Gambaran seperti itu menambah kepercayaan Rima. Apalagi dengan label koperasi, Rima makin yakin investasi ini demi kepentingan bersama. Rima pun menyerahkan uang sebesar Rp 9,3 juta di bulan pertama, kemudian ia mendapat bonus Rp 1,7 juta beserta sembako berupa 2 kg daging dan dua dus air mineral. "Selanjutnya ada gula, beras, minyak, bawang merah, bawang putih, ikan asin. Hanya saja bulan di berikutnya uang yang diterima dikurangi jadi Rp 1,4 juta. Kalau dihitung-hitung potongan itu kayaknya untuk mengganti sembako yang saya terima. Tapi karena berpikir uang saya diputar, ya, sudah ikuti saja."
Uniknya, lanjut Rima, tiap kali mendapat uang, tidak pernah ditransfer. "Tiap bulan anggota datang ke sana ambil uang, daging, atau sembako. Berhubung anggotanya banyak sekali, saya malas antre. Saya titipkan ke teman buat diambilkan," ujar Rima yang mengaku tak memiliki rencana apa-apa dengan uang itu.
Karena uang yang masuk lancar, setelah empat bulan menjadi anggota, Rima mendaftarkan Aqila, sang anak, menjadi anggota KLB. "Saya serahkan uang Rp 10,3 juta. Jadi, tiap kali ada anggota baru, uang yang diberikan pun bertambah. Anak saya baru dapat dua kali," kata Rima yang pernah memiliki usaha rumah makan ini.
Keanehan mulai dirasakan saat Rima tak mendapatkan uang seperti biasanya. Bahkan, akhirnya benar-benar macet. Berita buruk soal KLB pun makin panas dan santer. "Apalagi diberitakan citra negatif dari KLB. Saya pun pasrah. Dan ketika pemilik KLB jadi buruan polisi, saya sudah tidak kaget lagi," ujar Rima yang tak ingin melaporkan kejadian ini. "Saya sudah mengeluarkan uang sekitar Rp 20 jutaan, rugi sebesar Rp 9 jutaan. Meski tidak untung tapi sudah dapat sembako. Saya, sih, pasrah saja. Semoga nanti dapat yang lebih banyak lagi," ujar Rima yang pesimis uangnya bakal kembali.
Tutup Mata karena Janji Surga
Investasi bodong bukan barang baru. Tahun 1920 dunia pernah heboh saat terbongkar kasus Skema Ponzi, program penipuan yang berkedok investasi. Imigran Italia Charlez Ponzi ketika itu berhasil meraup 9,5 juta dolar AS dari 10 ribu investor dalam waktu relatif singkat. Para investor berduyun-duyun menyerahkan uangnya karena dijanjikan keuntungan dalam jumlah besar. Lantaran pembayaran macet, akhirnya Ponzi digiring ke markas polisi.
Menurut perencana keuangan Elsa Febiola Aryanti, investasi bodong akan terus bermunculan di masyarakat. "Karena program ini sesuai dengan sifat manusia yang ingin sesuatu yang mudah, hasil besar, aman, cepat, dan serakah. Kondisi ini dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab," jelas Febi.
Ketika satu model investasi bodong terbongkar kebusukannya, dalam waktu tak lama biasanya akan muncul lagi dengan "baju" yang beda, meski intinya sama. Nah, agar tak menjadi korban berikutnya, perlu mengenali ciri-ciri investasi bodong. "Yang pertama, investasi ini menjanjikan return luar biasa besar dalam waktu singkat. Dengan iming-iming itu, calon investor biasanya langsung tergiur dan tak lagi berpikir pakai nalar.'
Daya tarik lainnya, mudah dan tak ada risiko. "Makanya produk ini akan bermunculan terus dan lagi-lagi masyarakat awam yang jadi korban."
Obyek atau "baju" dari investasi bodong ini beragam. Ada yang berkedok koperasi seperti Langit Biru yang. "Ada juga yang model arisan, penyertaan modal, menggandengkan dengan produk emas, dan sebagainya." Para penyelenggara investasi bodong ini juga sangat cerdik memanfaatkan situasi. "Seperti menjelang Lebaran, ketika kebutuhan semua orang meningkat. Jauh-jauh hari mereka diiming-imingi arisan dengan program pengembalian yang besar. Nah, menjelang jatuh tempo atau Lebaran, uang dibawa kabur," jelas Febi lagi.
Ada juga model dengan memperlihatkan ke calon investor Surat Perintah Kerja (SPK) palsu. "Dengan menyertakan modal untuk membangun proyek sesuai SPK, mereka dijanjikan bunga 10 persen tiap tiga bulan. Dalam setahun, kan, bunganya sudah 40 persen. Orang pasti langsung tergiur dan tak lagi menanyakan apa benar ada proyek yang sedang dikerjakan. Inilah yang sebenarnya bahaya. Orang awam jadi tutup mata karena tergiur janji surga."
KOMENTAR