Dengan air mata berlinang, perempuan yang memiliki cacat di bibir ini mengisahkan awalnya dia bertemu dengan majikannya Richard Simamora dan Lisbeth Oktaviarni br Simbolon. Saat itu Tri dikenalkan saudaranya di Jawa untuk bekerja di rumah ortu Lisbeth.
"Saya sempat dua bulan kerja di rumah orang tua Lisbeth di Tanjung Duren, Jakarta Barat. Saya digaji Rp 300 ribu per bulan. Lalu, Lisbeth membawa saya ke Medan untuk dipekerjakan di rumahnya. Yang saya kerjakan semua pekerjaan rumah tangga hingga membersihkan kamar majikan. Saya digaji Rp 450 ribu per bulan."
Dua tahun bekerja dengan Lisbeth dan Richard, sikap majikan baik-baik saja. "Tiap bulan Lisbeth memberi saya gaji. Tapi, kadang-kadang dia menyimpan gaji saya atau mengirim ke kampong," aku Tri yang cuma tamatan SD.
Setelah lewat dua tahun peringai dan sikap Lisbeth mulai kasar dan berubah. "Dia jadi suka mukul saya. Sehari-hari Lisbeth yang suka mukul saya. Kalau pak Simamora tak pernah. Kalau saya sudah dipukul ibu, tangan dan kepala saya dipegang bapak. Kata bapak, hati-hati kerja ya nak. Lisbeth memang bertemperaman kasar dan keras kepala. Sebenarnya bapak sudah tahu perbuatah istrinya tapi bapak juga takut dengan ibu, " ujar Tri mengaku cacat di bibirnya sejak dia lahir.
Memang, kata Tri, Lisbeth suka memukul kalau sedikit saja pekerjaannya salah. "Kerja saya salah ibu suka marah, tangan saya sering dipukul pakai palu, pipi dipukul pakai senter, kepala dibenturkan ke tembok dan wajah saya disiram pakai minyak goring panas. Memang sakit , tapi sakit itu hanya bisa ditahan dalam dada. Kalau ibu sudah mukul saya, saya lari kebelakang dan menahan tangis takut kalau ibu dengar tangisan saya. Nggak tahu kenapa ibu luar biasa bencinya pada saya.Padahal, saya tak pernah digoda bapak," aku anak petani ini.
Tak cuma itu, lanjut Tri, tangannya juga juga sering disayat dengan garpu sampai berdarah. "Sehari-hari saya bangun sejak pukul 05.00 wib dan tidur pukul 24.00 wib. Memang sesekali ada juga istirahat. Yang saya perhatikan sehari-hari ibu dan bapak ini seringnya bertengkar-tengkar kecil saja. Kalau ibu tak suka dengan tingkah bapak dia suka marahi bapak tapi tak sampai pukul-pukulan," kata putri sulung pasangan Hardi dan Tuningsih.
Sehari-hari, kata Tri, bapak pergi kerja sejak 06.30 wib dan pulang 18.00 wib. " Bapak adalah dosen. Tapi, saya tak tahu dosen dimana. Kadang saya sering diajak majian saya makan diluar. Apalagi mereka belum punya anak," ujar Tri tersendat.
Selama 4 tahun bekerja di rumah Lisbeth, Tri sudah dua kali pulang kampug, tahun 2008 dan 2010. "Mudah-mudahan setelah kejadian ini, orangtua di kampung lihat saya di Televisi. Jadi, saya bisa dijemput mereka ke Medan. Saya mau pulang saja. Saya sudah tahu Lisbeth itu sudah ditahan tapi saya minta bapak jangan ditahan. Bapak tidak salah sama saya," ujar Tri berharap.
Menurut Koordinator Puspa PKPA Azmiati Zuliah, SH,MH dan Staff Advokasi Suryani Guntari, SH yang mendampingi Tri mengaku Tri baru boleh pulang setelah selesai proses hukumnya. "Sementara ini kami mencari rumah aman buat dia dan selanjutnya koordinasi dengan pemerintah setempat mengenai kondisi Tri kedepannya."
Saat ditemui tabloidnova.com di Polsek Medan Barat, Rabu (7/11) Lisbeth enggan berkomentar. "Saya tidak mau diwawancara apalagi di foto," kata wanita berparas cantik ini. Menurut Lisbeth, dia khilaf dan salah serta sangat menyesali perbuatannya. "Saya sangat menyesal sekali," ujar Lisbeth dari belakang ruang tahanan.
Kapolsek Medan Barat, Kompol Nasrun Pasaribu melalui Kanit Reskrim Iptu Syarifur Rahman SH, SIK menjelaskan, sejak Minggu (5/11) Lisbeth sudah ditahan. Motif peristiwa ini karena Lisbeth kesal dengan pekerjaan Tri yang sering salah. " Kami juga akan memeriksa psikologisnya. Untuk perbuatannya Lisbeth akan dijerat UU KDRT Pasal 44 UU No 23 thn 2004 tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga."
Debbi Safinaz
KOMENTAR