"Saya lupa kapan persisnya memulai kegiatan ini," tutur pria yang sehari-harinya bekerja sebagai supir pribadi. "Melihat banyak korban ranjau paku, saya tergerak untuk membantu masyarakat dengan apa yang saya bisa," tutur Rohim yang awalnya mulai sweeping di daerah kediamannya di kawasan Daan Mogot. "Setiap pagi seusai salat Subuh, saya keliling sampai sekitar jam 07.00 WIB. Setelah itu saya berangkat kerja. Sepulang kerja saya kembali menyisir jalan mencari ranjau paku. Saat sedang mencari ranjau paku, bisa enggak terasa, tiba-tiba sudah jam 24.00 WIB," ungkap ayah 4 anak ini.
Apa yang dilakukannya ketika itu dianggap remeh oleh sebagian orang yang mengenal Rohim. "Mereka bilang, enggak ada kerjaan amat ngambilin paku di jalan. Tapi saya tetap melakukan itu, karena saya yakin apa yang saya lakukan ini membawa kebaikan bagi pengguna jalan."
Dulu, "Semua paku yang saya dapatkan saya jual lagi. Ada seorang pengepul yang kebetulan haji, dia yang juga meyakinkan saya bahwa apa yang saya lakukan ini baik," ucapnya senang.
Dipungut Tangan
Kegiatan Rohim yang dilakukan setiap hari itu kemudian membawanya berkenalan dengan Siswanto (38). "Saya melihat Pak Rohim ini rajin sekali menyisiri jalan. Dalam sebuah kesempatan, iseng saya tanya apa yang dia lakukan. Setelah dijelaskan, ternyata apa yang dia lakukan sangat masuk akal buat saya. Dulu pernah ada kecelakaan di jalan sekitar rumah tinggal saya. Akibat ranjau paku, sepeda motor yang sedang melaju kencang terjatuh dan pengendaranya meninggal dunia. Saya juga ingin melakukan sesuatu untuk mencegah hal seperti itu terjadi lagi," aku Siswanto.
Sejak itu mulailah keduanya bekerjasama. "Saya menghubungi teman yang kebetulan memiliki bengkel audio mobil. Dari dia, saya bisa mendapatkan magnet bekas soundsystem yang sangat berguna untuk mengambil ranjau paku dalam jumlah banyak. Sebelum menggunakan magnet, kami mengambil paku pakai tangan, lumayan capek dan berbahaya. Soalnya kami jadi tak bisa melihat kendaraan yang lalu lalang."
Kekurangan anggota juga menyebabkan mereka kesulitan mengatur laju kendaraan. "Nah, sekarang sudah ada beberapa anggota yang saling bagi tugas. Ada yang mengatur lalu lintas dan ada yang mencari ranjau paku," papar Siswanto yang diawal aksinya mengaku kenyang mendapat cibiran para tetangga. "Mereka anggap kami aneh. Jangankan orang lain, keluarga sendiri juga sempat mempertanyakan kegiatan saya ini," sambungnya tertawa.
Berdua, Rohim dan Siswanto lalu mendirikan Komunitas Relawan Saber (Sapu Bersih Ranjau), komunitas yang setiap hari bergerilya menyisir sudut jalanan Ibukota. Tak kenal lelah dan waktu, Rohim dan Siswanto bahu membahu melawan "penjahat" yang kerap menebar ranjau paku di jalan raya.
Dua kali sehari selama beberapa jam mereka menyapu ranjau paku. Dengan menyulap magnet alias besi semberani menjadi alat sederhana penarik ranjau, apa yang dilakukan Rohim dan Siswanto tak dapat dianggap sederhana. Pasalnya, beragam bahaya seperti potensi terserempet atau bahkan tertabrak kendaraan yang berlalu lalang kerap mengancam nyawa keduanya.
Terlebih ketika awal memulai aksinya, Rohim dan Siswanto tidak dilengkapi peralatan keamanan seperti lampu. Yang mengagetkan, hanya dalam kurun waktu 3 bulan, mereka berhasil mengumpulkan sekitar 3 kwintal ranjau paku yang terdiri dari beragam bentuk.
