Di RS Seto Hasbadi, ada kasak-kusuk seusai Meiji diperiksa dokter dan para perawat. Saat Ri ditanyai oleh petugas kesehatan, "Awalnya dia bilang Meiji jatuh dari sofa. Tapi kepada petugas lain, dia bilang Meiji jatuh dari motor. Mungkin jawaban yang plin-plan itu membuat dokter dan perawat makin curiga." Ais yang mendengar jawaban Ri pun saat itu hanya tersenyum. "Kalau jatuh dari motor, kenapa dia tidak luka? Motornya juga masih utuh, tak ada yang baret."
Kecurigaan pihak rumahs akit makin kuat setelah melihat luka memar di beberapa bagian tubuh Meiji, antara lain di kepala, kaki, dan perut. "Saya kemudian dipanggil ke dalam ruangan dokter, ditanya apa penyebab sebenarnya," tutur Ais yang memutuskan untuk mengatakan yang sebenarnya. "Setelah saya bilang Meiji sering dipukuli Ri, mereka langsung menelepon polisi."
Rupanya saat Ais ditanyai dokter itu, Ri diam-diam pulang ke rumah untuk menukar motor dengan mobil. Dalam pengakuannya belakangan, Ri berencana membawa jenazah Meiji dengan mobil ke Sukabumi. Begitu pria itu kembali ke RS, polisi sudah menunggu untuk mencokoknya. Sementara Ri digelandang ke Polresta Bekasi untuk pemeriksaan, "Saya bawa Meiji ke RS Cipto Mangunkusumo untuk otopsi," ujar Ais yang menunggui buah hatinya diotopsi dari pukul 00.00 hingga 04.00.
Selesai otopsi, Ais kembali kebingungan. "Saya tak punya uang untuk membawa jenazah Meiji ke Sukabumi. Akhirnya saya ke Polres Bekasi dan minta uang pada Ri," kata Ais getir. Sepanjang perjalanan Jakarta - Sukabumi, ingatannya semasa membesarkan Meiji seorang diri kembali berkelebat. "Saya rela nyanyi di sana-sini untuk beli susu Meiji. Ternyata sekarang berakhir seperti ini," ujarnya mulai terisak.
Sejak awal melakukan kekerasan pada Meiji, sebut Ais, Ri sangat pintar menyembunyikan kelakuan busuknya, "Dia menganiaya Meiji selalu saat saya sedang mandi. Kalau saya sedang membuka keran, dia memukuli Meiji sehingga tangisnya tidak kedengaran." Walaupun tak sering menangkap basah Ri sedang menganiaya putri semata wayangnya, Ais mengaku kesabarannya sudah habis. "Makanya sepanjang menikah selama 11 bulan, sudah 4 kali saya minta pulang dan tiga kali minta cerai. Tapi setiap kali pula dia minta maaf dan memohon-mohon agar saya jangan pergi."
Sejujurnya, lanjut Ais, ia tak sepenuhnya sreg saat menerima pinangan Ri. Terlebih, sejak pertama bertemu di Jakarta hingga hari pernikahannya, ia tak pernah bertemu Ri. "Dia beberapa kali datang ke rumah orangtua saya, membawa susu buat Meiji." Rupanya, sebut Ais, itu hanya akal bulus Ri untuk meluluhkan hati orangtua Ais.
Jelas, ayah dan ibu Ais pun tak menyangka cucu kesayangan mereka mesti meregang nyawa di tangan menantunya sendiri. Meskipun mengaku dendam terhadap Ri, tutur Ais, keluarganya mau memaafkan. "Dengan satu syarat. Katanya mereka (keluarga Ri, Red.) mau memberikan uang duka sebesar Rp 25 juta. Tapi sampai sekarang belum terlaksana," tutur Ais sembari menambahkan keluarga Ri belum ada yang ke Sukabumi untuk minta maaf ataupun mengucapkan bela sungkawa.
Padahal, uang Rp 25 juta yang dijanjikan itu sudah sangat kecil dibandingkan dengan 'harga' awal yang diajukan Ais, yakni sebesar Rp 250 juta. Karena permasalahan ini pula, Ais kini menunjuk pengacara Yasin Hasan untuk mewakilinya di meja hijau. Di sisi lain, pengacara Ri, Budi Himawan, mengaku belum mengetahui angka pasti yang disetujui diberikan oleh keluarga Ri kepada pihak Ais. "Memang ada permintaan (uang) itu dari pihak Ais. Mereka minta Rp 250 juta. Keluarga mau memberi, tapi angka pastinya saya tidak tahu," aku Budi.
Terlebih, keluarga Ri memang menginginkan uang tersebut diserahkan langsung kepada Ais, tanpa perantara kuasa hukum. "Mungkin khawatir tidak semuanya sampai ke Ais," tambah Budi yang mengaku hingga kini belum menerima hasil visum Meiji dari polisi. "Jadi kami belum tahu dengan pasti apa penyebab kematian korban."
Yang jelas, Ri kini sudah mendekam di tahanan jaksa dan dijerat pasal penganiayaan. Proses peradilan atas kasus ini pun tinggal menghitung hari. Kendati demikian, "Kami belum tahu tuduhannya apa. Retak yang terdapat di kepala korban itu karena dipukul atau terjatuh? Sebab konsekuensi hukumnya berbeda," tutup Budi.
Sukrisna
KOMENTAR