Selain mencintai dunia batik, desainer yang memiliki tiga putra, Surya Gumilang (25), Saktya Dahuna (17) dan Bre Rahangga (7), ini pun mendapatkan pengaruh budaya dan seni Jawa yang cukup kuat dari sang kakek yang selalu mengenalkan tokoh-tokoh dan cerita wayang menjelang tidur.
Tak heran bila akhirnya semua sentuhan desain perempuan manis berdarah Jawa ini memang kental menampilkan karakter budaya Jawa, sekaligus merepresentasikan karya seni yang bernilai tinggi.
Selain sebagai desainer, istri Albert Razak (58) ini juga dikenal sebagai seniman karena terbilang aktif sebagai pemain teater dan perupa. Sehingga tak diragukan lagi semua karya yang dihasilkannya akan membuat semua orang berdecak kagum akan keahliannya.
Iseng & Beruntung
Nita lalu bercerita, awalnya ia bersentuhan dengan dunia desain busana. Ketika menyelesaikan tugas akhir kuliahnya, ia sempat menghadapi berbagai masalah. Antara lain mengejar sang dosen pembimbing yang sulit ditemui.
Karena jenuh tak kunjung bisa menemui sang dosen, tanpa sengaja ia membaca info adanya lomba desain busana yang di selenggarakan Perhimpunan Ahli Perancang Mode Indonesia (PAPMI) DIY & Jateng dengan tema batik jumputan di salah satu koran nasional. Tak perlu pikir panjang, ia pun langsung memutuskan untuk ikut agar bisa membunuh segala kejenuhannya.
Berbekal "rasa" yang dimiliki atas budaya Jawa dan pengetahuannya mengenai batik, tak dinyana karyanya terpilih sebagai pemenang. Sejak itu, perempuan ayu ini mulai serius menggeluti dunia fashion dan mulai mengembangkan diri untuk terus berkarya membuat desain batik tulis.
Banyak yang membedakan batik Nita Azhar dengan batik-batik lainnya. Begitu kuatnya budaya Jawa melekat dalam dirinya sehingga berbagai pola relief candi, wayang, hingga alur keris pun menjadi inspirasinya dalam mengolah batik yang bernilai estetika tinggi.
Nita pun tak putus mengucap syukur karena merasa mendapatkan keberuntungan yang terus membuntutinya. "Saya berkesempatan belajar pada maestro batik asal Jogja, Ardiyanto Pranata," ucap Nita yang menamakan Soga untuk merek batiknya. Proses pelatihan ini, katanya, semakin mematangkan dirinya dalam berkarya. Ia banyak mendapatkan ilmu mengenai batik dan jumputan. Serta dukungan penuh untuk menggeluti dunia ini. "Sejak saat itu memang akhirnya banyak yang datang ke saya, minta dibuatkan baju. Ini juga bentuk keberuntungan lain buat saya. Walaupun tidak punya basic menjahit, tapi saya punya karyawan yang sangat mengerti dan memahami keinginan saya. Dari desain hingga menjadi busana yang disukai oleh semua klien," papar Nita saat ditemui di rumahnya, di Jl. Pandega Marta VI No. 1A
Ketika hasil rancangannya mulai dicari dan diakui, Nita pun sejak tahun 2002 akhirnya menciptakan second line untuk mass product, yakni mengerjakan seragam untuk pegawai berbagai kantor atau instansi hingga hotel bintang 5, tak hanya dari Jogja tapi juga sudah berekspansi hingga Solo, Semarang, Bandung, dan Jakarta.
KOMENTAR