Matahari di atas kawasan Bali Timur di suatu siang terasa begitu menyengat. Namun sesekali angin dari arah persawahan bertiup membuat suasana di sekitarnya menjadi agak sejuk. Sementara itu, sejumlah penenun perempuan tampak bersemangat bekerja di balik pesawat (alat tenun) di sebuah workshop tenun milik salah seorang pengusaha tenun di Desa Sidemen, Kecamatan Sidemen, Kabupaten Karangasem, Bali. Lokasi ini berjarak sekitar 52 Km atau dua jam perjalanan dari Denpasar.
Setiap hari mereka menenun, membuat songket dan tenun ikat (endek) khas Bali. Bagi mereka, kegiatan menenun bukan hanya warisan turun menurun saja, melainkan sudah menjadi urat nadi bagi kelangsungan hidup mereka. Warga Sidemen, sudah mengenal kegiatan menenun secara tradisional sejak zaman nenek moyang mereka. Beberapa dari mereka bahkan memiliki usaha tenun yang dibantu oleh sejumlah penenun.
Seperti yang dilakoni I Gusti Ayu Oka (50) yang menamakan usaha tenunnya Swastika, yang kini telah berhasil menjadi salah satu pengusaha tenun cukup sukses di Sidemen. Juga I Wayan Suartana (47) atau biasa disapa Pak Kawi yang memiliki usaha tenun Bali Arta Nadi, atau I Gusti Ayu Oka Rukmini yang memiliki usaha tenun Loka Madya. Mereka semua memiliki galeri atau workshop di sepanjang jalan Desa Sidemen, yang masih hijau dan dikelilingi kawasan persawahan.
Kawi mengungkapkan, sejak 1998 ia telah membuka usaha tenun yang ketika itu masih dibantu oleh sekitar 30-an penenun di Sidemen. Untuk menjual hasil tenun para perajin Sidemen, Kawi menjualnya di sebuah toko yang ia sewa di daerah Klungkung, Bali. Pada saat itu kain endek yang dijual Kawi masih lebih banyak dipergunakan untuk kegiatan sehari-hari orang Bali atau songket untuk kegiatan upacara adat seperti pernikahan, potong gigi, hari raya atau hari besar lain, dan ngaben (kremasi jenazah).
"Tenun Bali bisa dikatakan hampir mengalami kepunahan. Karena saya melihat sulitnya regenerasi di antara para penenun, juga pembeli yang tidak berkembang," papar Kawi saat ditemui di Desa Talibeng, ketika ia tengah melihat program pelatihan pewarnaan yang digelar oleh tim pelatihan dan pembinaan Cita Tenun Indonesia (CTI) dan Garuda Indonesia.
Bertemu Bu Mega
Kawi yang merupakan salah satu pengusaha tenun cukup sukses di Sidemen, termasuk beruntung. Sebab di antara sesama pengusaha tenun lain di Sidemen, kain tenun yang ia produksi termasuk yang cukup unggul di desanya. Sehingga ia pun banyak memiliki kesempatan mengikuti pameran, baik di Bali maupun Jakarta. Bahkan pada 2005 ia sempat bertemu Megawati Soekarno Putri, yang ketika itu menjabat sebagai Presiden RI ke 5.
"Waktu Bu Mega ada acara di Bali, saya sempat bertemu beliau sekitar 45 menit. Menurut orang-orang, itu waktu yang cukup lama untuk berbincang dengan beliau. Saya menerima banyak masukan soal tenun dari Bu Mega. Katanya, saya punya budaya yang kuat sebagai orang Bali. Saya diminta untuk mempertahankan budaya sekaligus menginternasionalkannya," papar Kawi tentang pertemuannya dengan Megawati.
Selanjutnya, Kawi diminta membuatkan tenun yang dipesan Megawati. "Beliau mengajak desainer terkenal Samuel Wattimena untuk mengarahkan soal motif yang diinginkan. Ada empat motif tradisional yang digabungkan. Motif khas Bali, Lombok (NTB), NTT, dan Timur Timur. Tapi saya katakan, tidak akan meninggalkan motif tradisi Bali. Akhirnya kain tenun itu saya selesaikan dalam waktu enam bulan karena saya tidak mau bikin asal-asalan. Syukurlah Bu Mega senang."
Tak disangka, motif "campur-campur" yang dibuat Kawi khusus untuk Megawati itu ternyata sempat booming di tahun itu. Namun kemudian Kawi memilih menghentikan produksi tenun bermotif "campur-campur" setelah setahun berselang. "Saya ingin terus berinovasi, sehingga di tahun berikutnya saya buat motif lain." Kendati demikian, cakupan pasar atau penjualan tenun songket maupun endek produksi Kawi masih seputar Bali saja.
Kawi lalu mengungkapkan sejumlah kendala yang ia rasakan selama menjadi pengusahan tenun. "Paling uatama adalah pengadaan modal, promosi, dan tenaga kerja. Sebelum jadi pengusaha tenun, saya pernah kerja di bidang marketing. Ilmu marketing bisa saya pakai di usaha tenun ini, tapi memang belum bisa maksimal. Apalagi dana yang dibutuhkan besar."
KOMENTAR