Beberapa hari setelah kepergian sang suami, Nina sudah disibukkan dengan berbagai kegiatan. Rapat bersama presiden dan menteri, menghadiri seminar, dan sebagainya. Dosen di Fakultas Ekonomi UI ini memang termasuk perempuan sibuk.
Kamis lalu, ibu seorang anak ini baru kembali ke rumahnya di daerah Kebayoran, Jakarta Selatan, menjelang magrib. Sebelum masuk, Nina yang selalu tampak tegar ini sudah dicegat tiga koleganya. Mereka lalu membicarakan rencana persiapan selamatan tujuh harian Pak Wid, sapaan akrab Widjajono, yang digelar Jumat (27/4) malam silam. Obrolan di pinggir jalan bersama NOVA ini baru terputus setelah panggilan adzan magrib dari Masjid Nurul Mujahiddin, yang letaknya persis di sebelah rumahnya, berkumandang.
Usai salat, Nina yang sebenarnya sudah ditunggu kerabatnya yang datang dari Yogyakarta, menyempatkan diri berbincang meski beberapa tamu datang silih berganti. Rombongan pertama dari Bandung yang dipimpin oleh Surono, Kepala Pusat ncang Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM). Mbah Rono, begitu pria ini kerap disapa, datang bersama Haris dan Hadi, pengamat gunung merapi Tambora, yang sempat ditugaskan Mbah Rono menjaga Pak Wid. Berikut obrolan dengan ibu dari Kristal Amalia alias Ela (15).
Ada firasat atau tanda-tanda sebelum kepergian Pak Wid?
Dia itu sangat natural. Enggak ada sesuatu yang spesial. Hanya saja belakangan ini sering nengokin anaknya di kamar saat malam hari. Tapi bagi saya itu juga bukan spesial. Mas Wid, kan, orang sibuk, jadi kalau di rumah biasanya mengobrol dengan anaknya.
Malam itu, Kamis (19/4), dia pulang sekitar pukul19.00. Lalu sekitar pukul 20.00 malam sudah tidur. Karena Mas Wid sudah tidur, saya dan Ela pergi nonton film Titanic, pulang sekitar pukul 00.00. Saat kami pulang, rupanya Mas Wid terbangun. Ela dan Mas Wid lalu mengobrol di kamar, sementara saya malah ketiduran.
Memang kebiasaan Pak Wid selalu tidur sore?
Ya. Biasanya setelah isya, Mas Wid langsung tidur lalu bangun jam 02.00, salat malam, setelah itu buka komputer. Kadang menulis atau kirim e-mail hingga adzan subuh. Habis subuhan di masjid sebelah rumah, Mas Wid jalan pagi sekitar satu jam.
(Kebiasaannya berkirim e-mail saat dini hari dibenarkan Mbah Rono. Postingan di milis ITB dari Pak Wid biasanya dikirim saat dini hari.)
Kata tetangga, saat Pak Wid jalan pagi sering mengobrol dengan siapa saja yang ditemui, ya?
KOMENTAR