Minggu pagi (13/1), warga Madiun (Jatim) dikagetkan oleh penemuan mayat lelaki dan perempuan di kawasan hutan Kare dalam keadaan sudah membusuk. "Yang pertama kali menemukan, seorang warga yang sedang cari burung," kata Kasatreskrim Polres Madiun Edi Susanto.
Temuan mayat yang diduga korban pembunuhan ini pun segera ditindaklanjuti. Dari hasil olah TKP, polisi menemukan ponsel di saku salah satu jenazah, botol kecil yang masih dipegang, dan sandal jepit dalam posisi terpisah. Sama sekali tak ditemukan kartu identitas. Sempat ada kesulitan untuk mengidentifikasi kedua korban.
Untuk menguaknya, "Kami coba menghidupkan ponselnya. Terlihat ada panggilan masuk, panggilan keluar, juga panggilan tak terjawab. Kami hubungi nomor panggilan yang tak terjawab. Rupanya, yang menghubungi korban bernama Suyati," lanjut Edi. Kepada polisi, Suyati menjelaskn, nomor yang ia hubungi adalah nomor menantunya, Retno Sugiarti (35). Rupanya ponsel itu dibawa suami Retno, yakni Mohamad Gianto alias Aan. Belakangan, suami Suyati bisa mengenali jenazah dua korban sebagai anak lelakinya serta Tania (11), anak Aan, lewat pakaian yang mereka kenakan.
Penemuan jasad Aan dan Tania ternyata bertemali dengan kisah tragis lain yang terjadi empat hari sebelumnya. Rabu (9/1) sekitar jam 08.00, sebuah taksi sampai di sebuah rumah kontrakan Jl. Margobawero, Gang 9, Madiun. Taksi itu membawa penumpang yang tampak tertidur.
"Sopir taksi mencoba membangunkan si penumpang yang bernama Retno Sugiarto," kata Edi. Karena Retno tak kunjung bangun, sopir taksi bingung dan panik. Tergopoh-gopoh, ia memberitahu penduduk setempat. Setelah diperiksa, ternyata Retno sudah tak bernyawa. Dari hasil pemeriksaan, Retno yang sedang hamil lima bulan meninggal akibat minum racun. Petugas mencoba merangkai kedua kisah tragis itu. Apa yang sebenarnya terjadi?
Rezeki Instan
Saat dijumpai NOVA, Kamis (17/1), Ab mengakui perbuatannya. Ia mengaku kenal dekat dengan Aan, bahkan, "Hubungan kami sudah seperti saudara. Kami juga sering saling curhat," tutur Ab yang tak punya pekerjaan tetap. Tiga bulan terakhir ini, kisah Ab, mereka sering saling bercerita tentang kondisi keuangan keluarga yang pas-pasan. "Saya tawarkan ke Aan untuk sama-sama cari rezeki dengan cara instan. Saya pernah baca buku-buku tentang cari kekayaan dengan cepat, melalui ritual tertentu."
Ab juga mengaku, bersama Aan pernah menjalankan ritual itu. Bahkan, istri Aan pun tertarik. Sebagai syarat, "Kami harus beli peralatan. Misalnya minyak wangi, dupa, lilin, dan lainnya. Aan lalu menyerahkan uang Rp 2,7 juta. Saya juga keluar uang, malah sampai menggadaikan motor," dalih Ab. Kendati sudah beberapa kali melakukan ritual, lanjut Ab, tapi tak ada hasil. "Aan menagih terus. Saya sempat bilang, kalau gagal, saya akan ganti dua kali lipat. Ternyata memang gagal. Saya bingung terus-terusan ditagih. Pagi itu, Aan kembali telepon tanya kepastiannya," ujar Ab.
Ab pun merasa kesal dan stres. "Saking bingungnya, saya sempat muter-muter, sampai terlintas pikiran itu." Agar terlepas dari tagihan Aan, Ab merancang untuk menyingkirkan sahabatnya itu. Dari sebuah iklan, ia tahu seorang paranormal di Malang bernama Abah, lengkap dengan alamatnya.
