Sabtu (3/11), tergesa-gesa dua orang warga mendatangi rumah Burhanudin, Kepling VIII, Jl Karya Mesjid Gang Budi. Namun, warga hanya ketemu ibu Kepling, Nia Lubis (44) karena pak Kepling sedang melakukan gotong royong.
"Bu tolong, ada warga kita yang dianiaya majikannya. Wajahnya bengkak, memar dan biru-biru. Pipi sebelah kanan juga memerah. Sepertinya habis disiksa. Penganiayaan ini sebenarnya sudah beberapa kali dilakukan majikan itu terhadap pembantunya. Tolonglah bu, apa yang bisa kita lakukan untuk menolong PRT itu. Jangan sampai PRT itu disiksa hingga meninggal," kata Nia menirukan ucapan warganya. Usai mendengar curhat warganya, Nia menghubungi suaminya. Burhanuddin minta Nia menampung dulu pengaduan warga mereka.
Kebetulan, kata Nia, hari itu ada arisan warga di kampungnya. Pukul 17.30 wib para ibu-ibu kumpul di salah satu rumah warga. "Nah, disitulah saya cerita pada ibu-ibu tentang keadaan Tri Marni. Kebetulan ada juga warga kami disini advokat Puspa PKPA ( Pusat Kajian Perlindungan Anak) yang bernama Wiwik. Wiwik bilang, bagaimana kalau kami ramai-ramai mendatangi rumah majikan Tri, pak Simamora. Dengar curhat Wiwik, spontanitas ibu-ibu serempak mau ikut datang ke rumah Simamora."
Sabtu (3/11) menjelang Magrib, para ibu-ibu sudah mendatangi rumah Simamora Jl Karya Mesjid No. 33. Sambil berjalan menuju rumah Simamora, mereka berpapasan dengan warga lainnya. Ada seorang warga mengaku dia sering dengar jeritan dari rumah itu. "Tahu kami mau mendatangi rumah Simamora. Warga yang ikut malah tambah ramai."
Tiba di rumah Simamora, terlihat rumah itu tertutup rapat. Bahkan, gerbang pagar semua tertutup dan hanya bisa dimasuki satu tangan saja. Saat pemilik rumah dipanggil, terlihat Tri sedang menyapu halaman.
"Tri kamu mau ikut kami ? Ayo kalau mau ikut, buka pintu gerbang ini, kami akan keluarkan kamu," kata Nia mengaku dirinya ibu Kepling. Awalnya, Tri masih takut dan tak berani membuka pintu gerbang. Namun, karena dibujuk terus, akhirnya Tri memberanikan diri membuka gerbang pagar dan keluar dari rumah itu. Kenetulan, saat itu kedua majikan Tri sedang keluar.
Gaji Sebulan Rp 450 Ribu
Menurut Nia, setelah keluar dari rumah itu, Tri dibawa melapor ke kantor polisi. Tri juga disuruh visum. Saat di rumah Simamora sebenarnya warga sudah mengamuk. Bahkan, ada yang melempari rumah itu. Sehingga rumah Simamora dijaga terus oleh polisi. Rumah Simamora yang dipagar keliling membuat dia jarang bergaul.
Setelah kejadian itu, lanjut Nia, sudah banyak yang mau mengambil Tri untuk tinggal di rumahnya. " Polwan di Polsek Medan Barat juga banyak yang mau. Warga disini juga banyak yang minta. Tapi, kata Tri dia mau pulang saja ke kampungnya," jelas wanita cantik ini.
Saat tabloidnova.com bertemu dengan Tri Marni, perempuan asal Duku Krajan (Jembangan), Kecamatan Poncowarno, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah ini, terlihat sering melamun. Wajahnya terus murung dan sedih. "Saya mau pulang saja. Biarlah saya di kampung kerja bantu-bantu keluarga," ujar Tri diawal pembicaraannya.
Menurut anak ke-empat dari istri kedua bapaknya ini, dia sempat didatangi bu Kepling dan tetangga Simamora . " Mereka heran lihat wajah saya merah. Warga datang ramai-rami. Bujuk-bujuk saya agar saya keluar. Saya bukan tak mau menuruti ajakan mereka tapi saya tajut dengan majikan. Saat saya keluar dari rumah itu kebetulan majikan perempuan saya sedang ke salon," ujar Tri datar.
Dengan air mata berlinang, perempuan yang memiliki cacat di bibir ini mengisahkan awalnya dia bertemu dengan majikannya Richard Simamora dan Lisbeth Oktaviarni br Simbolon. Saat itu Tri dikenalkan saudaranya di Jawa untuk bekerja di rumah ortu Lisbeth.
