Minggu pagi (29/4), jarum jam belum tepat menunjuk angka 06.00. Sepagi itu, masyarakat memadati pelataran Loji Gandrung atau rumah dinas Walikota Solo. Banyak di antara mereka tidak bisa menahan anggota tubuhnya untuk diam. Tangan, kaki, atau kepalanya bergerak-gerak mengikuti irama musik yang berkolaborasi dengan gamelan yang dimainkan oleh Sanggar Soeryo Soemirat.
Virus menari semakin menulari ribuan warga Solo manakala Wakil Walikota Solo FX Hadi Rudyatmo membuka acara Solo Menari 24 jam yang dimulai pukul 06.00 dan berakhir Senin pagi pukul 06.00. Rudy menari di atas becak berdampingan dengan seniman tari Retno Maruti, Eko Supriyanto, dan para mahasiswa ISI Surakarta. Sebanyak 30 becak yang dilukisi tokoh pewayangan itu mengantarkan arak-arakan hingga perempatan Gladag. Di jadwal panitia, sedianya acara dibuka Walikota Solo Jokowi. Tetapi pagi itu Solo terpaksa menari tanpa Jokowi karena beliau tengah berada di Jakarta.
Arak-arakan para penari disambut hangat masyarakat di sepanjang Jl. Slamet Riyadi. Warga tumplek memadati area sepanjang jalan, termasuk tukang becak, pengamen, hingga wisatawan asing. "Pak Rudy, I love you. Ayo semangat," teriak histeris seorang gadis di pinggir jalan kala rombongan Rudy lewat. Namun Rudy tidak menuntaskan tariannya hingga Gladag. Di samping Gedung PN Surakarta, ia turun dari becak, lalu memasuki mobil dinasnya. "Bapak masih ada acara," terang ajudannya.
Solo Menari 24 jam merupakan hajat besar seniman dan masyarakat Solo. Sepanjang 24 jam puluhan jenis tari mulai klasik, modern, dan kontemporer dipentaskan di ISI Surakarta. Sebagian lainnya di ruang publik seperti Taman Sri Wedari, Ngarsapura, dan beberapa mal kota. Acara ini ini juga melibatkan Keraton Kasunanan, Pura Mangkunegaran, Kasultanan, dan Pura Pakualaman. Masing-masing menggelar tarian Jawa klasik yang mampu menyedot kekaguman dan tepuk tangan penonton yang memenuhi emperan Pendapa ISI.
Pentas budaya nan monumental ini semula digagas oleh seniman tari Eko Supriyanto, Dwi Wahyudiarto, dan Joko Aswoyo. Menurut Eko, fokusnya untuk meriahkan Hari Tari Sedunia yang sudah dirayakan dan dinikmati seluruh penggiat tari di seluruh dunia. "Tidak ada salahnya kita melakukan ini. Terlebih Indonesia punya berbagai ragam kesenian dan kebudayaan," terang Eko, mantan penari latar penyanyi Madonna.
Eko menambahkan, Solo Menari 24 Jam, bisa menjadikan penguatan budaya. "Bila budaya kuat, pastinya masyarakat dan sumber daya manusia makin mapan dan mengerti, serta menghargai betul apa dan bagaimana kebudayaan yang kita miliki yang sangat berbeda ini. Saya pikir masyarakat akan ikut memiliki dan menghargai betul. Setelah itu tanpa ditata pun masyarakat luar (wisatawan, Red.) akan datang dengan sendirinya."
Tahun ini terasa istimewa dengan penampilan lima penari yang terus menari selama 24 jam tanpa henti di lingkungan ISI. Mereka adalah Mohammad Norisham Bin Osman (Singapura), Hari Heriyanto (Madura), Dionisius Wahyu Anggara Aji (Solo), Rizky Al Sadam Saputra, dan Yuliana Seconda Titasari (ISI Yogyakarta). Para penari ini makan, minum, ganti baju, bahkan ke toilet dengan terus menari mengikuti irama musik yang terus berganti. Untuk berganti lokasi menari pun meraka lakukan sembari menari.
Senin (30/4) pagi pun tiba. Dan 15 menit lagi jarum jam menunjuk tepat jam 06.00. Irama musik yang dimainkan para dosen, mahasiswa Jurusan Etnomusikologi dan Mahasiswa Tari ISI Surakarta, terus menyemangati kelima penari dengan irama musik dan tetabuhan bambu yang menghentak. Ketika jarum jam tepat menunjuk jam 06.00, kelima penari mengakhiri gerakan tariannya dengan ekspresi kegembiraan. Kelimanya pun berpelukan.
Wakil Rektor Prof.Dr. Sri Rochana W,S.Kar.,M.Hum menyerahkan sertifikat penghargaan kepada lima penari. Harapan Rochana, acara ini membuat masyarakat bisa menari tiap hari dan tiap saat untuk keindahan dunia. "Masyarakat yang tahun depan ingin ikut menari di acara yang sama, bisa mendaftar mulai sekarang," terangnya.
Kepada NOVA, kelima penari rata-rata mengaku tidak mempermasalahkan rasa letih. Yang harus mereka lawan hanya rasa kantuk. "Kami saling memberi support saat kantuk menyerang," terang Yuliana, satu-satunya penari perempuan. "Saya terharu bisa menari 24 jam. Saya ingin mengatakan pada penari di negeri saya, kalau mau menjadi penari sungguhan harus menari 24 jam di sini," tutur Oesman yang di negeri asalnya adalah seorang koreografer.
Rini Sulistyati
KOMENTAR