Bola mata Bagas langsung membulat tatkala ia terbangun lantaran terkejut mendengar deru mesin sepeda motor di halaman Rutan Serang, Rabu (14/11). Sebelumnya, ia terlelap di dekapan tantenya, Neti. Mereka datang ke rutan bersama Rachmat Roeslan, pengacara sang bunda. "Tadi menumpang mobil Pak Rachmat. Biasanya, sih, naik angkot," kata Neti."
Setiap hari, tutur Neti, ia harus dua kali bolak-balik ke Rutan Serang agar keponakannya mendapatkan ASI langsung dari ibunya. Kegiatan itu sudah dilakukannya sejak adiknya ditangkap polisi tanggal 13 Oktober lalu. "Sewaktu Nani masih ditahan di Polres Cilegon, saya juga sering membawa Bagas ke sana."
Nani ditangkap polisi lantaran dituduh menipu dan menggelapkan uang senilai Rp 65 juta milik pengusaha Reno Januar dalam perkara jual-beli rumah di kawasan Jl. Perdamaian, Kavling, Jombang, Cilegon, Banten. Sejak itu, Nani langsung dijebloskan ke dalam bui.
Belum Lepas ASI
Sejak Nani mendekam di penjara, nasib dua buah hatinya, Bagas dan Wira (7), jadi tak keruan. Apalagi suami Nani, Wahyu Diyono, sehari-harinya sibuk bekerja sebagai pemasok bahan kimia di sejumlah pabrik di Cilegon. "Dia, kan, harus cari uang buat kehidupan sehari-hari dan kadang pulangnya malam," cerita Neti yang kemudian mengambil alih pengasuhan Bagas.
"Bagas sebenarnya anteng, tapi malam selalu rewel dan maunya digendong terus sampai tertidur. Bahu saya rasanya sampai mau patah," kata ibu dua anak ini. Rewelnya Bagas, lanjut perempuan kelahiran Bandung ini, akibat kebiasaan Bagas yang sebelum tidur harus mendapat ASI ibunya. "Saya ganti dengan susu formula, tapi susah. Kecuali pas benar-benar lapar dia baru mau minum. Itu pun cuma sedikit."
Kondisi Bagas yang belum bisa lepas dari ASI memaksa Neti mau tak mau dalam sehari dua kali membawa Bagas ke Rutan Serang. "Pagi saya ke rutan. Begitu buka langsung mendaftar dan masuk. Setelah Bagas kenyang dan tertidur, langsung saya bawa pulang. Sorenya balik lagi ke rutan. Pulang ketika jam besuk sudah habis."
Lantaran di rutan tak ada ruang khusus untuk menyusui, Nani diperbolehkan menyusui buah hatinya di ruang Kepala Keamanan Rutan Serang. "Untuk urusan menyusui di rutan, sebenarnya tak ada masalah. Bahkan kami bisa datang kapan saja asal masih di jam besuk," kata Neti.
Saat Nani dipindahkan ke Rutan Serang, terbersit rencana Bagas akan tinggal bersama ibunya di dalam rutan dan sudah mendapat lampu hijau dari Kepala Rutan Serang, Veri Johannes. "Tapi melihat ruang tahanan wanitanya cuma satu kamar dan dihuni sekitar sembilan orang, rasanya kasihan jika Bagas harus tinggal di situ. Makanya kami bawa pulang lagi."
Sebenarnya, lanjut Neti, banyak pihak yang menyarankan agar selama di tahanan Nani menyimpan ASI agar Bagas bisa tetap minum ASI saat malam hari. "Tapi, kan, perlu tempat khusus untuk menyimpan ASI. Kalau, toh, kami bisa beli alatnya, apa mungkin bisa ditaruh di rutan? Lagipula bagaimana belinya? Kami tak punya uang. Buat ongkos angkot sehari-hari ke sini saja, sudah ngos-ngosan," tutur istri dari Heru, karyawan Krakatau Steel, Cilegon. Apalagi, dua anak Neti juga perlu biaya sekolah.
Padahal, selain Bagas, Neni juga harus merawat Wira, kakak Bagas. Sehari-hari siswa kelas 2 SD IV Cilegon ini tinggal bersama ayahnya di kompleks perumahan Metro Villa. Sejatinya, kompleks ini tergolong cukup mewah untuk wilayah Cilegon. Namun rumah yang ditempati keluarga Nani kontras dengan rumah para tetangganya. Dari luar tampak berantakan, baru separuh jadi. Beberapa kanopi di atas jendela ruang tamu pun belum selesai dibeton. Yang terlihat hanya rangkaian besi yang sudah berkarat.
Tak ada taman asri seperti di rumah para tetangganya. Di samping pintu masuk terlihat rak sepatu berdebu. Di atasnya bertengger helm yang sudah lama tak dipakai. Sayup-sayup terdengar suara teve dari dalam. Ketika pintu dibuka, muncul seorang bocah lelaki yang masih berseragam sekolah. Mata Wira, bocah itu, seketika berbinar melihat kedatangan tantenya yang menggendong Bagas. "Uwak, besok libur, Wira mau ke rumah Uwak, ya," kata Wira yang hingga jam 16.00 itu belum makan. Neti segera meletakkan Bagas di tempat tidur, menuju dapur, dan tak lama kemudian tersaji semangkok mi instan dan sepiring nasi. Sekejap kemudian semuanya tandas disantap Wira sambil lesehan di lantai.
Selain harus mengurus Bagas, keluarga Neti juga harus sering menjenguk Wira yang kini tinggal berdua ayahnya. Beruntung, bocah kelas 2 SD ini sangat mandiri. Pulang sekolah dengan mobil jemputan, Wira menunggu sendirian di rumah sampai ayahnya pulang kerja.
Sesekali, suami Neti menengok keponakannya sambil membawakan makan siang. Jika suaminya tak bisa, Neti minta Tia (anak sulungnya, Red.) yang kuliah di Untirta Serang mengirim makan siang untuk Wira. Kadang ayah Wira juga pulang untuk mengantar makanan. "Kalau mereka tak bisa, saya yang datang. Kasihan Wira."
Sejak Nani mendekam dibui, dua anak itu juga sering sakit-sakitan. "Terakhir Wira demam tinggi, kena campak. Bagas malah sudah kena duluan," terang Neti yang semula bingung saat Wira tanya ke mana ibunya pergi. "Akhirnya keluarga sepakat kasih jawaban, ibunya sedang kuliah di Jakarta. Dia pun tak tanya-tanya lagi."
Jual Apa Saja
Entah sampai kapan Neti harus menjalani ini. Pasalnya, permohonan penangguhan penahanan yang diajukan pengacara Nani sampai kini belum direspons pihak kepolisian hingga berkas Nina dilimpahkan ke Kejaksaan Serang dan menunggu sidang yang rencananya akan digelar di PN Serang pekan depan.
Sebenarnya, papar Neti, keluarga besarnya sudah berusaha mencari uang jika pihak Reno Januar mau mencabut laporannya dan menyelesaikan masalah ini secara damai. "Suami saya sudah menyanggupi cari uang, entah dengan cara pinjam atau jual barang yang ada. Tapi rupanya mereka memilih melanjutkan masalah ini."
Walau sejatinya bukan sesuatu yang mudah untuk mendapat uang sebanyak itu bagi keluarga Neti, "Tapi daripada repot begini, mending jual apa saja yang kami punya." Namun yang penting, lanjut Neti, "Kalau masalah ini selesai, Bagas dan Wira bisa kumpul lagi dengan ibunya. Kasihan anak-anak itu."
Sukrisna / bersambung
KOMENTAR