Minggu (21/10) lalu, tubuh Sri Agustina (16) ditemukan kaku disebuah hotel melati di kawasan Batang, Jawa Tengah. Hasil otopsi menyatakan anak kedua dari tiga bersaudara ini tewas akibat terlalu banyak mengonsumsi obat-obatan terlarang. Namun, petugas Polres Batang menduga kematian Sri tidak wajar. Polisi bergerak mengumpulkan informasi. Sebuah titik terang pun muncul.
Ternyata, Sri Agustina jadi korban kejahatan. Ia diduga jadi korban asusila oleh 7 pemuda. Tragisnya, oleh salah satu pelaku, ia dicekoki 30 butir pil jenis dextro. Enam dari 7 tersangka sudah berhasil diringkus polisi. Karena korban masih di bawah umur, para tersangka bakal dijerat Pasal 81 UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Perempuan dan Anak dengan ancaman pidana kurungan penjara maksimal 15 tahun.
Kepergian gadis berkulit putih itu tentu saja membuat keluarganya berduka. Namun, ayah korban, Waryitno (41) mencoba tegar. Ditemui dirumahnya, pria yang kerap disapa Yitno ini mengaku ikhlas dan memasrahkan semuanya kepada pihak penegak hukum. "Tak ada yang bisa saya lakukan, kan? Saya hanya berharap anak saya dapat keadilan. Semoga pelaku mendapat hukuman yang setimpal atas perbuatannya dan tidak mengulangi lagi," harap ayah tiga orang anak ini pelan.
Disinggung mengenai musibah yang tengah merundung keluarganya, Yitno enggan menanggapi terlalu jauh. "Saya bersyukur dan mengapresiasi pihak kepolisian cepat tanggap dan berhasil menangkap pelakunya. Saya berharap 1 tersangka lain juga segera tertangkap atau menyerahkan diri agar segera diproses lebih lanjut," katanya.
Sebagai salah satu pengurus desa yang biasa memberikan penyuluhan seputar Keluarga Berencana (KB), Yitno merasa semakin terpukul. "Sebagai orang yang biasa diminta untuk memberi penyuluhan seputar KB termasuk hubungan bebas antar remaja dan narkoba, saya sangat terpukul. Kenapa tidak? Anak kedua saya 'pergi' dengan cara seperti ini. Seperti bumerang. Saya semakin terpukul, kecewa dan malu."
Dikisahkan Yitno, ia sebenarnya terlambat mengetahui kabar kematian anaknya. "Soalnya ketika ditemukan pada Minggu (20/10) pagi, anak saya tidak membawa identitas diri. Belakangan polisi berhasil menangkap pelaku. Salah satu tersangka mengatakan, anak saya itu tinggal di Desa Bandar, Batang, Jawa Tengah. Butuh waktu sekitar 6 jam sampai akhirnya polisi mengabarkan kejadian ini pada saya. Polisi itu menunjukkan foto di teleponnya. Begitu saya melihat foto itu, saya langsung yakin itu anak saya," bebernya.
Yitno langsung diantar polisi melihat jenazah putrinya. "Anak saya masih di Puskesmas Subah. Kondisinya sangat memprihatinkan, seakan enggak percaya jika itu putri saya. Ketika saya buka kain penutup wajahnya, saya langsung mengenali bahwa itu adalah putri kedua saya. Langsung lemas sekujur badan saya, hancur perasaan saya. Setelah yakin itu anak saya, polisi kemudian membawa jenazahnya untuk diautopsi di Rumah Sakit Umum," kenang Yitno.
Beberapa hari sebelum kejadian menurut Yitno, tak ada sesuatu yang aneh pada putrinya. "Semua berjalan biasa-biasa saja, dia tetap bawel seperti biasa. Jumat (19/10) pagi kami sama-sama membereskan tempat penyimpanan kayu bakar di belakang rumah. Siangnya saya berangkat ke masjid untuk menunaikan salat Jumat."
Pulang dari masjid, Yitno tidak menemukan Sri Agustina atau Tina, "Saya pikir Tina main ke rumah adik ipar saya yang kebetulan masih bertetangga. Memang kebiasaan dia seperti itu," tuturnya.
Sore menjelang, Tina tak juga kunjung pulang. Yitno pun jadi cemas. Apalagi, tiba-tiba saja tubuhnya terasa kurang enak. "Perut saya kembung, saya enggak tenang dan enggak bisa tidur. Sampai pukul 3 pagi perut saya juga tak kunjung sembuh dan Tina belum juga pulang."
Yitno coba menyambangi rumah adik iparnya untuk mencari Tina. "Ternyata Tina juga tidak ada di situ. Saya kembali berpikir, mungkin Tina menginap di rumah ibu saya yang tinggal di kampung sebelah. Saya kembali pulang dan meminta mertua untuk mengeroki badan saya. Meski begitu, saya juga masih belum dapat tidur. Selain karena sakit, saya juga khawatir akan keberadaan Tina."
Pagi menjelang, Tina belum juga terlihat. Yitno semakin khawatir. Ia kembali mencari tahu keberadaan Tina. Pencariannya sia-sia, hingga akhirnya polisi menyambangi rumahnya. "Paginya memang ada suara burung prenjak. Menurut orangtua, suara burung prenjak itu sebagai pertanda akan datang musibah. Tapi saya becandain saja. Ketika mendengar suara burung prenjak itu, saya bilang gini 'Kalau mau kasih rejeki silakan datang, masuk kerumah.'," ungkapnya.
Entah pertanda tersebut benar atau tidak, "Enggak lama datang benar kabar buruk itu. Tina 'pergi' untuk selamanya. Memang semua manusia pasti akan kembali ke Sang Pencipta, tetapi saya enggak menyangka Tina akan pergi secepat ini. Terlebih dengan cara seperti ini," ucapnya sedih.
Edwin Yusman F / bersambung
KOMENTAR