"Saya sempat dua bulan kerja di rumah orang tua Lisbeth di Tanjung Duren, Jakarta Barat. Saya digaji Rp 300 ribu per bulan. Lalu, Lisbeth membawa saya ke Medan untuk dipekerjakan di rumahnya. Yang saya kerjakan semua pekerjaan rumah tangga hingga membersihkan kamar majikan. Saya digaji Rp 450 ribu per bulan."
Dua tahun bekerja dengan Lisbeth dan Richard, sikap majikan baik-baik saja. "Tiap bulan Lisbeth memberi saya gaji. Tapi, kadang-kadang dia menyimpan gaji saya atau mengirim ke kampong," aku Tri yang cuma tamatan SD.
Setelah lewat dua tahun peringai dan sikap Lisbeth mulai kasar dan berubah. "Dia jadi suka mukul saya. Sehari-hari Lisbeth yang suka mukul saya. Kalau pak Simamora tak pernah. Kalau saya sudah dipukul ibu, tangan dan kepala saya dipegang bapak. Kata bapak, hati-hati kerja ya nak. Lisbeth memang bertemperaman kasar dan keras kepala. Sebenarnya bapak sudah tahu perbuatah istrinya tapi bapak juga takut dengan ibu, " ujar Tri mengaku cacat di bibirnya sejak dia lahir.
Memang, kata Tri, Lisbeth suka memukul kalau sedikit saja pekerjaannya salah. "Kerja saya salah ibu suka marah, tangan saya sering dipukul pakai palu, pipi dipukul pakai senter, kepala dibenturkan ke tembok dan wajah saya disiram pakai minyak goring panas. Memang sakit , tapi sakit itu hanya bisa ditahan dalam dada. Kalau ibu sudah mukul saya, saya lari kebelakang dan menahan tangis takut kalau ibu dengar tangisan saya. Nggak tahu kenapa ibu luar biasa bencinya pada saya.Padahal, saya tak pernah digoda bapak," aku anak petani ini.
Tak cuma itu, lanjut Tri, tangannya juga juga sering disayat dengan garpu sampai berdarah. "Sehari-hari saya bangun sejak pukul 05.00 wib dan tidur pukul 24.00 wib. Memang sesekali ada juga istirahat. Yang saya perhatikan sehari-hari ibu dan bapak ini seringnya bertengkar-tengkar kecil saja. Kalau ibu tak suka dengan tingkah bapak dia suka marahi bapak tapi tak sampai pukul-pukulan," kata putri sulung pasangan Hardi dan Tuningsih.
Sehari-hari, kata Tri, bapak pergi kerja sejak 06.30 wib dan pulang 18.00 wib. " Bapak adalah dosen. Tapi, saya tak tahu dosen dimana. Kadang saya sering diajak majian saya makan diluar. Apalagi mereka belum punya anak," ujar Tri tersendat.
Selama 4 tahun bekerja di rumah Lisbeth, Tri sudah dua kali pulang kampug, tahun 2008 dan 2010. "Mudah-mudahan setelah kejadian ini, orangtua di kampung lihat saya di Televisi. Jadi, saya bisa dijemput mereka ke Medan. Saya mau pulang saja. Saya sudah tahu Lisbeth itu sudah ditahan tapi saya minta bapak jangan ditahan. Bapak tidak salah sama saya," ujar Tri berharap.
Menurut Koordinator Puspa PKPA Azmiati Zuliah, SH,MH dan Staff Advokasi Suryani Guntari, SH yang mendampingi Tri mengaku Tri baru boleh pulang setelah selesai proses hukumnya. "Sementara ini kami mencari rumah aman buat dia dan selanjutnya koordinasi dengan pemerintah setempat mengenai kondisi Tri kedepannya."
Saat ditemui tabloidnova.com di Polsek Medan Barat, Rabu (7/11) Lisbeth enggan berkomentar. "Saya tidak mau diwawancara apalagi di foto," kata wanita berparas cantik ini. Menurut Lisbeth, dia khilaf dan salah serta sangat menyesali perbuatannya. "Saya sangat menyesal sekali," ujar Lisbeth dari belakang ruang tahanan.
Kapolsek Medan Barat, Kompol Nasrun Pasaribu melalui Kanit Reskrim Iptu Syarifur Rahman SH, SIK menjelaskan, sejak Minggu (5/11) Lisbeth sudah ditahan. Motif peristiwa ini karena Lisbeth kesal dengan pekerjaan Tri yang sering salah. " Kami juga akan memeriksa psikologisnya. Untuk perbuatannya Lisbeth akan dijerat UU KDRT Pasal 44 UU No 23 thn 2004 tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga."
Debbi Safinaz
KOMENTAR