Alkisah, Senin (2/1) awal tahun lalu, Ida sedang duduk menemani rekannya sesama pembantu rumah tangga (PRT) yang tengah menyetrika baju. Faz, sang majikan, datang dan meminta Ida membereskan kamar yang berantakan setelah dipakai bermain oleh tiga anaknya.
Usai membereskan kamar, Ida kembali ke ruang setrika. Tiba-tiba Faz mendatanginya dan meminta telepon genggam milik Ida. Tak curiga, Ida memberikan telepon yang langsung dibawa Faz ke kamarnya sendiri. Selang beberapa menit, "Ibu mendatangi saya, marah-marah, menuduh saya selingkuh dengan suaminya," tutur Ida. Rupanya Faz mendapati sebuah SMS dari nomor Agus Amroji (36), sang suami, yang berisi kata-kata merayu. 'Nggak kangen dengan yang semalam?' bunyi SMS dalam bahasa Madura itu.
Padahal, "Selama dua tahun bekerja di situ, saya bahkan tidak tahu nomor suaminya. Jelas saya menyangkal. Telepon genggamnya juga tidak diperlihatkan ke saya," kilah Ida, gadis kelahiran Lampung tapi lama menetap di Desa Sasiil, Sumenep, Madura.
Kekesalan Faz makin memuncak karena Ida bersikukuh tak mengaku. Kalap, ia meraih setrika yang masih mengepul di sisi meja dan memukulkannya ke tubuh Ida. "Saya refleks menangkis. Akibatnya, lengan dan kepala saya kena. Setrikanya sampai rusak dipukulkan ke saya," ujar Ida sambil menunjukkan luka bakar di tubuh sebelah kirinya tersebut.
Meski sudah dipukuli dengan setrika, Ida tetap menyangkal terlibat perselingkuhan dengan Roji. Faz menghambur ke luar kamar dengan marah. "Tak tahunya dia kembali membawa panci berisi air panas. Kemudian airnya disiramkan ke kepala saya dua kali," tutur Ida yang tak berdaya menerima perlakuan Faz.
Kekejaman Faz baru berhenti setelah mertua Faz datang melerai. Sang mertua juga yang kemudian melarikan Faz ke Klinik Graha Asih di dekat tempat tinggal mereka. Di klinik, Ida hanya diberikan salep dan obat oral. "Setelah itu saya disembunyikan di Donganan, di sebuah gudang ikan milik rekan mertua Faz. Dua hari saya sembunyi dari Faz di situ."
Di hari ketiga, persembunyian Ida terbongkar. Faz menjemputnya kembali ke rumah mereka di Jalan Imam Bonjol. "Belum sampai menginap, saya kembali dijemput nenek Faz. Dia ini yang pertama kali membawa saya ke rumah Faz," tutur Ida yang memang masih ada hubungan keluarga dengan Faz. Berikutnya, Ida sempat mengungsi di daerah Sesetan. Luka-luka bakar yang dideritanya tak dirawat sama sekali.
Beruntung, salah satu paman Ida dari Lampung mengetahui kondisinya. Kebetulan sang paman, Ibnu Hajar, seorang relawan LBH Apik. "Saya dapat telepon dari Lampung yang mengabarkan ada korban kekerasan di Bali," ujar Ni Nengah Budawati, pengacara LBH Apik yang kemudian menangani kasus Ida. Nengah memang bergerak cepat. Pasalnya, "Saya dengar Ida akan dipulangkan ke rumah familinya di Lampung. Bayangkan, dua hari perjalanan dengan luka bakar seperti itu."
Keadaan Ida memang memburuk. Luka bekas setrika sudah mulai berair dan berbau, sementara luka merata akibat air panas di lengan bagian atas sudah seperti kulit yang ditempel boreh. Segera Nengah melarikan Ida ke RS Trijata. Esok harinya, Ida dipindahkan ke ruang PPAT Polda Bali sembari terus menjalani serangkaian perawatan luka bakar. Kasus ini pun dibawa ke meja hijau, Faz didakwa dengan pasal KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga).
Tak pernah terpikirkan oleh Ida, ia bakal menghadapi permasalahan seperti ini. Setelah diceraikan suaminya, Ida yang belum memiliki anak ini setuju saja saat diajak seorang saudara merantau ke Denpasar, Bali. Saat itu, "Saya ingin membantu empat adik saya sekolah. Orangtua saya hanya nelayan di Lampung," sebutnya.
Atlet New Balance Triyaningsih Berhasil Taklukan Kompetisi TCS New York City Marathon 2024
KOMENTAR