Menanggapi pelaporan yang dilakukan orangtua almarhumah Olivia Dewi, Communication Manager PT Nissan Motor Indonesia Achmad Adhitya Zainudin berujar, "Kami tidak bisa berkomentar karena masih menunggu panggilan resmi dari Kepolisian, sehingga belum tahu persis apa isi laporan tersebut."
Ia juga tutup mulut mengenai berbagai kejanggalan yang dilaporkan, antara lain soal terkuncinya pintu mobil saat benturan terjadi, kantung udara yang tidak berfungsi, serta penyebab ledakan sehingga mobil bisa terbakar. "Banyak pihak yang terlibat dalam investigasi dan hasilnya sudah diserahkan ke Kepolisian. Merekalah yang berhak memberi keterangan," tambah Achmad. Setelah tuntutan ini, rencananya pihak Nissan akan berkoordinasi dengan pengacara guna menghadapi proses hukum. Namun untuk bertemu pihak pelapor sejauh ini belum dilakukan oleh mereka.
Sebelumnya, polisi memang sudah menutup kasus kecelakaan Olivia karena uji forensik menunjukkan penyebab kecelakaan murni human error. "Olivia mengendarai mobil melebihi batas normal 80 km/jam," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Rikwanto. Olivia juga dikatakan tidak menginjak rem ketika kehilangan kendali terhadap mobilnya karena polisi tak menemukan jejak rem di lokasi kecelakaan.
Sementara itu, terkait seri March yang dilaporkan oleh Ludmilla Arif, pihak Nissan memang menggugat balik keputusan BPSK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena, "Pelapor menggugat berdasarkan artikel dari beberapa media yang menulis hasil test drive Nissan March. Itu bukan iklan resmi kami. Di pengadilan nanti akan dibuktikan yang dipermasalahkan bentuknya iklan atau bukan. Akan terbukti juga gugatannya valid atau tidak."
Achmad menambahkan, setelah Ludmilla mengajukan keluhan pertama kalinya, pihak Nissan sudah melakukan tes konsumsi bahan bakar pada Agustus 2011, "Tapi, beliau menolak hasil tersebut. Kami sudah berupaya menyelesaikan secara kekeluargaan juga mengajukan niat membeli kembali mobil tersebut seharga RP 138 juta. Tapi beliau tak sepakat dengan angka tersebut," pungkasnya.
Belum selesai urusan dengan gugatan keluarga mendiang Olivia Dewi, Nissan lagi-lagi kena masalah. Adalah Ludmilla Arif (39), seorang ibu bekerja dengan dua anak yang tadinya yakin memilih Nissan March sebagai mobil pribadinya, yang kini meradang. "Tadinya saya beli atas rekomendasi ayah saya. Katanya ada mobil kecil, CC-nya juga kecil, katanya irit. Saya yang tidak tahu mesin langsung mengiyakan," ujar Milla yang makin mantap setelah melihat iklan Nissan March terpampang dimana-mana.
Saat ada pameran di sebuah mal, Milla akhirnya membawa pulang city car tersebut dengan harga Rp 159,8 juta. "Tadinya saya pakai mobil sedan dan kijang, lalu ingin ganti Nissan March. Setelah sebulan dipakai, kok, terasa boros sekali?" ujar Milla. Padahal, rute perjalannya tak banyak perubahan. "Saya pakai ke kantor dan antar anak sekolah. Mobilitas saya sehari-hari juga tidak tinggi. Saya hanya menggunakan mobil untuk datang dan pulang kerja saja."
Agar lebih yakin, Milla lantas ke dealer Nissan dan dilakukan test drive. Di sana, teknisi Nissan mengatakan mobilnya masih normal karena pengeluaran bahan bakar 1 liter untuk 17 km. "Saya tidak percaya, karena penghitungan saya 1 liter tak pernah bisa lebih dari 9 km," lanjut Milla yang lantas meminta test drive ulang oleh Nissan Indonesia.
Hingga test drive dilakukan 4 kali, "Tidak terbukti seperti iklannya. Benar hitungan saya, test drive rute dalam kota berkisar 1 liter hanya sampai 7 sampai 9 km," kata Milla. Memang, saat test drive ke-4t Milla menolak ikut. "Soalnya saya capek. Prosesnya lama sekali."
Beberapa hari setelah test drive, ia sempat bertemu dealer mobilnya lagi. "Kata pihak Nissan, mobil tidak ada masalah selama penggunaan di jalan bebas hambatan. Aneh, kan? Katanya city car, kok, hanya jalan di jalan bebas hambatan?"
Anehnya, ketika Milla meminta salinan data hasil keempat test drive tersebut, petugas dealer menolak memberikan. Surel yang kemudian dikirimkannya ke Nissan UK dan Jepang pun ditanggapi senada, tak ada yang salah dengan Nissan March miliknya. "Seolah-olah mereka lepas tangan." Saat Milla minta uangnya dikembalikan utuh karena akan membeli mobil seri serupa yang masih baru, "Mereka menolak dan mengajukan nilai Rp 138 juta, asumsinya selama 8 bulan ini saya menyewa Rp 3 juta per bulan, ongkos BBM diganti Rp 3 juta."
Tak puas dengan solusi yang ditawarkan pihak Nissan, Milla mengadu ke Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) yang kemudian merekomendasikan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) untuk melakukan mediasi dengan Nissan. "Kesimpulan mediasi itu, Nissan harus membayar Rp 150 juta sebagai win-win solution. Saya menerima hasil itu," tukas Milla. Namun yang terjadi berikutnya, Milla malah menerima panggilan pengadilan pada bulan Februari 2012 lalu. "Materi gugatannya, Nissan minta pembatalan keputusan BPSK dan tidak menawarkan angka," keluh Milla.
Saat ini Milla didampingi David Tobing, pengacara yang memang kerap menangani kasus-kasus yang berhubungan dengan layanan publik. "Apapun putusannya, kami pakai langkah hukum yang ada. Termohon dan pemohon masih punya hak kasasi. Walaupun, jika nanti pihak Nissan mau melaksanakan putusan BPSK dengan membeli mobil Ibu Milla senilai Rp 150 juta, itu dapat mengakhiri perkara ini," pungkas David.
Ade Ryani
KOMENTAR