Investasi emas merupakan bentuk investasi yang sudah dilakukan oleh para orangtua kita sejak zaman dahulu kala. Mike Rini Sutikno, CFP, dari MRE Financial & Business Advisory, memberikan ilustrasi, "Dulu, ketika pertama kali bekerja, ibu saya sudah menyarankan saya agar berinvestasi emas. Sebenarnya, menabung adalah awal kebiasaan yang bagus. Namun karena ada inflasi dan gejolak ekonomi, menabung saja tidak cukup karena nilai uang kita jadi turun," tutur Mike Rini.
Sebagaimana disarankan orangtua, Mike menganjurkan agar berinvestasi emas. "Emas yang cocok untuk investasi jangan berupa perhiasan. Lebih baik berupa emas batangan atau koin. Sampai sekarang, investasi emas masih relevan. Sebab, karakteristik emas adalah sanggup melindungi harta kekayaan kita dari inflasi dan gejolak ekonomik."
Mike melanjutkan, emas punya kenaikan rata-rata, sedikit di atas inflasi. Dengan investasi emas, antara risiko dan keuntungan secara umum bisa diterima hampir seluruh golongan orang dari berbagai tipe profil risiko. Orang dengan tipe konservatif, bisa memilih emas dengan tetap mengutamakan kenyamanan dalam berinvestasi. Bagi orang dengan tipe agresif juga masih relevan karena tingkat kenaikan emas lebih tinggi daripada investasi lain," lanjut Mike.
Mike memberi analogi, emas ibarat kendaraannya dan kita adalah sopirnya. Ada dua tipe pengendara yaitu sopir yang melakukan pendekatan investasi dan spekulasi. Untuk pendekatan investasi, risiko dalam investasi sudah sesuai dengan tujuan investasinya. Investasi emas tidak bisa untuk jangka pendek karena kenaikan emas pada umunya secara rata-rata dalam jangka dua tahun belum memberikan imbal hasil maksimal. Idealnya di atas tiga tahun."
Selain itu, lanjut Mike, kita mesti paham karakter emas. Mike mengungkapkan, "Dalam kondisi normal, harga emas naik setinggi atau sedikit di atas inflasi. Namun saat ada gejola ekonomi seperti perang, musibah, atau bencana, orang tidak mau menyimpan mata uangnya tapi biasanya lebih suka beli emas. Begitu kondisi ekonomi bergejolak, harga emas pasti melonjak karena pada saat itu nilai mata uang pasti anjlok.
Gejolak ekonomi ini, kata Mike, bisa dimanfaatkan oleh "sopir" dengan tipe spekulasi. "Dia ingin mendapatan keuntungan dalam jangka pendek. Dia melakukan jual beli emas secara simultan. Maksdunya, dia memang beli ketika harga emas sedang naik dan berharap akan naik lagi. Misalnya, dia beli emas seharga Rp 500 ribu per bulan, beberapa bulan kemudian ketika harganya naik lagi menjadi Rp 530 ribu, dia akan menjualnya lagi. Momentum lonjakan harga emas dalam jangka pendek inilah yang dia manfaatkan. Dia melakukan spekulasi dengan memanfaatkan momentum gejolak ekonomi, bukan karena ingin melindungi hartanya.",
Belakangan ini, spekulasi juga dilakukan dengan cara yang populer dengan nama kebun emas. "Dalam kebun emas, kita menggadaikan emas secara simultan, beberapa kali dalam waktu dekat. Kenapa sambung menyambung? Misalnya, emas seharga Rp 10 juta digadaikan, lalu dapat Rp 8 juta, kemudian digadaikan lagi. Begitu seterusnya. Dia menebus ketika harga emas tinggi. Ini juga mengggunakan momentum. Yang dituju dalam mekanisme kebun emas ini adalah selisih dari harga jual beli emas yang digadaikan tadi. Jika betul harga emas naik dengan cepat, dia memang bisa mendapatkan keuntungan. Namun bila tebakannya salah, dia bisa rugi."
Mike tidak menyarankan spekulasi karena bisa saja orang salah tebak. "Saya jarang melakukan aktivitas spekulasi karena secara psikologi ada ongkos ketidak pastian."
Uniknya, Mike juga mengatakan, ada cara menabung emas yang dananya dari pinjaman. "Dalam hal ini, kita perlu memerhatikan jumlah pokok pinjaman dengan bungan yang mesti dibayar nantinya. Apakah nilai jual emasnya bisa menutupi semua biaya pinjaman tadi atau tidak. Makanya membeli emas dari uang utang, emasnya mesti disimpan untuk jangka panjang. Jika cicilannya selama tiga tahun, emas sebaiknya disimpan dalam jangka panjang, misalnya 5-10 tahun."
Henry Ismono
KOMENTAR