Sekolah Kartini yang didirikan Ibu Kembar, Sri Irianingsih (Rian) dan Sri Rossiati (Rossi), tak menarik biaya sesen pun uang sekolah. Untuk masuk pun tak perlu administrasi. Bahkan buku, alat tulis, dan seragam diberikan gratis kepada siswanya. Tiap hari siswa mereka juga diberi makan. "Soalnya banyak yang berangkat dari rumah belum sarapan," kata Rian.
Mereka yang menuntut ilmu di Sekolah Kartini rata-rata merupakan anak-anak penduduk "haram" yang tinggal di gubuk-gubuk sementara. Jangankan Kartu Keluarga (KK), orangtua mereka bahkan tak punya KTP. "Sekolah mana yang mau menerima anak dari orangtua yang tak punya selembar surat pun dan tak dianggap warga DKI?" tanya Rossi.
Dengan Sekolah Kartini, Rossi dan Rian bertekad memutus rantai kemiskinan. "Dengan memiliki ijazah, alumninya bisa mengurus KTP dan memiliki KK," jelas Rossi yang terharu jika mendengar keberhasilan siswa-siswinya. "Kemarin saya baru dengar ada siswa yang sudah berani kredit motor dan gajinya Rp 1,7 juta."
Sayang, keberadaan Sekolah Kartini seakan selalu diiringi ancaman penggusuran dari Pemda DKI atau pemilik lahan yang mereka tempati. "Mulai dari sekolah di Pasar Rebo, Kali Sunter, Senen, kolong jalan tol, hingga sekarang ini, " tandas Rian yang mengaku hingga kini belum menerima surat relokasi. Ia juga mengaku lega karena PT KAI yang memiliki lahan tempat Sekolah Kartini didirikan ini mau menyediakan lahan pengganti, kendati lebih sempit.
Hanya ada satu jalan menuju kawasan yang terletak di Dupak, Surabaya (Jatim), yakni sebuah kolong jembatan tol yang sempit, gelap, dan kumuh. Gelapnya kolong jembatan, tak peduli siang atau malam, itulah yang kemudian membuat kampung berpenghuni 100-an keluarga ini dinamai Kampung 1001 Malam.
Dan Jumat (14/9) lalu, tampak keriuhan yang berpusat di musala Al Amin dekat kampung itu. Hari itu seakan muncul titik cerah bagi anak-anak Kampung 1001 Malam yang selama ini asing dengan pendidikan. Karena ketidakmampuan orangtua mereka, nyaris tak ada anak yang mengenyam bangku sekolah. Didit Hape, pendiri Sanggar Alang-Alang yang menampung anak-anak jalanan membawa kabar baik di hari itu. "Kami akan memberikan fasilitas pendidikan bagi anak-anak Kampung 1001 Malam. Baik formal maupun non-formal, akan kami bantu," janjinya.
Dengan pengalamannya mengasuh Sanggar Alang-Alang, Didit juga menjanjikan pembinaan keterampilan, seni, dan olahraga bagi anak didiknya. Semoga dengan hadirnya pendidikan di kampung nan gelap ini, titik terang tadi tak hanya menjadi sekadar fatamorgana.
Sukrisna, Gandhi
KOMENTAR