Rencana pelarian dirinya pun rupanya sudah dipikirkan dengan matang oleh Ja. Seusai memantau tukang memasang keramik, ia segera menjual seluruh perabotan di dalam rumah kepada tukang loak. Setelah rumah kosong, ia pun segera mengontrakkannya kepada Newi. Rencananya, Newi baru akan pindah ke rumah kosong itu selepas Lebaran.
"Saya lalu berangkat ke Purwakarta," ujar Ja seraya membawa serta sertifikat rumah milik keluarga besar istrinya itu. "Sempat saya pulang ke Surabaya pada tanggal 10 Agustus untuk melihat keadaan. Karena masih terlihat aman, saya kembali ke Purwakarta." Di sanalah, Ja ditangkap saat sedang tidur siang.
Pernikahan Ja dan Sunarsih, cerita Ja, sudah berjalan lima tahun. Mereka berdua bertemu saat sama-sama bekerja di Jakarta. Seiring berjalannya waktu, Ja lalu bertemu Rodiah dan menjalin asmara dengan janda asal Purwakarta ini. Atas seizin Sunarsih, lanjut Ja, ia pun menikahi Rodiah. "Pokoknya Sunarsih tahu saya menikah dengan istri muda, kok," imbuhnya.
Pasangan Ja dan Sunarsih, kata Ja, baru pindah ke Surabaya beberapa bulan lalu ketika Sunarsih hamil anak kedua. Rencananya, mereka akan menumpang di rumah Supiati hingga waktu melahirkan tiba. Sayang, anak kedua yang lahir prematur itu meninggal setelah hanya dua hari melihat dunia.
Saguni (55) dan istrinya, Manikem (55), adalah dua orang yang paling berduka atas kematian kakak beradik Sunarsih dan Supiati. Saguni yang tinggal tak jauh dari kediaman kedua korban ini adalah saudara tertua mereka. "Dengan Supiati, kami sangat dekat. Biasanya sehabis ambil gaji almarhum suaminya, dia memberi kami uang," kata Manikem yang ditemui Rabu (15/8) lalu di rumahnya.
Terhadap Ja, Saguni pun sudah lama merasa tak suka. Alkisah, lima tahun silam, setelah bercerai dengan suami pertamanya Sunarsih menikah dengan Ja. Anehnya, keluarga besar tak ada yang tahu asal muasal dan jati diri Ja. Yang Saguni tahu, "Sejak menikah dengan Ja, Sunarsih diporoti habis-habisan. Dua rumah warisan yang jadi hak Sunarsih habis terjual. Kami yakin itu atas suruhan Ja," ujar Saguni sembari menambahkan, Ja sudah lama menganggur.
Celakanya, empat sertifikat rumah warisan lain yang menjadi hak dirinya, Supiati, dan adiknya yang lain ada di tangan Sunarsih dan Ja. "Dulu kami memang menitipkan kepada mereka supaya tidak hilang," kata Saguni yang belakangan kesulitan meminta kembali sertifikat itu. "Kalau saya tanyakan, Ja malah marah dan bentak-bentak saya."
Semenjak menikah dengan Ja pula, lanjut Saguni lagi, kehidupan Sunarsih jadi tak karu-karuan. Kalau sudah tidak punya uang, biasanya pasangan ini pulang ke Surabaya dan menumpang hidup di rumah Supiati. "Mulai dari makan sampai beli rokok, semua Supiati yang tangung," papar Saguni. Termasuk untuk persalinan anak kedua Sunarsih yang akhirnya meninggal setelah dilahirkan, Supiati yang membiayai. "Makanya saya kesal sekali, sudah banyak dibantu, kok, adik saya dibunuh juga. Saya minta dia dihukum berat, sesuai perbuatannya," kata Saguni geram.
Gandhi Wasono M
KOMENTAR