Saat didatangi di kediamannya di daerah Pesing koneng, Kedoya Utara, Jakarta Barat, Tarsih tampak enggan ditanya soal LD, menantunya yang selama ini tinggal bersamanya. "Saya enggak pernah tahu. Di rumah dia biasa saja, tidak tampak mencurigakan," ujarnya sambil lalu sembari menjemur celana jins. Ditanya apakah pernah ada perempuan hamil datang ke rumahnya untuk mencari LD, Tarsih yang mengaku kaget dengan penangkapan menantunya oleh polisi ini menggeleng.
"Enggak ada juga bayi yang pernah dibawa ke sini. Sudah, ya, kepala saya puyeng," ujarnya sambil menunjuk kepalanya, lalu langsung menutup pintu. Senada dengan Tarsih, tujuh orang tetangganya yang ditanyai perihal LD, termasuk istri ketua RT 10 RW 08 tempat LD bermukim, juga enggan menjawab dan terkesan menghindar. Kebanyakan mengaku sebagai orang baru di pemukiman padat penduduk tersebut, sehingga tidak tahu sepak terjang LD.
"Saya jarang keluar rumah, dia juga jarang. Sepertinya, sehari-hari dia biasa saja, enggak ada yang mencurigakan dari dia," begitu rata-rata jawaban mereka, seolah berusaha menutupi sesuatu. Semua mengaku tak tahu ketika ditanya apakah ada perempuan hamil yang datang atau bayi yang dibawa ke sana. Justru Sandy, anak bungsu LD yang tengah bermain gundu bersama teman-temannya di depan rumah, yang mau bercerita agak panjang.
Menurut siswa kelas 4 SD ini, sampai sekarang ia tidak tahu di mana ibunya berada. "Bapak enggak pernah mau kasih tahu," tuturnya sambil sibuk membidik kelereng. Namun, ia tahu ibunya dibawa pergi oleh polisi dari rumah bulan lalu. Ia sendiri mengaku sejak Desember tahun lalu tak bertemu ibunya. Ditanya apakah ia tahu apa yang terjadi pada ibunya, Sandy mengiyakan. "Beritanya ada di teve. Semua media juga sudah tahu. Saya juga kaget waktu tahu Ibu dibawa polisi."
Namun, anak bertubuh kurus ini menggeleng saat ditanya apakah ia percaya pada apa yang dituduhkan polisi terhadap ibunya. "Enggak percaya. Soalnya, Ibu enggak pernah begitu. Enggak pernah ada perempuan hamil yang datang ke sini mencari Ibu. Enggak ada juga bayi yang pernah dibawa ke sini. Sehari-hari Ibu jualan baju. Sebelumnya, Ibu jualan HP. Soalnya, sebelum pergi Ibu bawa HP, pulangnya udah enggak bawa," tuturnya polos.
Ditanya apakah ia rindu pada ibunya, Sandy yang bersuara besar ini langsung menyahut mantap, "Kangen. Kangen banget. Pinginnya Ibu cepat pulang ke rumah lagi," tandas anak keempat ini, lalu melanjutkan permainan kelerengnya.
Sosiolog dari Universitas Indonesia, Dr. Ida Ruwaida menilai, "korban" dalam kasus perdagangan bayi yang diungkap Polres Metro Jakarta Barat bisa dilihat dari dua indikasi. Pertama, orangtua yang memang tertipu antara lain karena tidak adanya informasi yang jelas, adanya eksploitasi dan pemanfaatan yang dilakukan pelaku perdagangan. Kedua, orangtua yang memang melakukannya dengan kesadaran bahwa yang dilakukannya itu merupakan bentuk transaksional. Keduanya kebanyakan memang berasal dari kalangan masyarakat miskin atau sangat miskin.
"Bagi kelompok kedua ini, memperdagangkan bayi merupakan pilihan yang dianggap rasional dengan beragam motivasi, antara lain faktor ekonomi. Ditambah dengan adanya pengaruh dari pihak lain, mereka menjadikan hal ini sebagai "peluang ekonomi" atau "peluang pendapatan". Apalagi, bagi pasangan tertentu, "memproduksi" anak bukanlah hal yang sulit. Lalu mereka juga bisa membuat alasan, daripada anak ini bersama keluarganya, lebih baik bersama orang lain," jelas Ida.
Ditambah lagi, imbuhnya, budaya masyarakat Indonesia masih membuat mereka menganggap bahwa kelahiran sebagai sesuatu yang alami, bukan direncanakan secara matang. Praktik sindikasi penjualan bayi, menurut Ida, subur berkembang di masyarakat karena banyak faktor. Antara lain, sistem pendataan kependudukan yang rendah. "Seharusnya, kita mampu mencatat siapa saja di lingkungan kita yang hamil, melahirkan di mana. Sehingga, setiap bayi yang dilahirkan bisa diketahui dan dicatat resmi."
Lemahnya sistem keamanan di klinik bersalin maupun rumah sakit juga membuat orang dengan mudah meninggalkan bayi yang ia lahirkan atau penculik bayi masuk dan beraksi. Seharusnya, menurut perempuan berjilbab ini, bidan sebagai penyedia jasa kesehatan turut berkontribusi dengan aktif melakukan pendataan ibu hamil di lingkungan sekitarnya dan melakukan penyadaran akan hak hidup anak untuk tumbuh dan berkembang. "Kurangnya efek jera bagi para pelaku dan rendahnya kesadaran masyarakat untuk mencegah terjadinya perdagangan bayi juga ikut berperan."
Hasuna Daylailatu
KOMENTAR