Kesederhanaan Suwantji juga tercermin dari caranya berpakaian. Maka ketika Ut menyebut sang bude layaknya "toko emas berjalan", keluarga langsung membantah. "Bude ke mana-mana naik angkutan umum, mana mungkin pakai perhiasan banyak," sergah Liberti. Bahkan saat acara-acara pernikahan keluarga pun, "Bude paling hanya pakai satu gelang dan cincin. Wajar-wajar saja, kan? Tak pernah lebih dari itu."
Tuduhan Suwantji memaki-maki Ut ketika sang keponakan datang meminjam uang seperti disampaikan Ut, juga disangsikan keluarga. "Rasanya tak mungkin Bude berkata-kata kasar. Mungkin menasihati karena memang wataknya sangat disiplin," ujar Adi, keponakan Suwantji yang lain.
Yang jelas, Suwantji sangat peduli kepada para keponakannya. Beberapa di antara mereka, termasuk Ut yang kini jadi tersangka pembunuh, pernah diasuh dan dibiayainya. Menurut Adi, bibinya ini super disiplin dan tertib. "Kata Bude, kalau mau pintar, ya, harus rajin belajar."
Bukan hanya keponakan yang sering dibantu Wantji. Dua orang yang pernah menjadi pembantu Wantji pun ikut menuai sukses karena bantuannya. "Mereka disekolahkan Bude. Yang satu malah kuliah sampai S2 dan yang satu dicarikan kerja sebagai satpam."
Anak-anak Ut maupun Sinta juga tak luput dari perhatian Wantji. Sebulan sekali, mereka diajak keliling kompleks dengan becak motor. "Perhentian akhirnya selalu di minimarket. Di situ Bude mengajari cucu-cucunya berbelanja secara cermat. Mereka diberi uang dan disuruh belanja dan membayar sendiri. Makanya sampai sekarang anak-anak sangat kehilangan eyangnya."
Hingga akhir hayatnya, ada janji Wantji kepada cucu-cucunya yang belum dipenuhi. "Bude pengin mengajak anak-anak naik kereta ke Bogor dan pergi ke Ragunan," jelas Sinta yang menduga apa yang ingin dilakukan Wantji itu bukan sekadar jalan-jalan, tetapi juga mengajari anak-anak naik angkutan umum.
Lega Anak Tak Benci Sang Ayah
Setelah sang suami ditetapkan sebagai tersangka pembunuh Suwantji, Diah (40), sang istri, terus dirundung nestapa. "Saya enggak percaya dia bisa berbuat seperti itu. Katanya, dia melakukan itu karena terdesak," kata Diah (Minggu, 29/4).
Ut yang disebut Diah orang baik dan pekerja keras, di hari kejadian itu, pergi menemui sang bibi untuk berutang Rp 15 juta guna membayar sewa kontrakan selama satu tahun dan menyicil biaya pendidikan si sulung dari tiga anak mereka. "Kata Ut, Bude masih hidup saat dia pergi dari rumah itu. Saya tanya, 'Kenapa enggak ditolong?' Jawabnya, dia panik. Ya, mau apa lagi, semua sudah terlanjur terjadi," ujar Diah menyesali perbuatan suaminya.
Diah lalu berkisah, sampai punya tiga anak, keadaan ekonomi keluarganya cukup stabil. "Dulu dia punya usaha pelaminan. Saat itu saya memutuskan tidak bekerja karena merasa suami saya mampu menafkahi," ungkap Diah yang pernah bekerja sebagai manajer di sebuah restoran cepat saji.
Apa mau dikata, usaha Ut bangkrut dan upayanya mengadu nasib ke luar negeri terjegal temannya sendiri. "Semua uang dan paspor resmi Ut dibawa kabur temannya. Sejak itu, sudah enggak ada penghasilan lagi. Apa yang ada dijual," tutur Diah. "Dia terpaksa berutang demi memenuhi kebutuhan keluarga. Tapi karena terlalu sering meminjam uang namun sulit mengembalikan, saudara-saudara Ut jadi tak percaya lagi. Terpaksa dia membawa-bawa nama saya dan anak-anak untuk berutang. Terkadang dia sampai bilang anak kami sakit, padahal tidak. Soalnya, kalau dia enggak ngomong seperti itu, enggak bakalan dikasih duit," ujar Diah sambil terisak.
Ancaman hukuman penjara 20 tahun yang dihadapi Ut, membuat Diah bertekad keras menghidupi ketiga anaknya. Ia kini kembali bekerja di sebuah perusahaan jasa. "Saya bertekad harus kerja dan dapat uang banyak untuk ketiga anak kami. Saya juga bersyukur, anak-anak tak menyimpan rasa benci pada ayahnya."
Sukrisna, Renty
Rilis Inclusivision Project, Honda Beri Wadah Teman Color Blind Ekspresikan Diri
KOMENTAR