Warga Desa Sumber Agung, Kecamatan Wates, Kabupaten Kediri, Jumat (2/11) digegerkan temuan mayat seorang gadis di kebun tebu. Kala itu, seorang warga tengah membajak lahan tebu. Tiba-tiba, ia melihat sepasang kaki. Warga ini pun melaporkannya ke pamong setempat lalu diteruskan ke polisi. Jajaran petugas Polsek Wates dan Polres Kediri pun segera melakukan olah TKP.
Ternyata, warga mengenali mayat itu adalah penduduk setempat. Ia bernama Sariyani (20). "Mayat ini ditemukan di kedalaman sekitar 50 cm. Lalu, ia kami bawa ke RS Bhayangkara untuk diotopsi. Hasil pemeriksaan menunjukkan, mayat itu korban pembunuhan," ujar Kasubbag Polres Kediri AKP Budi Nurtjahjo, SH, didampingi Polres AKBP Dheny Dariady, SIK.
Langkah yang kemudian dilakukan petugas, memeriksa keluarga Sariyani. Yakni kedua orangtua dan adik lelaki Sariyani yang bernama Dw (15). Kurang dari 24 jam, petugas akhirnya berhasil mengungkap kasus ini.
"Ternyata pelakunya Dw bersama seorang temannya ND (16)," ujar Budi seraya mengatakan, pelaku dikenakan pasal 338 KUHP dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara. "Karena pelaku masih di bawah umur, sesuai perundangan, kami tentu melakukan pemeriksaan khusus, beda dengan orang dewasa."
Menghilangkan Jejak
Apa yang membuat Dw tega menghabisi kakak perempuannya? Kepada NOVA Dw mengaku, Senin (29/10) lalu, "Saya diminta orangtua mencari Mbak Sari. Sudah tiga hari dia enggak pulang. Sebelumnya, orangtua sudah mencari ke mana-mana. Terakhir, saya diajak Ibu ke orang pintar. Katanya, kami enggak usah khawatir. Mbak Sari ada di Dusun Bangkok, masih di daerah Wates," ujar Dw.
Dw paham tabiat kakaknya. Ada kemungkinan besar kakaknya menolak diajak pulang. Itu sebabnya, ia minta tolong sahabatnya, ND, untuk bersama-sama mencari. Bila kakaknya tak mau pulang, ia berniat memaksanya. Dw mengatakan, kakaknya kurang normal meskipun bisa diajak komunikasi.
Sekitar pukul 19.00, Dw berboncengan motor dengan ND, mulai mencari Sari. Sepanjang perjalanan ia menengok kanan-kiri berharap menjumpai sang kakak. Sepeda motor ia lajukan pelan-pelan. Sampai di suatu rumah di Dusun Bangkok, "Saya lihat Mbak Sari sendirian, enggak tahu apa yang dia kerjakan."
Dw menghentikan motornya dan menemui Sari. "Saya ajak pulang tapi dia menolak. Saya jadi kesal. Lalu saya tampar wajahnya. Saya paksa dia pulang," papar Dw dengan wajah menunduk. Sari lalu diapit di tengah-tengah antara Dw yang mengendalikan motor dan ND yang dibonceng paling belakang untuk menjaga Sari.
Namun sepanjang perjalanan Sari berteriak dan meronta-ronta. Motor pun jadi oleng. Sembari terus melajukan motornya, "Saya minta ND menutupi mulutnya. Saya, kan, malu dengar Mbak Sari teriak-teriak. Dikira warga saya melakukan perbuatan jahat."
ND mencoba membekap Sari. Karena Sari terus meronta, ND mengaku tak sengaja mencekik leher Sari. Akibatnya, tak lama kemudian Sari jadi lemas. Ia tak lagi berteriak. Bahkan, tubuhnya melunglai. Melihat keadaan kakaknya, Dw jadi kebingungan. Sampai di kebun tebu yang sepi dan gelap. Ia memberhentikan motornya. Ia ketakutan, "Rupanya, Mbak Sari sudah meninggal. Saya takut dimarahi orangtua," ujar pelajar kelas 3 SMP ini.
