Kelegaan terpancar di wajah Anis Marcela setelah hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan suaminya, Arief Lukman dan dua temannya, "hanya" divonis satu tahun untuk pasal perbuatan tidak menyenangkan. Berarti, "Tuduhan suami saya menganiaya yang menyebabkan Pak Irzen meninggal tidak terbukti. Wah, rasanya lega. Suami saya bukan pembunuh," ujar Anis saat ditemui di rumah orangtuanya di Kampung Gadok Tengah, Bogor.
Arief adalah salah satu karyawan outsourcing yang bekerja sebagai collector Citibank yang berkantor di Menara Jamsostek. Sejak kasus ini merebak, "Suami saya sudah ditahan selama hampir setahun. Dengan keputusan hakim, akhir bulan ini mudah-mudahan suami saya bebas. Saya rindu bisa berkumpul kembali dengan suami," lanjutnya.
Meski dipisahkan oleh jeruji penjara, "Dia tidak ingin saya sedih. Dia minta saya banyak berdoa. Dia juga membesarkan hati saya, dia pasti akan bebas. Tuhan akan menunjukkan jalan terbaik," kata Anis. Anis mendapat penghiburan ketika sebulan suaminya ditahan, "Ternyata saya hamil. Saya langsung telpon dia. Wah, dia senang sekali," katanya.
Meski begitu bukan persoalan gampang bagi Anis untuk menata hati. "Siapa yang bisa tenang suaminya hidup di tahanan? Saya susah tidur dan terus menangis. Saya takut dia dianiaya," kata Anis yang tadinya tinggal bersama suami dan mertua di Tangerang namun memilih pulang ke rumah orangtuanya setelah kehamilannya membesar. "Tinggal bersama keluarga membuat saya sedikit terhibur. Apalagi, tetangga juga menyampaikan simpati," kata Anis yang melahirkan anak pertama 15 Desember lalu. Empat hari kemudian, Arief diiizinkan menengok dengan diantar petugas kejaksaan dan pengacara. "Sebentar, sih, enggak sampai dua jam. Dia yang memberi nama Salsabila Nadya Akilah," cerita Anis. Sejak itu, ia selalu membawa Salsa mengikuti persidangan. "Hanya dalam kesempatan sidang saya bisa melepas kangen pada suami."
Anis bahagia, badai hidupnya mulai berlalu. "Saya tak sabar suami benar-benar pulang. Rencananya, kami sekeluarga akan membuat syukuran. Selebihnya, kami akan sama-sama kembali menata hidup," ujarnya sambil menatap Salsa.
Meski begitu, Anis menyayangkan sikap istri Irzen Okta dan pengacara OC Kaligis yang tidak terima dengan keputusan ini. Bahkan, mereka akan lapor ke Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB. "Berarti istri Pak Irzen tidak mau menerima takdir. Saya sedih, selama ini mereka terus menjelek-jelekkan suami saya dan kawan-kawannya. Seolah suami saya adalah pembunuh. Padahal, semuanya tidak terbukti di persidangan," papar Anis.
Vonis yang dijatuhkan hakim jelas membuat kuasa hukum Esi Ronaldi kecewa. "Sejak awal kami sudah menduga pasal perbuatan tidak menyenangkan yang dipakai hakim untuk menentukan vonis. Jaksa yang ngotot memasukkan pasal ini," ujar Slamet Yuwono, SH dari kantor pengacara OC Kaligis. Selain itu, Slamet juga merasakan banyak rekayasa. "Misalnya, di ruang tempat Pak Irzen diperiksa ternyata tidak ada CCTV, sementara ruang serupa di sebelahnya ada," tandas Slamet saat jumpa pers di kantor OC Kaligis, Rabu (7/3).
Selain itu, hasil otopsi ulang oleh Dr. Mun'm Idris yang tidak disetujui polisi tanpa alasan jelas, juga tidak digunakan sebagai bahan pertimbangan. "Padahal, Dr. Mun'in sudah bersaksi di persidangan dan foto-foto hasil otopsi juga sudah dikirimkan ke majelis hakim sebelum putusan. Menurut otopsi Dr. Mun'im, memar di batang otak almarhum tidak akan terjadi kalau bukan karena kekerasan benda tumpul," lanjut Slamet lagi.
Oleh karena itu, pihaknya berharap jaksa melakukan banding dan kasasi terhadap vonis hakim. Bagaimana seandainya jaksa tidak melakukannya? "Kami akan mengecamnya," tandas Slamet sambil menambahkan, pihaknya juga mengirim surat ke Dewan Hak Asasi Manusia PBB yang berkantor di Jenewa pada 7 Maret lalu. "Kami berharap agar Dewan HAM PBB menginvestigasi Citibank atas kasus ini, tanpa ikut campur terhadap proses hukum Indonesia."
Banding tak hanya akan dilakukan oleh pihak Slamet. Lutfi Hakim, SH selaku penasihat hukum Arief Lukman dan kawan-kawan juga tengah bersiap untuk melakukan banding. "Mereka hanya kena pasal perbuatan tidak menyenangkan, tapi kena hukuman maksimal setahun. Padahal, hakim mengungkapkan beberapa hal yang meringankan terdakwa," kata Lutfi.
Ia pun tak gentar dengan ancaman Slamet melapor ke PBB. "Saya yakin, mereka tak mungkin lapor. Itu, kan, hanya untuk mengalihkan fakta sidang bahwa tidak terbukti adanya penganiayaan yang menyebabkan Irzen meninggal."
Lutfi mengungkapkan, dokter ahli forensik Ade Firmansyah yang mengotopsi jasad korban enam jam setelah kejadian adalah dokter yang ditunjuk penyidik. Hasilnya, Irzen Okta mengidap penyakit hipertensi akut. Hal ini dinyatakan saat memberikan kesaksian di sidang. "Fakta persidangan menunjukkan tidak pernah terjadi kekerasan oleh para terdakwa!"
Henry Ismono, Hasuna Daylailatu
KOMENTAR