Lulusan desain komunikasi visual bidang fashion associate Universitas Trisakti ini menyadari minat besarnya di dunia fashion. Sempat bekerja di majalah fashion, eksportir garmen, jadi asisten desainer Ronald V. Gaghana dan rumah batik Parang Kencana, Sere Marini (30) fokus mendalami pattern making. Ia lalu sekolah di Bunka School of Fashion Jakarta. Niatnya, memperluas teknik mengolah kain hingga menjadi baju berpotongan unik.
Tahun 2009 Sere pun meluncurkan label bertajuk Se. Dari ajang Brightspot Market 2011, nama Se makin dikenal. Diibaratkan produk fashion yang girly, ceria dengan sentuhan vintage pop, Se tetap berkiblat pada tren fashion dunia. Sekilas melihatnya, mungkin timbul pertanyaan akan seperti apa rupa baju saat dipakai di badan. Sebab potongannya terlihat "berteriak" lewat bentuknya yang bervolume. "Terlihat besar padahal ukurannya medium dan bukan untuk orang gemuk, lho. Justru ini memancing si pemakai agar kreatif." Karakter masyarakat urban Jakarta yang sibuk dengan aktivitas harian terkadang tak sempat gonta-ganti baju. "Jadi, cukup satu dress, tapi bisa dipakai untuk banyak kegiatan. Baju pun punya 'perjalanan' yang panjang," ujar Sere yang dibantu sang kakak untuk branding.
Segmentasi Se adalah wanita aktif berusia 25-45 tahun yang berani tampil beda, percaya diri, dan tahu cara membawa diri dengan busana yang tepat. Desain Se diakui bisa dipakai kapan pun secara aman. Maksudnya, siluet baju jauh dari kesan seksi, terbuka, dan provokatif. "Yang penting tahu paduan tas dan sepatu yang tepat, ini soal taste head to toe." Dari situ lah Sere berusaha mengedukasi konsumennya. "Ini sebuah pilihan dan fashion statement untuk koleksi wanita Indonesia. Tak perlu ke luar negeri untuk dapat baju unik," ujar Sere.
Setiap tahun ada dua tema desain Se dengan warna berbeda. Dengan jumlah terbatas, Sere sadar betul betapa pentingnya bagi sebagian wanita untuk terlihat eksklusif dan fashionable dengan budget yang realistis. Ciri khas dan keunikan tiap karyanya terpancar lewat permainan warna dan siluet desain pecah pola. Soal bahan, tak terbatas material tertentu yang penting nyaman dipakai. Inspirasi desain didapat ketika ia asyik membolak-balik majalah seni dan dekorasi.
Baginya, menjadi desainer fashion adalah sebuah tantangan tanpa henti. Prestasi di bidang ini ia maknai dari eksistensi Se sejak 2009 yang kini terdapat di sembilan gerai di Jakarta dan Bali. Agar mudah, Se bisa diakses melalui website www.sethings.com. Ke depan, "Saya ingin menembus pasar Asia, tetap dengan idealisme desain saya," harap Juara Gading Fashion Entrepreneur Award 2010 ini.
Desainer cantik asal Semarang ini sempat menjadi wanita karier di Jakarta setamat kuliah. Namun di luar jam kerja ia lebih senang berburu kain, bikin sketsa, browsing all about fashion di internet. Ia pun memutuskan sekolah lagi di Bunka School of Fashion Jakarta. Hasrat terpendam Anggiya Murni (30) pada fashion klop dengan kesempatan yang datang tiga tahun kemudian. Angie, sapaan akrabnya, resmi merilis label Blaire pada 2009. Karakter vintage jadi benang merah dalam tiap rancangannya. Apa arti nama Blaire? "Saya suka sekali tokoh Blair Waldorf di serial Gossip Girl. Tegas, tapi ada sisi lembutnya, feminin, dan kuat berpadu dengan kecantikannya yang berkelas," ujar bungsu dari empat bersaudara ini.
Enam bulan setelah launching, klien Angie terus bertambah. Ia juga bekerjasama dalam perhelatan Putri Indonesia, majalah, dan fashion show. "Saya selalu ingin menampilkan pesan moral positif di tiap karya." Misalnya, Angie menampilkan keindahan Jakarta di balik keluhan semerawutnya ibu kota. Pesona pendar lampu kota di malam hari, gedung pencakar langit, dan lengkungan jalur tol begitu memikat hatinya. Sketsa tadi ia tumpahkan dalam paduan warna, corak, dan cutting pada 35 koleksi bertajuk JakartaNightlight Grooves. Kerja kerasnya pun berbuah pujian di ajang Jakarta Fashion Week 2012. "Sejak itu, Blaire makin berkembang dan banyak vendor bekerjasama untuk mengisi acara."
Kini ia punya House of Blaire, butik workshop di bilangan Dharmawangsa, Jakarta Selatan. Angie juga menggandeng beberapa desainer yang sevisi untuk mempercantik perempuan lewat fashion item. Ciri khas Blaire terlihat pada corak print berwarna colourful dan bold yang membuat perempuan terlihat kuat dan semangat. "Siluet busana juga tampil dinamis, wearable, simpel, mini, lincah, dan memeluk badan perempuan dengan unsur modern." Desain fun berpadu drappery dan aplikasi payet, bordir, manik-manik, renda, logam, hingga tali tambang. "Ringan tapi cantik elegan seperti lady. Saya enggan klien terbebani baju yang 'berat.'
Ragam klien Angie dimulai dari anak sekolah yang butuh baju untuk acara prom night, mini cocktail dress, hingga gaun pengantin. Tantangan sebagai desainer pun datang dari banyak sisi. Klien misalnya, "Kebutuhan pelanggan harus terpenuhi tapi style khas Angie harus tetap muncul." Begitu pun dengan bentuk tubuh, busana Blaire dirancang sesuai ukuran si klien agar tetap tampil menarik. "Siapa saja bisa pakai. Biasanya ada penyesuaian di bagian dada, pinggang dan pinggul," tuturnya.
Menghadapi kompetisi, Angie bertekad terus mengeksplorasi koleksi dari tiga lini busananya, Blaire, Signature Style, dan Wedding. Yang terbaru adalah Pop Goes the World 2013. Bersyukur suami dan keluarga mendukung minat dan bakatnya di dunia fashion. "It's in my blood. Sesuatu yang buat saya semangat saat bangun tidur dan tak pernah merasa lelah," tutup Angie.
Ade Ryani / bersambung
Foto: Ade Ryani, Ahmad Fadilah, Dok Pri
KOMENTAR