Museum Ranggawarsita PULUHAN RIBU KOLEKSI
Museum Ranggawarsita berlokasi di Jl. Abdulrahman Saleh No. 1 Semarang, mudah dijangkau karena berada tak jauh dari pusat kota. Museum ini merupakan aset pelayanan publik di bidang pelestarian budaya dan pendidikan.
Pertama kali diresmikan pada 5 Juli 1989, museum kebanggaan Semarang ini memiliki 59.814 buah koleksi. Sebagian koleksi bisa disaksikan pengunjung di ruang pamer utama. Bagian lainnya tersimpan di gudang penyimpanan, ruang karantina, selasar gedung, dan ruang laboratorium perawatan koleksi.
Koleksi yang dipajang terbagi dalam empat gedung: Gedung A1 atau wahana geografi dan batuan, Gedung A2 atau Wahana paleontology, Gedung B1 atau wahana masa peninggalan Islam dan masa kolonial, Gedung B2 atau wahana keramik dan batik. Lalu Gedung C1 atau wahana perjuangan bangsa, Gedung C2 atau wahana etnografi, Gedung D1 menyimpan benda-benda hibah, dan Gedung D2 atau wahana kesenian.
Museum yang namanya diambil dari nama seorang pujangga Keraton Surakarta yang menciptakan Serat Kalatidha ini, bisa dikunjungi setiap hari dari Senin hingga Minggu. Jam operasionalnya dari 08.00 - 15.00. Khusus untuk hari Jumat buka pukul 08.00 - 11.00. Tiket masuknya pun sangat terjangkau, dewasa Rp 4 ribu dan anak-anak cukup membayar separuhnya.
"Pengunjung ramai pas hari libur. Biasanya yang datang anak-anak sekolah dan turis. November tahun lalu 8 bus turis asal Eropa datang ke sini," kata Ida Suryani (43), Staf Edukasi di Museum Ranggawarsita.
Agar museum banyak dikenal masyarakat, pihak manajemen mengadakan pameran keliling di seluruh kabupaten yang ada di Jawa Tengah. Nah, pada acara Visit Jateng 2013, Museum Ranggawarsita menjadi tuan rumah dalam pameran museum tingkat nasional.
Tempat wisata religi yang menyimpan riwayat panjang adalah Klenteng Sam Poo Kong. Bangunannya sungguh megah. Berada di dalamnya, pengunjung seperti di negeri lain. Dulu, tempat yang disebut juga Gedong Batu ini merupakan petilasan persinggahan dan pendaratan pertama kapal Laksamana Cheng Ho dari Tiongkok. Laksamana Cheng Ho selama persinggahannya menyebarkan ajaran Islam dan mengajarkan cara bercocok tanam.
Masuk di dalam klenteng ini membuat lidah berdecak kagum. Bangunannya begitu besar. Warna merah membalut setiap dinding dan tiang-tiang penyangga bangunan.Ornamen khas Tiongkok disempurnakan dengan sebuah patung Laksamana Cheng Ho. Patung berukuran raksasa yang tingginya 10 meter lebih ini memperlihatkan kegagahan sosok Cheng Ho dengan kostum kebesarannya.
Lantaran klenteng ini digunakan untuk beribadah, pengunjung tidak diperkenankan memasuki ruang peribadatan. Pengunjung bisa menonton dari jarak beberapa meter dan bebas berfoto di sana. Jika penasaran ingin melihat lebih dekat lagi, pengunjung dikenakan biaya sebesar Rp 20 ribu untuk WNI dan Rp 30 ribu untuk WNA. Khusus untuk yang beribadah, cukup dengan membeli dupa di tempat yang disediakan.
Menariknya lagi, di tempat ini juga disediakan kostum-kostum model kuno yang dikenakan pada masa-masa kerajaan. Berbagai karakter kostum berwarna-warni itu disewakan Rp 75 ribu sekali pakai. Anda pun bisa berbusana ala putri atau raja dari negeri Tirai Bambu.
Tempat wisata religi yang tak kalah megah adalah Vihara Buddhagaya yang terletak di Watu Gong, pinggir selatan Kota Semarang. Lokasinya di dataran tinggi menyebabkan tempat ini begitu tenang dan sejuk. Bagi Anda yang hobi bermeditasi, boleh datang ke mari. Dijamin akan merasakan suasana yang tenteram.
Memasuki kompleks vihara yang tanpa dipungut biaya ini pengunjung bisa melihat Watu Gong, yang berupa batu alam asli berbentuk gong. Kemudian sebelum kaki menapaki anak-anak tangga menuju Pagoda Avalokitesvara, terdapat sebuah pohon Bodhi yang besar dan rindang. Di bawah pohon tersebut ada sebuah patung Buddha tengah bermeditasi. Menurut sejarah, pohon suci ini dikenal sebagai tempat Sang Buddha Gautama bermeditasi dan memperoleh pencerahan.
Setelah sampai di latar pagoda, embusan angin semilir mengantarkan wangi dupa. Rasa santai seolah menyelimuti batin dan pikiran. Menengok di ruangan pagoda terdapat sebuah patung besar Dewi Kwan Im. Warna emas membuatnya tampak begitu megah. Meja peribadatan dipenuhi berbagai sesajian dan dupa-dupa yang menyala.
Pengunjung yang ingin beribadah, bisa membeli dupa yang tersedia. Harganya pun bermacam-macam tergantung kualitas dan ukuran.
Hanya saja, pengunjung tidak boleh sembarang memotret, terutama jika ada umat yang tengah khusyuk beribadah. "Kalau ada yang sedang berdoa, jangan dipotret. Nanti mengganggu," ujar seorang penjaga vihara.
Menurut penjaga vihara, pengunjung tidak hanya wisatawan lokal, tapi banyak juga dari mancanegara. "Mulai dari Asia sampai Amerika. Mereka datang karena tertarik dan ingin tahu mengenai tempat ini," jelasnya singkat.
Bangunan inti di kompleks vihara ini adalah Dhammasala. Terdiri atas dua lantai, yang lantai atasnya berfungsi sebagai ruang puja bhakti utama umat Buddha, penahbisan samanera, meditasi, khotbah dhamma dan aktivitas keagamaan lainnya. Di dalam Dhammasala terdapat Buddharupam yang berbentuk Dhammacakka Mudra, sebagai replika dari Buddharupam yang terdapat di Candi Mendut. Pada dinding luar bagian dalam bangunan yang diresmikan pada 3 Nopember 2002 oleh H. Mardiyanto ini, bisa ditemukan relief "Pattica Samupada" atau hukum sebab akibat yang saling bergantungan.
Kartika Santi
KOMENTAR