Buah kuning merona yang biasa disebut labu atau waluh ini bisa dibilang masih sagat jarang dikonsumsi. Kalau pun ada, olahan labu terbatas untuk dibuat kolak. Sementara di kawasan Kopeng, Semarang, Jawa Tegah, Labu sangat mudah ditemui karena ditanam sebagai tanaman tumpang sari dengan tanaman tembakau. Hal ini yang kemudian dilirik Nanik untuk mencoba megolah labu menjadi beragam penganan.
"Harga labu sangat murah disana, saya coba membantu petani sejak tahun 2003 dengan menjadikan labu sebagai bahan pembuatan geplak. Dulu enggak langsung banyak produksinya, saya buat hanya menjelang Lebaran saja," tuturnya.
Dari geplak, tiga tahun kemudian Nanik mulai berani menambah jumlah produksi dan jenis makanan lain, tak hanya makanan tradisional seperti emping dan pia. Makanan seperti cheese stick dan eggroll pun bahan bakunya bisa ditambahi labu. "Tepung dan labu menjadi campuran yang pas. Justru makanan yang ditambah labu jadi terasa lebih enak. Bahkan pada 2010 lalu saya coba membuat sirup labu dan ternyata cukup disukai," ungkap Nanik yang biasa menghabiskan 1 kuintal labu per bulan dengan omzet Rp 10 juta.
"Produk ini tak hanya dijual di Semarang, tapi sudah sampai Lampung. Mulai banyak daerah lain yang tertarik. Sekarang juga makin banyak kunjungan dari banyak daerah, misalnya Lampung dan Palu (Sulteng). Saya juga bekerjasama dengan LSM dan sejumlah kampus. Ya, sudah banyak yang datang untuk studi banding soal penganan labu ini."
Usaha yang ditekuni Nanik juga membawa rezeki bagi warga sekitar. Tak hanya petani, para tetangga pun mulai membantunya untuk memenuhi pesanan beragam produk labu buatannya.
Edwin Yusman F
KOMENTAR