Menurut Nina, produk batik patchwork untuk anak masih jarang memiliki kompetitor sehingga peluang jadi lebih besar. "Pemain untuk segmen fashion anak banyak tapi yang bermain dengan model patchwork bisa dihitung dengan jari. Jadi ini keuntungan bagi Kenes untuk berekspansi," tambah Nina.
Dijelaskan oleh Nina bahwa memproduksi produk fashion anak bermotifkan patchwork tidak mudah karena memakan waktu lama dan lebih rumit. "Untuk membuat produk patchwork kan harus detil, telaten, dan tentunya enggak bisa sembarangan. Jadi produksi memang lebih lama. Mungkin ini yang membuat banyak pelaku usaha berfikir dua kali. Padahal keuntungannya besar loh," ungkapnya.
Prastiwi Ariani yang akrab dipanggil tiwi menangani produksi Kenes pun menjelaskan panjang lebar peningkatan produksinya selama 3 tahun terakhir. "Tahun pertama Kenes baru bisa membuat 150 potong baju perbulan sekarang 600 sampe 700 potong baju perbulan," kata Tiwi lagi. Ini pilihan bisnis yang tepat ungkap Tiwi karena sisa produksi baju patchwork bisa digunakan untuk membuat aksesoris. "Salah satu kelebihan Kenes ya enggak ada sampah, semua jadi barang. Baru-baru ini, kata Nina, pihaknya berhasil membuat sepatu anak juga mulai dari ukuran 26-30. kalau mau kembaran dengan ibunya juga bisa," ujar Nina sambil tersenyum.
Omset bisnis Kenes terus melambung.. Sebulan mampu meraup untung hingga Rp 70 juta pun dianggap Nina menjadi jawaban atas hasil kerja keras mereka berdua. Dan kedua rekan bisnis ini pun tak segan untuk berbagi ilmu agar sukses berbisnis. "Harus terus berinovasi, kerja keras, pantang menyerah, aktif di komunitas," jelas keduanya kompak.
Swita
KOMENTAR