"Kaysa... Kaysa..." Suara panggilan Nurbaeti (29) kepada anak bungsunya Kaysa Ivanna Salsabila yang usianya belum genap 4 tahun, begitu menyayat hati. Sapaan itu masih kerap muncul dari mulutnya. Padahal, Kaysa sudah meninggal Sabtu (25/8), sekitar pukul 21.00 lalu. "Kepergiannya begitu mendadak. Kematiannya pun tidak wajar. Kaysa dibunuh dengan cara sadis oleh ayah kandungnya sendiri. Kelakuannya benar-benar seperti binatang," ujar Sofyan (49), kakak Nurbaeti.
Sofyan menambahkan, kematian Kaysa yang begitu tragis itulah yang membuat Nurbaeti begitu terpukul. "Bukan hanya Nurbaeti, tapi kami sekeluarga juga sangat terpukul. Dibekap saja anak sekecil Kaysa pasti meninggal. Tapi, ia dibunuh dengan senjata tajam sampai berdarah-darah," kata anak ke-2 dari 12 bersaudara ini.
Dikisahkan Sofyan, tragedi berdarah ini bermula ketika Kaysa dijemput Siti Fatonah, neneknya, untuk diajak menginap di rumahnya di kawasan Jl. Raya PKP, Ciracas, Jakarta Timur. Ceritanya, orangtua Kaysa pasangan Nurbaeti dan Ivan (32), sudah cerai sekitar tiga tahun lalu. Pasangan ini punya dua putri, Nella dan Kaysa. "Nella ikut keluarga ayahnya di Ciracas, sedangkan Kaysa tinggal bersama keluarga kami," ujar Sofyan yang tinggal di kawasan Warung Buncit, Jakarta Selatan
Menjelang Lebaran, Nella tinggal bersama sang ibu. Selama seminggu itu, Nella tinggal bersama ibunya dan Kaysa. Tentu saja anak-anak senang bisa berkumpul. Nah, hari Jumat, sang nenek menjemput Nella sekaligus mengajak Kaysa ke rumahnya. "Semula Kaysa enggak mau. Namun, akhirnya bersedia juga ikut ke rumah neneknya," tutur Sofyan yang rumahnya bersebelahan dengan tempat tinggal Nurbaeti.
Tidak ada yang aneh semenjak kepergian Kaysa. "Sebab, sudah biasa Kaysa ke rumah neneknya, atau sebaliknya Nella tinggal di sini. Sejak adik saya cerai, hubungan keluarga memang tidak putus. Bahkan, saat Lebaran lalu, saya juga bersilaturahmi ke rumah keluarga mantan besan," papar Sofyan.
Akan tetapi ketenangan Sofyan terusik ketika Minggu dini hari, ia mendapat telepon dari keluarganya. Ia menerima telepon duka. Isinya, "Kaysa meninggal karena kecelakaan. Saya belum diberitahu kejadian sesungguhnya," ujar Sofyan yang saat itu tengah berada di kerabat di Bogor. Dalam perbincangan pendek di telepon itu, Sofyan diminta datang ke Polsek Ciracas.
Barulah Sofyan mendengar kabar yang sebenarnya. Malam itu, Sabtu (25/8), Kaysa tidur bersama Ivan di kamar. Sekitar jam 21.00, entah kenapa, tiba-tiba saja Ivan mengambil celurit dan menebas leher buah hatinya, sampai nyaris putus. "Saya tak habis pikir, kenapa dia bisa sekejam itu pada anaknya," kata Sofyan dengan mata basah.
Ketika sampai di Polsek Ciracas, tutur Sofyan, Ivan sudah diamankan petugas. "Saya sempat bertanya, kenapa dia tega menyakiti anaknya. Tapi, dia hanya menjawab 'enggak tahu.'" Belakangan pula Sofyan mendapat informasi, setelah membunuh Kaysa, Ivan menghampiri ibunya di ruang tamu. Ia mengatakan baru saja membunuh Kaysa. Keluarga pun bertindak dan menyerahkan Ivan ke polisi.
Kejadian yang begitu tiba-tiba ini, tutur Sofyan, mengguncang batin keluarganya, terutama Nurbaeti. "Malam itu, adik saya terus-menerus menangis. Begitu pula dengan Nella yang malam itu kabarnya tidur di rumah kerabat yang lain. Sungguh enggak tega bila ingat Kaysa yang masih balita mengalami kesakitan menjelang meninggal. Kasihan dia."
