Mengikuti banyak lomba merancang busana muslim, Jeny Tjahyawati kemudian bergabung di APPMI (Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia) pada 2006. Ia lalu fokus mengenalkan label Jeny by Jeny Tjahyawati di berbagai fashion show. Kemahirannya di dunia rancang busana muslim juga mengantarkan Jeny menerbitkan buku Gaya Praktis Berkerudung, serta ikut meramaikan ajang fashion show Islamic Fashion Festival VI Kuala Lumpur 2007 dan Expo Hong Kong Fashion Week 2009.
Jika dulu ia merancang baju berdasarkan momen hari raya Lebaran, kini Jeny konsisten menciptakan busana muslim yang trendi dan modern. "Konsepnya, busana bisa dipakai oleh dan yang tak berkerudung. Yang penting mix n match," papar lulusan terbaik Fashion Design ASRIDE (Akademi Seni Rupa & Desain) ISWI Jakarta. Keinginannya selaras dengan komunitas hijabi di Indonesia yang kian besar sejak 5 tahun belakangan. Dari segi bisnis, banyak negara luar melirik Indonesia menuju tren muslim dunia tahun 2020. Sebab di luar negeri, "Kebanyakan busana muslim model dan warnanya monoton. Jelas peluang ini sangat potensial."
Di ajang International Fair of Muslim World di Prancis tahun lalu, rancangan Jeny bertajuk Graciously Dynamic diilhami gaya wanita eksekutif yang aktif tapi tetap bergaya dinamis. Tanpa perlu mengumbar tubuh, sensualitas wanita hadir lewat warna, aksen, dan ornamen menarik. Yang berkesan, saat para desainer melakukan pemotretan di kota Mont Marte, koleksi Jeny yang diberi nama BaliMonoJuku langsung ditawar dan dibeli warga setempat. Padahal, baju itu akan dipakai untuk fashion show. Ada pula sekelompok perempuan yang menghampirinya, menanyakan karya Jeny yang mereka lihat di Facebook.
Segmen konsumen rancangannya berkisar di usia 25-50 tahun. Selain Indonesia, mereka berasal dari Oman, Malaysia, Prancis yang kerap pesan setelah melihat karyanya di internet. Ada juga yang langsung bertemu di workshop-nya di bilangan Cipinang, Jakarta Timur. Kekhasan rancangan Jeny terlihat dari ragam motif kain Indonesia. Ia juga bekerjasama dengan para UKM dan memberikan pelatihan.
"Mengangkat etnik dalam busana muslim sesuatu yang beda bagi pasar luar negeri. Kalau bukan kita, siapa lagi yang melestarikannya?" Jeny pun berpesan agar para desainer muda terus belajar dengan bekal ilmu dari sekolah fashion. "Mode selalu berulang tiap lima tahun, kita harus tahu sejarahnya. Namun diinovasikan dengan tren sekarang." Ia juga berangan-angan dapat mendirikan sekolah fashion khusus busana muslim. Sebab selain adanya permintaan, sudah banyak yang konsultasi soal fashion via telepon dan BBM.
Ade Ryani HMK
KOMENTAR