasa tenang menunggui buah hatinya. Malam itu, sambil duduk di samping ranjang Annisa, Azwar memeluk putri cantiknya dengan penuh cinta.
Oleh karena kelelahan, Azwar sempat terlelap sambil memeluk putrinya. Subuh, saat terbangun, Azwar melihat Annisa begitu tenang, tanpa gerakan. Azwar lalu menggoyang-goyang tubuh Annisa, mencoba membangunkannya. Namun tubuh yang masih hangat itu tak bangun lagi.
"Saya panggil perawat dan dokter. Ternyata Annisa sudah tiada saat saya memeluknya. Dokter memperkirakan Annisa meninggal Minggu (10/2) jam 03.00. "Annisa tampak seperti tidur. Dia begitu tenang dan cantik," ujar Azwar dengan wajah berduka.
Azwar tak kuasa menahan haru tatkala melihat betapa warga di kampungnya begitu memerhatikan Annisa. "Banyak teman Annisa datang dari luar kota, seperti Payakumbuh, Padang Panjang. Temannya sejak TK sampai SMA juga ikut mengantar kepergiannya. Mantan guru-gurunya pun hadir. Saya merasa luar biasa bahagia. Bukan memuji Annisa, tapi dia memang baik dan suka bergaul, jadi punya banyak teman."
Ngotot Masuk UI
Di mata Azwar, Annisa adalah anak yang teguh hati. Keinginannya untuk maju begitu kuat. "Dia memang bercita-cita sekolah tinggi. Sudah lama dia ingin masuk UI padahal saya keberatan. Bukan hanya soal biaya, tapi saya tak sanggup berpisah jauh dari Annisa. Ketika dia pergi ke Padang untuk ikut bimbingan belajar saja, saya pusing," kenang Azwar.
Sempat Azwar menyarankan agar Annisa meneruskan pendidikan di Padang saja. Tapi Annisa tetap bertekad kuliah di UI. Ia belajar keras agar lolos ujian masuk perguruan tinggi negeri. Sebenarnya Annisa juga berhasil lolos masuk Universitas Andalas, Padang. "Dia tetap pilih UI."
Azwar sampai dinasihati kerabatnya agar mendukung langkah Annisa. "Namanya anak menuntut ilmu, ya, harus didukung. Belajar sangat penting demi masa depan Annisa. Jangan sampai Annisa seperti ayah-ibunya yang tak berpendidikan tinggi."
Akhirnya, Azwar pun merestui kepergian Annisa. Ia bisa berlega hati, toh, banyak kerabatnya tinggal di Jakarta. "Saya jadi kuat dan tenang. Apalagi paman-pamannya ikut mendukung. Mereka ingin Annisa berhasil. Menurut adat Minang, paman lebih berhak ketimbang ayah. Makanya, ketika ninik-mamaknya mendukung, saya mengalah."
Sekitar dua tahun lalu, Azwar mengantarkan sang putri ke Jakarta. "Dia indekos di Depok, dekat kampusnya. Kalau mau kuliah, cukup jalan kaki. Saya jadi tenang."
Azwar pun bekerja keras demi masa depan Annisa. Ia mengaku tak pernah terlambat kirim uang untuk biaya indekos, kebutuhan sehari-hari, dan uang kuliah. "Beberapa waktu lalu saya transfer Rp 3,1 juta untuk biaya semester dan kos Annisa," kisah Azwar yang pernah terkena musibah kiosnya ikut terbakar saat pasar kebakaran besar.
Jarak jauh tak menghalangi Azwar berkomunikasi dengan Annisa. Setidaknya, seminggu tiga kali ia bertelepon. Azwar tak lupa bertanya soal kabar, kuliah, dan aktivitas Annisa. "Dia ikut organisasi di kampus, pernah pentas tari Minang bersama teman-temannya. Malah, pernah menari di hadapan Wapres Boediono di Monas," kata Azwar bangga.
Hanya saja, sekitar 10 hari sebelum kejadian, ada saja halangan Azwar untuk berkomunikasi dengan Annisa. "Misalnya, saat saya mau telepon, eh HP ketinggalan di rumah. Suatu kali, pulsanya habis. Atau pas bisa kontak, HP Annisa enggak aktif karena dia sedang kuliah."
Akan tetapi, Annisa tak pernah bercerita soal semrawutnnya jalanan dan kondisi angkot di Jakarta. "Dia anak lugu. Kegiatannya sehari-hari hanya kuliah. Paling-paling ke rumah saudaranya. Dia enggak suka keluyuran."
Menanggapi soal proses hukum yang tengah dijalani sopir angkot, dengan nada bijak Azwar berujar, "Saya tak menyalahkan siapa pun. Semua saya serahkan ke petugas. Jika memang betul sopir itu bersalah, biarlah dia mendapat hukuman setimpal."
Henry Ismono
KOMENTAR