Andaikan saja tragedi di kebun tebu itu tidak terjadi, seharusnya Rabu (4/4) lalu itu menjadi hari bahagia Berta. Rencananya, hari itu ia bakal melangsungkan pernikahan keduanya dengan Syamsudi. Alih-alih meriah karena pesta pernikahan, Rabu sore itu rumah sederhana yang terletak di Desa Tangir, Kec. Panji, Situbondo (Jatim) tersebut tampak muram. Beberapa orang terlihat sibuk menata kursi, sementara sebagian lain berkumpul di dapur untuk memasak hidangan pengajian 40 hari kematian Berta. Mereka sibuk bekerja dalam diam.
Rencana indah buat Berta memang tak pernah terjadi. Dua bulan sebelum hari bahagianya, anak sulung Asriati ini ditemukan tewas mengenaskan di sebuah kebun tebu di Desa Peleyan, Situbondo. Abd, mantan suami Berta, belakangan ditetapkan polisi sebagai tersangka pembunuhnya. "Saya tak mengerti mengapa Abd sekejam itu padahal mereka sudah bercerai. Kenapa masih ada dendam?" ujar Asriati terisak.
Peristiwa itu terjadi pada Jumat (24/2) silam. Sekitar pukul 18.00, Berta yang bekerja di sebuah butik baju muslim di Situbondo, mengabarkan pada sang bunda akan pulang terlambat. "Katanya mau main dulu ke alun-alun. Dia minta izin lewat SMS," kenang ibu empat anak ini. Dua jam ditunggu Berta tak juga pulang, sementara ponselnya tak aktif ketika dihubungi. "Tak biasanya anak saya seperti ini."
Seluruh keluarga yang kemudian dikerahkan untuk mencari Berta ke rumah teman-temannya pun pulang dengan tangan hampa. Di tengah kekalutan malam itu, Asriati teringat sesuatu. "Sehari sebelumnya, dia cerita ke Sukartinah, pengasuhnya sejak kecil, baru bertemu Abd dan esoknya mau ketemu lagi di alun-alun."
Datang ke Pemakaman
Tepat 24 jam Berta menghilang, keluarga melapor ke Polsek Panji. Belum lama kembali dari kantor polisi, datanglah Kiki, penjual jamu langganan Asriati. "Kiki tanya, apa benar Berta sudah sehari semalam tak pulang?" kisah Astriati. Ketika diiyakan, lanjut Asriati, "Dia lalu mengeluarkan telepon selularnya dan memperlihatkan foto. Rupanya suami Kiki dapat kiriman gambar mayat wanita yang jadi korban pembunuhan di kebun tebu."
Usai melihat foto itu, detak jantung Asriati seolah berhenti. "Wajahnya memang sudah tidak berbentuk lagi karena hancur dan lebam. Tapi begitu melihat baju dan jilbabnya, saya yakin itu anak saya," ungkap Asriati yang segera mendatangi kamar jenazah RSUD Situbondo untuk memastikan kekhawatirannya.
Begitu mayat dikeluarkan dari locker, "Saya langsung menjerit dan tak ingat apa-apa lagi. Kenapa anak saya bernasib seperti ini?" ratap Asriati dengan air mata tergenang.
Yang kemudian diingat Asriati, pada saat di RS maupun pemakaman, Abd datang. "Tapi dia menjauh, tidak berkumpul bersama keluarga. Wajahnya juga selalu tertunduk."
Pernikahan Berta dan Abd lima tahun lalu awalnya berjalan baik-baik saja. Tapi lama-kelamaan, watak asli Abd mulai tampak. Selain suka minuman keras, "Dia juga temperamental." Sudah tak terhitung lagi, tutur Asriati, putrinya babak belur dihajar mantan suaminya itu. "Berta itu pendiam, tidak pernah cerita. Saya tahu dia sering dipukul dari ketua RT-nya."
KOMENTAR