orong kamar kontrakan di Kali Pasir, Jakarta Pusat itu terkesan sesak. Beberapa bungkusan besar sudah tertata di ruang tamu berukuran sedang. Malam itu, Minggu (26/2), sudah lama dinanti Teguh dan keluarga yang menjadi korban "Tragedi Tugu Tani".
Mereka yang sedianya hanya ingin liburan beberapa hari di Jakarta demi melihat Tugu Monas, terpaksa tertahan sebulan penuh di Jakarta. Istri Teguh, Siti, mengalami patah tangan dan kaki. Limpanya juga harus dioperasi. Anak, adik, bibi, dan keponakan Teguh tewas.
Sekitar tiga minggu Siti dirawat di RSPAD Gatot Subroto Jakarta. Meski belum bisa jalan, dokter mengizinkannya pulang. Sebelum pulang ke kampung halamannya, Siti harus kontrol dan selama itu pasangan ini menumpang di rumah kontrakan di Kali Pasir, tempat ibu mertuanya, Sugiyanti, bekerja.
"Baru dua bulan lagi boleh belajar jalan. Kaki dan tangan saya masih sering ngilu," kata buruh giling di pabrik rokok Djarum Kudus dan sore hari mengajar di sebuah madrasah di Jepara dengan gaji ala kadarnya. "Itu untuk pengabdian saja, bukan mencari uang."
Siti dan Teguh jelas bahagia boleh pulang meski awalnya bingung, bagaimana membawa Siti yang kondisinya belum pulih benar. Pasangan ini pun lega ketika tahu NOVA menyediakan kendaraan. Karena banyak kerabat yang ikut, Teguh menyewa mobil lagi. "Akhirnya malah dapat mobil dari Jepara. Kalau dihitung-hitung jatuhnya lebih murah karena kebetulan yang nyopir masih teman sendiri," kata Teguh.
Selain aneka oleh-oleh buat keluarga di kampung, mobil diisi kursi roda, alat untuk belajar jalan, juga bantal dan guling agar istrinya nyaman sepanjang perjalanan. Keluarga Teguh yang mendampingi kepulangan ini juga lumayan banyak. Selain orangtuanya, ada keluarga kakak Teguh, Yono, yang sehari-hari mendampingi Teguh dan Siti selama di Jakarta.
Kondisi Siti yang belum pulih memang membuatnya jadi bergantung pada banyak orang. Terutama jika harus ke kamar mandi. Untuk buang air besar, misalnya, ia harus dibantu dua orang. Itu pun tidak bisa di kloset jongkok. Karena itu pula, Teguh langsung memesan kursi khusus untuk istrinya karena di rumah mertuanya di kampung Singorojo, tak ada kloset duduk.
Jangan Ditangisi
Demi memulihkan kondisi Siti secepatnya, Teguh sudah berniat menggunakan pengobatan alternatif yaitu pijat. "Mau cari dulu yang terbaik. Nanti setelah acara selamatan 40 hari baru ke tukang pijat," kata Teguh yang juga belum tahu akan membawa Siti kontrol kesehatannya ke mana.
Banyak hal yang harus dilakukan Teguh. Ia pun masih harus memikirkan pekerjaannya yang selama ini terpaksa ditinggalkannya. "Mudah-mudahan, sih, pihak perusahaan saya dan istri bisa memaklumi," ujar buruh pabrik harian ini.
Toh, pasangan ini mensyukuri sudah bisa kembali ke kampung halaman. Senin (27/2) pagi itu Siti tampak bahagia disambut sanak keluarga dan tetangganya. "Ojo ditangisi yooo..." teriak Rohmari ke para tetangga yang menyambut Siti penuh haru. Teguh pun langsung mendorong kursi roda istrinya, masuk rumah. Mahrohmiatun, ibunda Siti yang sudah lama menanti anak bungsunya pulang, langsung memeluknya. "Lega..." kata Mahrohmiatun yang tak bisa menengok ke Jakarta karena kesehatannya yang naik turun.
Kamis (1/3) malam, di acara pengajian 40 hari, keluarga Teguh menyambut tamu istimewa dari Jakarta. Dialah Ermita, tante Afriyani, datang ditemani Acong, kerabat ayah Afriyani. Mereka mewakili keluarga Apriani untuk silaturahmi sekaligus berziarah ke pusara empat keluarga Teguh.
Begitu tiba, Mita langsung minta diantarkan ke pemakaman. Usai itu, ibu dua anak ini belanja beberapa keperluan pengajian seperti makanan kecil dan minuman. Kantuk dan capek yang dirasakan akibat semalaman menempuh perjalanan Jakarta - Jepara seakan tak dirasakan. Baru sekitar pukul 15.00 ia istirahat dan menumpang mandi di rumah tetangga Teguh. "Tak ada maksud lain kecuali silaturahmi dan ziarah," jelas Mita saat ditanya maksudnya bertandang ke Jepara. Bahkan, lanjutnya, utusan dari keluarga Afriyani juga mengikuti pengajian 40 hari di Tanah Tinggi, di kediaman korban yang lain. "Sebenarnya Bunda (ibu Apriani,Red.) ingin datang, tapi sepertinya kondisinya belum memungkinkan."
Sukrisna / bersambung
KOMENTAR