Kecelakaan maut di Puncak ini disaksikan oleh Abun Supriatna (51) yang sehari-hari menjadi tukang ojek di kawasan tersebut. Jumat (10/2) sore itu, Abun baru saja hendak meninggalkan pangkalan ojeg untuk melaksanakan salat Maghrib. "Tiba-tiba saya mendengar suara keras, seperti ada petir tapi, kok, dekat sekali," ia mengenang.
Abun lantas mencari sumber suara di keremangan senja hari itu, "Saya melihat ada bus menabrak mobil-mobil lain di sekitarnya dan meluncur kencang ke arah bawah. Di saat bersamaan, bus lain melaju dari arah berlawan dan bertabrakan. Setelah itu bus terguling menabrak beberapa motor teman-teman ojeg," tukasnya.
Abun mengaku hanya dapat mematung menyaksikan kejadian itu. "Saya lihat teman saya persis berada di depan bus yang sedang melaju kencang itu. Beruntung dia sempat meloncat dari motornya." Setelah itu, lanjut Abun, bus terus melaju dan menabrak beberapa gerobak pedagang makanan. Termasuk gerobak bakso Aisah, tempat Lily dan teman-temannya makan. Bus juga menghantam tiang listrik yang mengakibatkan listrik padam. "Saya enggak bisa melihat jelas korban-korban dan berapa total mobil dan motor yang mengalami kecelakaan."
Setelah rentetan kecelakaan itu berakhir, Abun baru berani mendekat dan menemukan beberapa rekannya selamat, "Ada satu teman saya sampai mengigil ketakutan dan terlihat syok. Setelah saya taruh dia di tempat yang agak jauh dari lokasi, saya kembali lagi untuk mencari Aisah. Saya kenal sekali dengan Aisah, rumah kami berdekatan."
Ketika semakin dekat dengan lokasi gerobak bakso, Abun melihat seorang korban terjepit di antara mobil. "Saya dekati, orang itu sudah meninggal. Ketika memeriksa kondisi korban yang terjepit itu saya tak sengaja menginjak tubuh manusia. Saya langsung lompat dan memeriksa orang itu, ternyata sudah meninggal juga," ujarnya.
Sadar tak bisa melakukan apa-apa, Abun kembali mencari Aisah. "Gerobaknya sudah enggak ada, terdorong oleh bus hingga menabrak tembok. Di balik tembok itu ada jurang, saya masih tak bisa menemukan Aisah. Seorang teman kemudian turun ke jurang dan mencari, dia menemukan Aisah sudah meninggal."
Abun langsung menghentikan sebuah mobil pickup untuk membawa Aisah ke rumah sakit terdekat. "Susah sekali menghentikan mobil untuk mengangkut jenazahnya. Sampai akhirnya saya ancam-ancam," ucapnya.
Seusai mengantar jenazah Aisah, Abun kembali ke lokasi kecelakaan untuk membantu korban-korban yang lain. "Sesampainya di sana, sudah ramai orang yang membantu menyelamatkan korban," ujar Abun yang hari itu jaketnya penuh dengan darah korban kecelakaan. Melihat sudah banyak yang membantu, Abun mengarahkan sepeda motornya pulang untuk memberitahu Jimin Yamin (40), suami Aisah.
Setelah mendapat kabar dari Abun, Jimin langsung menuju rumah sakit untuk mencari Aisah. "Saya ke kamar jenazah dan melihat jenazah istri saya dengan keadaan yang sangat menyedihkan. Tubuhnya kotor dengan lumpur dan darah. Saya enggak menyangka akan mendapatkan tubuh wanita yang sudah menemani saya selama 16 tahun seperti itu," urainya sedih.
Jimin tak kuasa membendung tangis, "Saya juga kepikiran bagaimana memberitahu anak-anak di rumah bahwa ibunya sudah tiada. Bagaimana nasib mereka, sementara yang satu masih 13 tahun dan yang kecil baru 8 tahun."
Aisah dikenang Jimin sebagai pribadi yang selalu menjaga agama dan menekankan pendidikan kepada kedua anaknya. "Karena itu dia memutuskan bekerja untuk membantu keuangan keluarga. Pemasukan saya sebagai buruh kebun yang dibayar harian sangat kurang," ungkapnya.
Satu yang selalu dikenang Jimin, sang istri selalu mengingatkan dirinya untuk melaksanakan salat lima waktu. "Kalau telat sedikit saja, bisa marah dia. Perbedaan usia kami memang sangat jauh. Umurnya baru 27 tahun, tapi pikirannya lebih dewasa."
Diakui Jimin, tak ada firasat apapun musibah ini akan menimpa keluarganya. "Semua seperti biasa saja, seperti hari-hari sebelumnya. Memang paginya dia mengeluh badannya capek. Saya bilang kalau capek jangan kerja dulu, tapi dia maksa kerja. Mungkin ini sudah takdir."
Jimin berharap kejadian ini menjadi titik awal para pengguna jalan untuk lebih berhati-hati dan waspada. Pria berambut cepak ini juga berharap agar pengemudi bus dihukum setimpal. "Saya berterimakasih atas bantuan beberapa pihak, termasuk pengusaha bus dan Jasa Marga yang sudah memberi tunjangan. Juga bos bakso tempat istri saya bekerja yang membantu pelaksanaan tahlil bagi arwah istri saya."
Laju Bus Tak Terkendali
Saat ini, polisi sudah menetapkan Lukman Iskandar, sopir bus Karunia Bakti yang menewaskan 14 orang dalam kecelakan Cisarua ini sebagai tersangka. Rencananya, polisi juga akan menjerat Lukman dengan pasal pembunuhan seperti yang ditetapkan untuk kasus Afriani. "Ancaman hukuman bisa mencapai 12 tahun," kata Kepala Satuan Lalu Lintas Polres Bogor, Ajun Komisaris Zainal Abidin, Selasa lalu.
Sampai hari ini polisi terus memeriksa Lukman, termasuk melakukan tes urine dan kejiwaan. "Dari tes urine, hasilnya negatif. Kami juga telah memeriksa puluhan saksi yang mengetahui kecelakaan itu," lanjut Zainal yang juga masih menunggu hasil dari Laboraturium Forensik Mabes Polri.
Menurut Zainal, kecelakaan maut ini akibat rem yang tidak berfungsi. "Sopir pun tidak bisa mengendalikan laju busnya," kata Zainal yang belum bisa menyimpulkan apakah kecelakaan ini murni kelalaian atau ada unsur kesengajaan.
Setelah kecelakaan tersebut, Lukman memang sempat kabur dan bersembunyi di rumahnya di Garut. "Setelah kami cek ke PO busnya, akhirnya kami tangkap di rumahnya di Garut. Dia juga mengakui, rem busnya blong dan minta maaf ke keluarga para korban atas kejadian ini."
Sukrisna, Edwin
KOMENTAR