Kediaman Hj. Prawoto (52) dan Wartini (51) di Jatiwarna, Bekasi, tampak lengang sejak Sabtu (8/12) lalu. Si empunya rumah yang memiliki kios pakaian di Pasar Pondok Gede itu tengah sibuk melakukan perjalanan bolak-balik Semarang-Kuningan (Jabar). Baru Rabu (12/12), keduanya kembali ke Jakarta.
"Kami harus mengurus surat-surat kematian Rio," ujar Prawoto, kakak ipar Ahmad Rio Suharsa (37). Di kartu identitas milik mendiang, ia masih tercatat sebagai warga Bekasi. "Kami enam bersaudara. Saya anak ketiga dan Rio bungsu. Selulus SMA, Rio tinggal bersama keluarga saya di Bekasi," ujar Nining, kakak kandung Rio.
Ia bertutur, Sabtu (8/12) saat peristiwa nahas itu terjadi, "Saya sudah berada di toko sejak pagi untuk jualan. Tiba-tiba adik yang tinggal di Kuningan telepon, mengabarkan Rio tewas setelah dirampok. Sontak saya terkejut dan tak percaya."
Apalagi, Jumat sebelumnya Nining masih berkomunikasi dengan Rio. "Lepas salat Jumat saya telepon Rio. Kami mengobrol seperti biasa. Sabtu pagi saya SMS Rio, kok, tak dijawab. Saya telepon juga tak diangkat."
Suami Nining, Prawoto, tak kalah terkejut. Ia baru percaya Rio telah tewas setelah tetangga Rio di Semarang mengabari. "Sorenya kami langsung ke Semarang," ujar Prawoto. Saat mobil yang dikendarainya memasuki kota Indramayu, "Seorang kerabat telepon, dia sudah di Semarang mengurus jenazah Rio. Dia menyarankan kami ke Kuningan saja, menyiapkan prosesi pemakaman."
Seusai diotopsi di RS Bhayangkari Semarang, Minggu pagi jenazah Rio tiba di Kuningan dan dimakamkan sekitar pukul 09.00. Seluruh keluarga bertangisan. "Dia memang anak kesayangan keluarga," kenang Nining sendu.
Cium Kaki
Usai pemakaman, Prawoto dan Nining menyempatkan beristirahat sebelum melanjutkan perjalanan ke Semarang. "Selain mengurusi barang-barang almarhum, kami juga ingin bertemu polisi," jelas Prawoto.
Sesampainya di rumah kontrakan Rio, Nining mengaku syok. Bagaimana tidak. Rumah yang masih dipasangi police line itu dipenuhi darah. Hasil otopsi menyebutkan Rio tewas dengan 22 luka tusukan di punggung, 15 tusukan di leher, dan 9 tusukan di bagian dada. "Hancur hati saya waktu lihat sandal Rio berlumuran darah," tutur Nining dengan air mata menggenang.
Ketika itu, tersangka pelaku pembunuhan belum diketahui dan masih buron. "Kami putuskan kembali ke Jakarta. Tapi sebelumnya kami ingin mampir ke Kuningan," kata Prawoto yang berniat memberikan sekadar ucapan terima kasih kepada kerabat yang sudah membantu mengurusi jenazah Rio.
Di perjalanan menuju Kuningan, Nining mengaku merasa sedikit lega. "Kami dengar dari polisi, tersangka pelaku pembunuhan Rio sudah ditangkap. Meski belum tahu identitasnya, saya cukup tenang," aku Nining.
Namun, baru saja mobil Prawoto terpakir di halaman rumah sang kerabat setibanya di Kuningan, "Mereka menyambut kami dengan tangis histeris. Bahkan sampai bersujud dan menciumi kaki saya sambil minta maaf," kata Prawoto yang mengaku amat kebingungan melihat perilaku si kerabat.
Ketika ditanya ada apa, jawaban yang diterima pria asal Madiun ini membuatnya terpaku. "Mereka bilang, pelaku yang diduga telah membunuh Rio adalah Rif, anak mereka. Rasanya seperti tersambar geledek di siang bolong."
Rif, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Semarang itu, memang dikenal baik oleh keluarga besar Rio. Selain orangtuanya tinggal tak jauh dari rumah keluarga Rio di Kuningan, mereka pun sempat mudik bersama ke Kuningan pada Lebaran dan Idul Adha lalu. "Saya tak menyangka Rif tega berbuat sekejam itu," ujar Nining lirih.
Kedekatan Rio dengan Rif di pengujung hidupnya bukan tak membuahkan tanya di benak keluarga besar Rio. Pasalnya, "Sejak dekat dengan Rif, perilaku Rio kepada keluarga berubah. Dia yang biasanya selalu perhatian, mendadak cuek," kisah Nining.
Rio, lanjutnya, biasanya mengajak keluarganya jalan-jalan dan mentraktir makan, "Tapi waktu itu tidak. Sebaliknya, dia malah mengajak Rif dan keluarganya plesiran," tambah Prawoto. Bahkan, "Rio mengajak Rif dan orangtuanya ke Bandung. Padahal dia janji, kami yang mau diajaknya jalan-jalan. Eh, malah tak jadi," beber Nining.
Apalagi, Nining juga mendengar kabar dari tetangga Rio di Semarang, beberapa waktu lalu kehilangan uang Rp 10 juta dan perhiasan emas dan berlian. "Belakangan kami ketahui, Rif yang mengambil. Setelah ketahuan, hanya perhiasan saja yang dikembalikan. Anehnya, Rio memaafkan Rif."
Penasaran, Nining sempat menanyakan soal hubungan janggal antara Rio dengan Rif. "Rio mengelak. Katanya hanya berteman. Tapi kami merasa, kok, perlakuan Rio terlalu istimewa kepada Rif."
Selama hidupnya, Rio dikenal supel dan tak pilih-pilih teman. Nining juga mengenang Rio sebagai adik yang patuh dan tak punya musuh. Meski, aku Prawoto, beberapa tahun lalu hubungan keluarganya dengan Rio sempat memanas. "Kami memergoki dia bertelepon mesra dengan seorang pria. Kami marah, kemudian Rio menangis minta maaf dan berjanji tak akan mengulangi."
Tak berapa lama setelah insiden itu, Rio pindah ke Semarang. "Mungkin karena di sana dia sendirian dan tak ada yang mengawasi, pergaulannya jadi bebas. Tapi kami tak henti-henti memperingatkan lewat telepon," ujar Prawoto.
Ajeng / bersambung
KOMENTAR