Perasaan Brigadir Kepala Tatik Suryaningsih (35) mendadak hancur berkeping-keping ketika mendengar majelis hakim PN Semarang memutus bersalah dirinya dan menjatuhkan vonis 3 bulan penjara dengan masa percobaan 6 bulan kepadanya.
Putusan hakim itu bagaikan anak panah yang menghujam ulu hatinya. "Jangan tanya bagaimana sakitnya hati saya, saya sempat histeris dan sangat syok seusai putusan itu dibacakan," kata Tatik kepada NOVA, Rabu (1/2).
Didampingi kuasa hukumnya, Rr. Tantie Supriatsih, SH, MH, di kantor pengacara DR. Sudiman Sidabukke, SH, CN, M. Hum, Tatik sama sekali tak menduga majelis hakim akan memvonis dirinya seperti itu. "Karena sejak awal saya sangat percaya diri akan terbebas dari hukuman karena saya sama sekali tak merasa melakukan kesalahan yang dituduhkan," imbuhnya dengan mata berkaca-kaca menahan emosi.
Bagi Tatik, meski ia tak perlu menjalani hukuman badan dan cukup menjalani hukuman percobaan, tapi baginya "label" sebagai terpidana sangat lah menyesakkan dada. "Dihukum bentuk apapun saya tidak ikhlas karena saya tidak pernah berbuat seperti yang dituduhkan," ulang polwan berkulit putih itu.
Tatik lalu menjelaskan, ia sama sekali tak pernah berniat mempermalukan Ani seperti yang dituduhkan selama ini. Ketika itu, sebenarnya ia hanya ingin menulis surat minta perlindungan hukum ke Kapolri akibat perilaku suaminya yang telah menelantarkan anaknya, melakukan KDRT, sekaligus dugaan hubungan dekat dengan Ani.
Namun entah kenapa tiba-tiba surat yang bersifat pribadi dan rahasia itu salinannya bisa sampai ke tangan Ani yang kemudian dijadikan dasar laporannya ke polisi. "Kalau memang saya berniat mencemarkan nama baik, tak perlu ke Kapolri, cukup disampaikan ke media massa atau lainnya, kan, sudah hancur namanya. Lagipula niat saya saat itu cuma mengadu minta perlindungan ke institusi sendiri, bukan mempermalukan di depan umum," ujarnya. Dan, "Sebagai sesama wanita saya tak ingin Ani hancur nasibnya, cukup saya saja yang mengalaminya," lanjutnya.
Anak Pemurung
Demikian pula sikap Tatik kepada Ika, istri Gus Surya penasihat spiritualnya, yang selama ini mengumbar cerita di media tentang dugaan kedekatan suaminya dengan dirinya. Andai dirinya mau membawa masalah ini ke jalur hukum, kata Tatik, sebenarnya bisa saja itu dilakukannya. "Sudah jelas oleh Polda Jatim dugaan itu dinyatakan tak terbukti, dengan diterbitkannya surat penghentian penyidikan. Tapi oleh Ika masih diceritakan ke sana kemari. Lagi-lagi sebagai sesama wanita saya tak tega memperkarakannya," cetus Tatik dengan nada tinggi.
Selain merasa amat terzalimi, juga memberi dampak tak baik bagi kariernya. Salah satunya, ancaman hukuman yang akan diterima dalam sidang kode etik yang biasa dilakukan institusinya kepada anggota Polri. "Saya tak tahu bentuk hukumannya, tapi yang pasti itu salah satu yang menjadi kekhawatiran saya," imbuhnya.
Yang tak kalah menyedihkan, kemelut rumah tangganya ini juga berdampak besar pada psikologis Farel Nazhir Sayyidina Ifana (7), anak semata wayangnya. Sejak berpisah dengan suaminya, AKP Supriyanto, disusul kasus yang menimpanya itu, membuat anaknya sering murung. Tak jarang Farel yang kini duduk di bangku kelas 2 SD tiba-tiba tidur tengkurap dan menangis tanpa sebab.
"Kalau saya tanya, dia baru mengaku sedih karena tak bisa seperti teman-teman lainnya yang bisa ke mana-mana bersama ayahnya," ucap Tatik dengan mata berkaca-kaca. Bila sudah demikian, yang bisa dilakukan Tatik hanya menghibur Farel dengan membacakan cerita-cerita menyenangkan.
Bahkan untuk membesarkan jiwa anaknya, Tatik memiliki cara tersendiri. Di hari minggu atau libur, anaknya ia ajak jalan-jalan naik motor ke kawasan-kawasan tuna wisma di sekitar Surabaya untuk menunjukkan kepada anaknya bahwa ia harus selalu bersyukur karena masih banyak orang yang hidupnya lebih susah darinya.
"Itu salah satu cara saya untuk menguatkan mental Farel menghadapi cobaan ini," kisah Tatik seraya mengatakan, selain Farel sosok sang ibu Djuarni (78) membuatnya bisa tegar menghadapi cobaan berat ini.
Farel, lanjut Tatik, meski masih kanak-kanak, seolah tahu apa yang ia rasakan. Bahkan, ketika menghadiri sidang putusan bocah bertubuh subur itu duduk di kursi pengunjung dengan termangu sambil memegangi erat tas miliknya. Ketika putusan dijatuhkan, Tatik sempat histeris, dan anaknya pun ikut menangis seraya memeluk erat tubuh ibunya. "Sedih sekali kalau mengingat peristiwa itu," ujar Tatik yang langsung mengajukan banding seketika itu juga.
Sementara hubungan antara dirinya dengan Supri, menurutnya, sudah putus total. Sejak anaknya berusia 2 tahun sudah tak pernah berkomunikasi lagi. Saat ini, dirinya tengah menunggu putusan banding dari pengadilan agama soal perceraiannya dengan sang suami yang kini ditempatkan di Indonesia Timur.
"Tunggu Kartu Truf"
Kuasa hukum Tatik, Rr. Tantie Supriatsih, SH, MH, pun mengaku terkejut atas putusan hakim. Menurutnya, hakim salah menerapkan pasal 335 (1) ke 2 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan kepada Tatik. "Karena itu saya mendukung penuh (Tatik) untuk mengajukan banding," kata Tantie.
Tantie mengakui, ia memiliki "kartu truf" untuk kasus ini. Di antaranya, ada sejumlah orang yang diduga kuat memberikan keterangan tidak benar di bawah sumpah dalam persidangan. "Semua itu masih kami simpan rapat. Kami akan menentukan saat yang tepat untuk membukanya," ungkap Tantie.
Sementara itu dukungan moral untuk kasus ini, kata Tantie, sangat besar. Selain dari Komnas HAM, aktivis pembela kaum perempuan, Komisi Yudisial juga ikut mengawasi langsung jalannya persidangan pembacaan putusan.
Gandhi Wasono M.
KOMENTAR