"Harap pada Tuhan, hai jiwaku/ Dia perlindungan dalam susahku/ Walau sendu hatimu remuk/ Tuhan mengatasi tiap kemelut..."
Gema kidung rohani itu berkumandang di rumah keluarga Mayor Yohanes Tandi Sosang di Perumahan Bumi Tamalanrea Permai, Makassar. Nyanyi kidung pujian yang dipimpin Pendeta Hadassa K. Tuling, STh, itu merupakan lagu penghiburan bagi keluarga besar Yohanes yang baru saja mengalami musibah berat. Yohanes yang tampak tabah, duduk terpekur sambil memandangi empat jenazah orang-orang terkasihnya: ibunda tercinta Martina Rore (67), anak tunggalnya, Bian Tandi Sosang (6), adik Yohanes, Onci Tumba Belarundun serta anak tunggalnya, Nevlin (1,5).
Di tengah alunan gema lagu rohani itu pula, salah satu adik lelaki Yohanes menangis keras, "Oh Tuhan, Mamaku..." ratapnya sambil mendekati peti jenazah ibunya. Sesaat kemudian ia terkulai pingsan. Sesaat siuman, ia kembali memanggil-manggil mamanya.
Hanya sehari setelah musibah, empat jenazah ini dibawa ke Makassar dan tiba di Bandara Sultan Hasanuddin (Jumat, 22/6) sekitar jam 13.10 waktu setempat. Isak tangis langsung terdengar. Sesampai di rumah duka, ratusan pelayat sudah menunggu.
Istri Dirawat
Duka yang begitu mendalam membuat keluarga inti korban masih belum bisa diwawancarai. "Pak Yani, begitu kami biasa memanggil Yohanes, memang sangat berduka. Bukan hanya dia, bahkan kami keluarga besarnya juga merasakan duka yang sama," ujar Baso, salah satu keluarganya.
Bagi Baso, musibah ini datang terlalu tiba-tiba. "Sungguh kami tidak menduga. Betapa tidak, keluarga kami saat musibah terjadi sedang ada di rumah. Kalau Tuhan berkehendak, semuanya memang bisa terjadi," katanya seraya masih mengucap syukur karena Yohanes lolos dari musibah. "Hanya dia yang selamat. Sekarang istri dan pembantunya masih dalam perawatan di rumah sakit Jakarta."
Masih kata Baso, Yohanes merupakan figur yang berhasil di keluarganya dan karenanya diangkat menjadi parenge atau ketua adat di keluarganya. "Itu sebabnya untuk upacara pemakaman akan dibicarakan oleh keluarga besar kami."
Duka yang sama juga dirasakan Deborah Poilema (48), tetangga sekaligus sahabat akrab Onci Belarundun. "Buat saya, Onci bukan sekadar sahabat. Dia sudah seperti saudara. Hubungan kami seperti ibu dan anak," ujar Deborah yang ikut menunggui kedatangan jenazah di bandara.
Deborah mengisahkan, sudah 10 hari Onci, anak tunggalnya, dan ibunya ke Jakarta. "Menjelang berangkat, dia pamitan. Katanya ingin liburan sekaligus jalan-jalan ke Jakarta. Rencananya di Jakarta Oci juga akan bertemu suaminya, Ruben Tannen, pelaut yang sedang berlayar ke Singapura. Dia juga berencana beli mobil di Jakarta. Kabarnya, sebelum kejadian, dia baru melihat-lihat mobil di show room," kisah Deborah yang ditunjuk menjadi juru bicara keluarga Yohanes..
Tak ada perasaan buruk yang menghinggapi Deborah. Bahkan Kamis itu, ketika mendengar berita di teve terjadi musibah di Halim, "Saya masih tenang. Toh, kejadiannya di Jakarta. Namun, ketika disebut-sebut nama Mayor Yohanes, perasaan saya mulai kalut." Ia pun sangat syok ketika terbetik berita, anggota keluarga Yohanes menjadi korban. "Waktu itu Onci dikabarkan dalam keadaan kritis. Saya terus berdoa semoga Tuhan menyelamatkannya," ujar Deborah yang mengaku tak pernah lepas dari berita di teve.
Namun harapan tinggal harapan. Sekitar pukul 01.00, "Saya kembali mendengar berita, jiwa Onci tak berhasil diselamatkan," kata Deborah dengan mata basah. "Saya tak menyangka orang sebaik dia begitu cepat dipanggil Tuhan," ujar Deborah yang mengenang Oci sebagai sosok yang aktif di kegiatan gereja.
Kepergian Onci sekaligus mengubur cita-citanya untuk menempati rumah baru. "Sebelumnya Onci tinggal bersama mamanya. Dia sudah punya rumah dan baru saja merenovasinya. Rencananya, dia akan menempati rumah baru usai suaminya pulang berlayar. Sayang, sebelum keinginannya tercapai, Tuhan telah memanggilnya."
Di surga, Onci akan menempati rumah barunya...
Henry Ismono
KOMENTAR