"Pak hakim, maaf, putusan15 tahun kami tidak terima.. Ini anak-anak kami, harusnya seumur hidup," demikian kata-kata Yadi sebelum akhirnya Majelis Hakim memerintahkan petugas keamanan menyeretnya keluar.
Pasca kejadian kecelakaan maut Tugu Tani yang melibatkan Afriyani, Yadi telah kehilangan satu-satunya anak harapan masa depannya.
"Saya memang jengkel dan sampai berdiri," tandasnya ketika ditemui tabloidnova.comdi luar ruang sidang pasca pembacaan putusan, Rabu (29/8).
Menurutnya, sumber dari kekecewaannya karena dirinya sudah kehilangan anak satu-satunya. Begitu pula dengan keluarga 8 korban jiwa Tragedi Tugu Tani lainnya. Semenjak awal pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum, keluarga korban berharap Afriyani diganjar hukuman penjara seumur hidup atau paling tidak penjara 20 tahun. Alasannya, sudah barang tentu banyaknya korban jiwa dan jalan kematian yang sulit diterima keluarga korban.
Selain itu, hingga pembacaan putusan Hakim, Yadi merasa tidak disebutkan sama sekali soal adanya beberapa bukti pil ekstasi yang ada saat kejadian. "Tadi saya sudah mau ngomong tapi keburu diseret polisi. Jadi tidak bisa," ungkapnya kesal.
Masih menurut Yadi, narkoba yang seharusnya menjadi bukti yang dapat memberatkan hukuman Afriyani itu tadinya ada dan disimpan pengacara terdakwa. "Ini sepertinya sudah ada permainan," keluhnya curiga.
Yadi yang sejak pukul 8 pagi telah berangkat ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pun, akhirnya harus pulang dengan lesu dan kecewa. Tadinya dirinya berharap sekali dapat mendengarkan putusan hakim yang akan menjadi pengobat rasa kehilangan anak satu-satunya.
"Ya, saya mendengar ini tadi kecewa. Saya akan terus mengikuti sidang-sidang selanjutnya sampai terpenuhi dan puas," tekadnya.
Laili
KOMENTAR