Kehilangan Mayumi amat menyakitkan bagi Martini. Apalagi, selama 40 minggu mengandung, Martini tak merasakan keluhan apa-apa. Ia malah banyak makan hingga berat badannya naik 22 kg. "Saya sempat ngidam asinan Bogor, lho," ujarnya.
Kala memutuskan berkonsultasi dengan dr. Otm sebagai dokter kandungan, Martini juga bukan asal pilih. "Dia sudah seperti dokter keluarga. Kedua kakak saya ditangani dia lewat operasi Caesar."
Karena sejak kecil takut darah, saat usia kehamilan menginjak tujuh bulan, Martini minta operasi Caesar yang kemudian berubah jadi waterbirth sesuai saran dokter itu. "Saya tak menyangka akhirnya jadi begini," ungkap Martini yang semakin sedih karena produksi ASI nya banyak sementara sang bayi sudah tiada. "Padahal banyak ibu lain yang tidak bisa menyusui anaknya karena ASI nya kurang," kata Martini yang setiap malam menangisi Mayumi.
Kenangan akan sang putri pun hanya melalui foto dokumentasi saat hamil dan proses melahirkan. "Tadinya dokumentasi itu buat dilihat-lihat bersama Mayumi kalau dia besar nanti."
Siap Cara Lain
Di sisi lain, penjelasan dan rekam medis dari RS tak kunjung diterima. "Setelah ditagih terus selama beberapa hari, akhirnya RS bersedia memberi keterangan lisan dan resume medis." Isi dari keterangan tersebut, "Semua sudah sesuai standard operasional procedure (SOP). Tidak ada keterangan rinci lainnya. Tentu kami sangat kecewa," tutur Taufik.
Karena tak kunjung mendapat jawaban, Mei lalu Martini melaporkan masalah ini ke Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI). "Sebelum lapor, kami masih punya itikad baik dan menunggu RS Asri memberikan penjelasan. Hingga kini pun kami masih membuka pintu musyawarah. Pasien berhak mendapat informasi yang jelas."
Saat ini, aduan Martini ke MKDKI sedang diproses. "Pihak-pihak yang bersangkutan akan dipanggil dan dimintai keterangan," ujar Sapto, salah satu pegawai MKDKI. "Kapan hasilnya keluar, masih belum bisa ditentukan waktunya."
Toh, pihak Martini sudah siap dengan segala kemungkinan. Apakah RS Asri dinyatakan bersalah atau tidak oleh MKDKI, tim kuasa hukum Martini telah menyiapkan langkah berikutnya. "Kalau berlarut-larut dan tidak selesai juga, kami akan mencari cara lain." Apakah pengadilan jadi jalan terakhir? "Tunggu saja nanti," tukas Taufik.
"Karena belum masuk ranah hukum, kami belum mau komentar," kata Elizabeth Yaniat, SH, pengacara yang ditunjuk sebagai konsultan hukum oleh RS Asri. Jawaban senada diberikan salah seorang staf RS Asri yang terletak di Duren Tiga, Jakarta Selatan, ini. "Intinya, pihak RS sudah melakukan upaya semaksimal mungkin terhadap mereka," ujar perempuan yang enggan disebut namanya ini. Permintaan untuk dipertemukan dengan dr. Otm juga belum bisa dipenuhi. "Dokter belum berkenan memberi tanggapan."
Dari sang staf ini diperoleh keterangan, RS Asri sudah memberikan keterangan yang cukup bagi keluarga Martini. "Kami bahkan mengundang mereka terkait masalah ini, kok. Tapi memang kami tak bisa memberikan medical record yang mereka minta karena rekaman tersebut tidak boleh keluar. Kita tunggu saja hasil dari MKDKI, ya," tuturnya mengakhiri percakapan.
Noverita K Waldan
KOMENTAR