Tak hanya itu, Dw juga mengaku gugup, takut, panik. Yang ada dalam benaknya justru ingin menghilangkan jejak. Melihat suasana kebun tebu yang sepi dan jauh dari perumahan, ia berniat menguburkan kakaknya di situ. Tubuh kakaknya ia bopong ke tengah kebun, persis di pinggir sungai. Ia pun sempat pulang ke rumah membawa sejenis sabit besar untuk alat menggali.
Dw mengaku sempat memukul tubuh kakaknya untuk memastikan Sari benar-benar sudah tewas. Di malam pekat itu, Dw pun menggali tanah dibantu ND. Butuh waktu lama. "Saya enggak tahu sampai berapa jam. Tanahnya gembur, tak terlalu sulit digali. Saya juga enggak tahu persis berapa kedalamannya. Yang pasti saya perkirakan bisa untuk mengubur Mbak Sari."
Dikatakan Dw, ia mengaku iba ketika harus memasukkan jasad kakaknya ke liang yang dibuatnya. Ia juga cemas dan khawatir. Namun ia menepis perasaannya karena takut perbuatannya ketahuan. "Selanjutnya, saya pulang ke rumah."
Seolah tak ada kejadian apa-apa, kepada orangtuanya, pasangan Parmin dan Kartiyah, Dw mengaku tak berhasil menemukan kakaknya. Malam itu, ia mengaku tidur sambil dihantui perasaan bersalah. Ia coba melupakan malam jahanam itu dengan tetap beraktivitas biasa dan tetap bersekolah. Beberapa hari ia merasa aman sampai akhirnya tersiar kabar jasad kakaknya ditemukan. "Saya pun mengakui perbuatan saya ke polisi," ujarnya lirih.
Dw menegaskan, ia sama sekali tak berniat membunuh kakaknya. "Namun saya mengaku bersalah. Mestinya, saya lebih sabar menghadapi Mbak Sari. Saya benar-benar menyesal. Apalagi dengan kejadian ini, masa depan saya jadi suram. Kasihan orangtua saya," kata Dw dengan mata mulai berkaca-kaca.
Dikatakan Dw, ia hidup dalam keluarga yang pas-pasan. Ayahnya, kerja sebagai tukang tambal ban, sedangkan ibunya mencari rumput untuk ternak. "Sebenarnya, orangtua ingin menyekolahkan saya setinggi mungkin. Saya juga ingin membahagiakan orangtua. Tapi sekarang jadi begini. Kalau ketemu orangtua, saya ingin minta maaf, sudah menyusahkan mereka."
Dw mengakui, di tengah keterbasannya sebenarnya sang kakak sosok yang baik. "Kalau Mbak Sari punya uang, saya selalu dikasih. Saya enggak tahu dari mana Mbak Sari dapat uang. Mungkin orang iba melihat kondisinya," katanya.
Untuk mengisi hari-harinya selama dalam tahanan, Dw mengaku banyak berdoa. "Saya salat dan baca Alquran. Saya mohon Allah mengampuni dosa saya. Saya juga berdoa agar arwah Mbak Sari diterima di sisi Allah. Saya menyesal dan minta maaf padanya."
Terkadang, Dw ingat teman-teman sekolahnya. Rasanya ia ingin kembali ke sekolah. Apalagi, ia mestinya menghadapi ujian tahun depan. Ia pun terpaksa melupakan masa SMA-nya yang ia rasa sulit untuk diraihnya.
"Saya belum tahu bagaimana masa depan saya. Mungkin saya akan belajar jadi montir agar bisa kerja di bengkel. Jadi saya punya keterampilan untuk modal kerja. Tapi kalau tetap enggak bisa, ya kerja apa saja lah yang penting halal."
Henry Ismono / bersambung
KOMENTAR