Ab lalu membohongi Aan agar menemui Abah untuk membantu cara ritual agar keinginannya tercapai. "Saya minta Aan dan istrinya ke Malang." Ab tak ikut serta, dengan alasan ini semua atas permintaan Abah. Ab juga mengaku pernah menjalankan ritual bersama Abah.
Aan menuruti permintaan Ab. Selasa (8/1) malam, Aan dan Retno mencarter taksi dengan tujuan Malang. "Sebelum mereka berangkat, saya sempat bertemu Aan. Saya beri dia sebotol air mineral sebagai titipan Abah. Air itu sudah saya campur racun ikan. Saya juga bilang, air ini harus diminum sebagai bagian dari ritual."
Begitulah, Selasa malam itu anak-beranak itu menuju Malang, sementara Ab berdiam di rumah sambil melancarkan aksinya. Ia menghubungi ponsel Aan. "Saya mengaku sebagai Abah, yang seolah-olah tahu rencana Aan ke Malang," kata Ab yang saat di telepon mengubah karakter suaranya. "Saya sempat kaget ketika tahu ternyata Tania juga ikut. Padahal, yang saya incar cuma Aan dan istrinya."
Lewat telepon, Abah palsu meminta Aan dan istrinya minum air itu. Beberapa saat kemudian, berganti Aan menelepon Abah. "Abah, bagaimana ini, kok, istri saya pingsan dan mulutnya keluar darah. Saya juga muntah-muntah. Airnya pahit."
Abah palsu mencoba menenangkan Aan. "Nanti ada anak buah Abah yang jemput." Aan sempat lama tak kontak. Abah pun berpikir Aan sudah minum ramuan mautnya. "Ternyata, Aan telepon lagi. Dia mengeluh wajah istrinya sudah membiru."
Kembali Abah berkilah, mencoba menyelesaikan masalah. "Ya sudah, kamu balik saja, nanti ketemu anak buah saya di alun-alun Jombang," ujar Ab seraya mengingat saat itu jam menunjuk pukul 03.00 dini hari. Ab putar otak, dialah seolah-olah utusan Abah. Dari rumahnya, ia memacu sepeda motornya menuju alun-alun Jombang.
Sekitar 1,5 jam kemudian Ab bertemu Aan. "Aan kembali mengeluhkan kondisi Retno. Saya bilang, soal itu biar diurus Abah. Yang penting tetap melakukan ritual seperti saran Abah, biar berhasil."
Ab lalu mengubah rencana dan mengajak rombongan kembali ke Madiun, beriringan. Di sepanjang jalan, Ab khawatir Aan akan melaporkan keadaan istrinya ke polisi. Ia kembali putar otak dan meminta taksi berhenti di Nganjuk. Ab sempat minta Aan salat sunah di masjid. "Sebenarnya saya kalut lihat kondisi Retno."
Akhirnya, Ab minta sopir taksi mengantarkan Retno yang sudah tak berdaya kembali ke Madiun. "Saya juga minta Tania ikut naik taksi. Tapi dia nangis terus ingin bersama ayahnya. Jadi kami berboncengan bertiga menuju hutan Kare," ujar Ab yang sudah menyiapkan botol air beracun lain.
"Saya bilang, pesan Abah untuk cari tempat sunyi. Lalu saya minta Aan minum air beracun itu, yang saya bilang sudah "diisi" Abah. Karena pahit, saya minta Aan mencampurnya dengan air jeruk kemasan yang sudah saya siapkan. Aan juga meminumkan air itu ke Tania," jelas Ab.