Jasad Kaysa sempat dibawa ke RSCM untuk pemeriksan sekaligus autopsi. Keesokan harinya, jasad bocah cantik itu dimakamkan di pemakaman keluarga di kawasan Warung Buncit. "Yang kami sayangkan, sejak kejadian itu sampai sekarang, tidak ada satu pun keluarga Ivan yang datang ke sini untuk minta maaf. Kami kecewa," papar pria yang punya usaha konveksi di Cipulir ini.
Bagi Sofyan, motif di balik kejadian ini masih sulit dimengerti. "Saya sempat mendengar kabar, Ivan kecewa karena mantan istrinya mau menikah lagi. Saya enggak tahu dari mana ia mendengar kabar ini. Padahal, semuanya enggak benar. Tapi, kalau pun benar, apa urusannya? Toh, adik saya dengan Ivan sudah resmi cerai," kata Sofyan memendam kesal.
Sofyan hanya bisa menduga-duga. Apakah mungkin Ivan melakukan itu karena pengaruh ilmu tertentu. "Yang saya tahu, selama ini ia tampak bersikap sopan. Sering, kok, dia main ke sini untuk bertemu Kaysa. Kami pun menerima dia dengan baik. Kami, kan, tidak boleh memutus hubungan antara ayah dan anak. Saat ke mari, kadang saya ikut ngobrol dengannya. Orangnya, sih, tampak baik dan sopan."
Hanya saja saat menemui Kaysa, ayahnya jarang sekali memberikan uang saku. "Sebenarnya kami maklum saja. Dia, kan, enggak punya pekerjaan tetap. Selama ini, ia membantu ayahnya yang jualan rak. Makanya, untuk mencukupi kebutuhan keluarga, Nurbaeti mesti bekerja. Saat adik saya bekerja, Kaysa bersama kami. Kadang saya juga menyuapi dia. Ah, anaknya baik sekali."
Tak jarang Kaysa tidur di rumah Sofyan. "Dia sudah seperti anak saya sendiri. Kebetulan saya, kan, tidak punya anak. Kalau saya baru datang dari bepergian, Kaysa selalu menjemput. Lalu, dia minta dibonceng motor. Anaknya pintar dan sangat ceria. Juga dekat dengan semua orang. Coba tanyakan kepada tetangga sekitar. Semua suka padanya. Makanya, ketika ia meninggal banyak yang kehilangan," kata Sofyan dengan terbata-bata.
Sofyan masih ingat dengan keceriaan Kaysa. Beberapa waktu lalu, ayahnya memberi beberapa ekor ayam yang masih kecil. "Bersama Kaysa, saya ikut merawat ayam itu. Saya membuatkan kandang. Sekarang, ayam-ayam itu sudah besar. Wah, Kaysa senang sekali memelihara ayam."
Di kala lain, Kaysa ikut menemani Sofyan saat berbuka puasa beberapa waktu lalu. Si kecil Kaysa memang belum penuh puasa. Namun, ia senang menemani paman-pamannya berbuka. Celotehnya selalu menyegarkan suasana keluarga. "Sungguh dia anak yang sangat menyenangkan."
Kini, Sofyan dan keluarganya hanya berharap polisi mengusut tuntas kasus ini. "Soal hukuman buat Ivan, kami serahkan kepada yang berwajib. Kini, kami konsentrasi pada Nella. Ia tentu trauma dengan kejadian ini. Makanya, sekarang ia kami bawa ke sini. Kasihan dia, adiknya meninggal, ayahnya mesti dipenjara."
Tiba-tiba dari dalam rumah Nurbaeti berseru, "Sudah-sudah ceritanya." Buru-buru Sofyan berujar, "Sudah, ya. Adik saya memang stres bila ada yang bercerita tentang Kaysa." Kepergian balita malang itu memang begitu mengguncang keluarganya.
Henry, Gandhi / bersambung
Berita yang lebih lengkap dan dalam ada di Tabloid NOVA. Belinya enggak repot, kok.
Sahabat NOVA bisa pilih langganan di Grid Store, atau baca versi elektroniknya (e-magz) di Gramedia.com, MyEdisi, atau Majalah.id.
KOMENTAR