Tak sedikit pun kami mendapat pertanda sebelum kepergian Fanka. Ia hanya pamit rafting seperti biasa. Fanka adalah anak pertama dari dua bersaudara. Ia lahir pada 11 Juli 1992. Badannya bongsor dengan tinggi 172 cm. Sifatnya selalu ceria, hangat, dan terbuka. Meski keras kepala, Fanka pandai mencairkan suasana. Ia juga sangat senang dengan anak kecil. Semua keponakan menyayanginya, makanya kami merasa begitu kehilangan.
Apalagi sebagai anak pertama, ia adalah tumpuan harapanku. Dengan adiknya Rendy Bernandus Randiyanto yang kini masih duduk di kelas 11, SMA Kanisius, Jakarta, ia begitu dekat. Usia yang hanya terpaut tiga tahun membuat mereka kompak melakukan banyak hal bersama-sama. Sungguh si adik pun merasa sedih tak ada lagi kakak yang membimbingnya.
Sejak kecil Fanka memang tergolong cerdas. Meski hobinya tidur, ia mampu menyerap tiap pelajaran. Lucu memang, tiap guru menerangkan di kelas ia malah tertidur. Tapi, ketika ditanya ia dapat menjawabnya. Kami pun hanya bisa pasrah jika gurunya mengadukan kebiasaan Fanka ini.
Meski berprestasi, Fanka mudah bosan. Ia selalu mencari kegiatan yang menantang. Beranjak SMU ia nyatakan keinginannya untuk berpetualang di alam bebas. Saat itu aku melarangnya karena ia belum cukup umur. Suamiku juga kerap melarang hobinya ini, namun Fanka bersikeras. Ia bilang cita-citanya ingin bertualang seperti yang ada di program petualangan di teve. Menginjak bangku kuliah di semester pertama, Fanka cerita bahwa ia telah memilih kegiatan pencinta alam. Ia bergabung dengan Keluarga Mahasiswa Pencinta Alam (KMPA) Ganesha, ITB. Ada empat jenis olahraga alam bebas yaitu Mountaineering (Gunung-Hutan), Panjat Tebing, Caving (Susur Goa), dan Arung Jeram. Fanka memilih Mountaineering, sedangkan arung jeram hanya sesekali ia lakukan.
Pernah Fanka cerita perahunya terbalik saat rafting. Bukannya takut, saat bercerita Fanka malah terlihat bersemangat. Aku rasa, ia seperti menemukan apa yang dicarinya selama ini. Sejak itu aku pun merestui minatnya. Dari dulu Fanka juga selalu niat libur ala backpacker. Kegiatan ini lantas ia lakukan setiap liburan sekolah hingga kuliah. Makanya Fanka punya banyak teman di daerah, biasanya mereka yang menampung Fanka jika sedang berkelana.
Rasanya wajar-wajar saja aku menyikapi aktivitas di perkuliahan kampusnya. Selain pintar, ia juga supel. Temannya pun banyak. Ia memang biasa naik gunung dan menyusuri hutan. Kecintaannya pada kegiatan di alam bebas memang sangat kental. Kami pun mendukungnya selama ia bisa membagi waktu dan fokus dengan kuliahnya. Terbukti ia mampu melakukannya. Nilai IPK-nya sangat memuaskan, angka 4 bulat membuahkan beasiswa untuk Fanka dari kampusnya setahun belakangan.
Fanka juga sempat jadi juara dua nasional dalam kejuaraan nasional arung jeram Ciberang tahun 2011 bersama teman-temannya di KMPA ITB. Masih jelas kuingat wajahnya yang bangga saat menunjukkan sertifikat dan medalinya padaku. Bahkan Fanka sempat bertanya, apa aku melihatnya diwawancara di teve kala itu? Aku terkejut sebab yang kutahu minat Fanka adalah mendaki gunung, bukan arung jeram meski ia memang mahir berenang.
Stamina Fanka memang tak pernah turun. Ia anak yang sehat dan kuat, sejak kecil tak pernah sekalipun ia masuk rumah sakit. Segala jenis latihan fisik sebagai anggota pecinta alam ia lakukan. Ini aku ketahui setelah beberapa kali melihat jadwal latihan yang ia tempel di kamar. Sungguh aku tak menyangka, ia akan pergi di derasnya arus sungai yang membawanya menang saat itu.
Untuk jurusan kuliah di Teknik Kelautan, sejak awal Fanka juga memilihnya sendiri. "Aku ingin sesuatu yang berbeda dan menantang, Ma," katanya. Waktu itu aku sempat tanya kenapa ia tak memilih jurusan kedokteran? Kata Fanka, "Kuliahnya lama, Ma. Nanti kalau sudah lulus dari Teknik Kelautan, aku mau kerja di pengeboran minyak lepas pantai. Aku ingin berada di tengah laut, menyatu dengan alam bebas." Ah, anakku...
Fanka juga menyukai pantai dan hobi fotografi. Ia sempat, lho, ikut lomba dan juara saat SMU. Jika di rumah, selain tidur, hobinya sejak kecil membuat baju boneka dari kain yang dililit-lilit. Kalau sedang mood Fanka sering mendesain baju dengan sketsa gambarnya sendiri. Sampai ia pernah datang ke pesta dengan modal baju yang ia buat sendiri. Meski senang kegiatan yang identik dengan laki-laki, Fanka memang tipe gadis yang feminin. Minatnya di desain ini bertentangan dengan jiwa petualangan yang ia punya. Meski diturunkan dari suamiku, ia justru tak setuju dengan hobi Fanka akan olahraga ekstrem.
Fanka yang pintar juga memiliki jiwa sosial tinggi. Sejak SMA ia sudah mengajar anak-anak tak mampu di sekitar rumah. Kepedulian ini berlanjut saat kuliah. Ia dan teman-teman kampusnya aktif sebagai relawan pengajar anak-anak tak mampu (SD-SMP) di Bandung. Setelah mengajar, ia suka membagikan permen kepada mereka.
Seminggu sebelum peristiwa ini terjadi, Fanka yang sudah semester enam mengajukan permohonan pembimbing skripsi. Katanya 1,5 tahun lagi ia berjanji akan lulus kuliah. Aku selalu percaya pada setiap omongan dan pilihannya karena selalu ditepati. Bulan Juli nanti seharusnya ia sudah masuk program magang di kampusnya. Kalau Fanka masih ada, aku pasti bisa melihatnya sedang kerja magang di perusahaan minyak Total. Fanka memang punya impian dapat beasiswa dari perusahaan tersebut untuk melanjutkan S2 di Prancis dengan studi yang sama. Ia juga sudah bayar les Bahasa Prancis.
Sayang, semua itu tinggal kenangan. Tuhan berkehendak lain. Putri sulungku harus pergi untuk selama-lamanya. Mimpi-mimpinya musnah seketika. Tapi, aku ikhlas Fanka pergi saat berpetualang, hobi yang amat ia cintai. Aku tak akan mempertanyakan sebab ia meninggal karena Fanka juga begitu menyayangi teman-temannya. Selamat jalan, Fanka anakku. Tenanglah kau di sana...
Ade Ryani HMK
KOMENTAR