Ab mengaku melihat Aan saat sekarat. Ia pun kabur. Sampai di rumah, ia mengaku tak tenang. Apalagi, keesokan harinya ia mendengar kabar Retno tewas dalam taksi di depan rumahnya. Akhirnya, perbuatan Ab tercium polisi. "Saya menyesal. Saya ingin bertanggung jawab dan rela diganjar hukuman," sesal bapak dua anak yang didakwa melanggar pasal 340 KUHP tentang pembunuhan yang direncanakan.
Habis Ditumpas
Kepergian keluarga kecil ini tentu membuat keluarganya sangat terpukul. Apalagi, Aan adalah anak tunggal pasangan Suyati dan Senen (66). Suyati bahkan masih berduka. "Saya memang sudah ikhlas. Ini takdir Allah. Tapi cobaan ini rasanya amat berat. Bayangkan, dalam waktu singkat saya kehilangan tiga orang yang saya kasihi. Aan, mantu, dan cucu. Apalagi, Retno sedang hamil 5 bulan," ratap Suyati dalam Bahasa Jawa halus.
Duka pertama datang ketika Suyati mendengar kabar meninggalnya Retno. Yang membuatnya heran, justru saat itu pula Aan dan Tania menghilang. "Saya coba kontak Aan lewat HP-nya, tak dijawab. Bersama suami, saya ke rumah kontrakannya tapi kosong dan terkunci. Semua keluarga yang melayat Retno juga tak tahu keberadaan Aan," papar Suyati yang begitu syok dan sempat pingsan.
Suyati dan Senen lalu melapor ke polisi. "Saya sedih karena terrdengar suara sumbang, kenapa Aan menghilang saat istrinya meninggal." Akhirnya hari Minggu Suyati mendengar kabar ditemukannya mayat lelaki dan perempuan di hutan Kare. "Saya langsung punya pikirn jelek, jangan-jangan itu Aan dan cucu saya." Merasa tak bakal kuat menghadapi kenyataan, akhirnya hanya Senen yang ke RS untuk mengenali jenazah. "Saya langsung tahu itu anak dan cucu saya dari pakaian mereka," kisah Senen.
Kehilangan orang-orang tercinta ini menyisakan banyak duka bagi Suyati dan Senen. "Buat kami seperti misteri karena Aan termasuk tertutup soal keluarga. Saat mau ke Malang juga tak pamit," ujar Suyati yang terakhir kali bertemu Aan dan Tania, Senin (7/1), hari pertama Tania masuk sekolah setelah libur panjang.
Pasangan ini juga sangat kehilangan sang cucu, Tania. Tiap pulang sekolah, Tania selalu diantar ke rumah Suyati. "Sore sepulang ibu dan bapaknya kerja, Tania dijemput. Aan jadi tukang cukur, Tania kerja di bagian dapur sebuah hotel. Saat bertemu terakhir, Aan juga tak cerita apa pun," tutur Suyati sambil menambahkan, Aan punya dua anak. Si bungsu Albin (3) dirawat keluarga Retno.
Tania memang istimewa di mata sang nenek. "Dia suka sekali menggambar dan nyanyi. Dia sangat dekat dengan saya. Apalagi, selama ini kami jarang sekali berpisah," katanya sambil terus memandangi foto sang cucu.
Senen pun tak henti mempertanyakan nasib anak semata wayangnya. "Pelakunya benar-benar keji. Apa salah Aan dan keluarganya? Mungkin saya bisa terima kalau anak saya nakal, kerjanya berkelahi, dan menyusahkan orang. Tapi dia tak pernah menyakiti siapa pun, dan tak punya musuh. Jadi, saya minta, utang nyawa harus dibayar nyawa."
Suyati menimpali, "Bayangkan, keluarga anak saya benar-benar ditumpas. Apalagi Aan anak satu-satunya tempat kami bergantung. Saya dan suami, kan, tak punya pekerjaan tetap. Bila kami tak kerja, ya, tak bisa makan. Tubuh makin ringkih, pasti enggak bisa kerja seperti dulu," katanya di sela isak tangis.
Henry Ismono
KOMENTAR