"Yang paling 'jahat' itu ranjau paku yang terbuat dari besi penyangga payung. Selain tajam, bagian tengah ranjau itu berongga. Sehingga bisa membuat ban kendaraan yang terkena ranjau ini kempis dengan cepat. Bahkan ranjau paku jenis ini bisa merobek ban luar. Bisa dibayangkan jika kendaraan yang terkena ranjau jenis ini melaju dalam kecepatan tinggi," buka Siswanto.
Tak pernah dibayangkan Rohim dan Siswanto apa yang mereka lakukan ini akan mendapat apresiasi dari masyarakat, lembaga, dan pejabat. "Yang kami lakukan ini murni demi kemanusiaan. Lillahi ta'ala. Jika kemudian banyak orang mengapresiasi, kami bangga dan berharap akan ada lebih banyak lagi orang yang peduli dan tergerak untuk menghilangkan ancaman ranjau paku ini," tukasnya.
Diceritakan Siswanto, Komunitas Relawan Saber terbentuk dari keresahan dirinya dan Rohim terhadap ancaman ranjau paku di beberapa jalan besar di Jakarta. "Bagaimana jika yang terjena ranjau itu sedang terburu-buru, tak ada uang untuk tambal ban atau sedang berkendara dengan keluarganya. Saya miris melihat korban ranjau paku ini."
Terlebih, modus ranjau paku biasa dilakukan oleh pelaku tindak kriminal untuk melancarkan aksinya. Itulah mengapa dirinya rajin setiap hari menyisir beberapa wilayah yang diduga kerap menjadi lokasi kejahatan seperti ini. Di antaranya di seputar Daan Mogot, Grogol, Cideng, dan Roxy Mas.
Di sepanjang jalan itu, Siswanto mengaku bisa mengamankan sekitar 7 kilogram paku setiap malam. "Dari pada mengeluh dan menunggu ada langkah pemerintah, bukankah lebih baik kita turun ke jalan?" imbuh pria murah senyum ini.
Kini, "Anggota kami semakin lama semakin bertambah. Terlebih setelah apa yang kami lakukan ini dianggap menarik oleh seorang wartawan yang kemudian membuat tulisan mengenai kegiatan ini. Ketika diliput pula, Pak Rohim lah yang menamakan komunitas ini Saber, Sapu Bersih Ranjau," jelas Siswanto yang kini menjabat Ketua Komunitas Relawan Saber.
Berbekal uang pribadi dan kreativitas, beragam bentuk alat pembersih ranjau mulai tercipta. Semakin banyak anggota, semakin banyak pula ranjau paku yang berhasil diamankan. "Secara tidak langsung hal itu membuat gerah para penebar ranjau paku. Bahkan beberapa kali saya diancam dibunuh. Pernah ada motor dengan kecepatan tinggi seakan ingin menabrak saya. Karena menghindar, saya selamat," tutur Rohim.
Apa yang dialami Rohim tak membuat para relawan ini mundur. "Justru kami semakin termotivasi untuk makin giat dan waspada akan ancaman-ancaman seperti itu. Beruntung kami dapat dukungan dari Walikota Jakarta Barat dan Kapolda Metro Jaya sehingga kami jadi semakin berani," ucapnya.
Pada 11 Januari lalu, "Kami diangkat Kapolda Metro Jaya sebagai Polmas (Polisi Masyarakat. Red.). Apa yang kami lakukan selama ini dianggap beliau telah membantu polisi dalam membersihkan ranjau paku. Sungguh, kami tidak mengharapkan hal ini. Tanpa penghargaan seperti ini pun kami akan tetap melakukan kegiatan ini," tegas Siswanto.
Selain apresiasi dari lembaga dan pejabat, "Banyak pengguna jalan yang menyampaikan simpati langsung kepada kami. Ketika mendapat apresiasi dari masyarakat, saya sampai ingin menangis. Bangga!" aku Siswanto yang sehari-harinya bekerja sebagai pemborong proyek.
Setiap melakukan aksinya, "Terkadang ada pengendara yang berhenti dan memberi kami uang, minum atau makanan. Padahal, sekali lagi kami tak pernah minta. Kami sangat berterima kasih dengan semua apresiasi yang diberikan kepada kami."
Pelan tapi pasti, Rohim dan Siswanto yakin komunitasnya dapat terus meningkatkan kinerjanya. "Anggota Saber kini berjumlah 16 orang yang berasal dari beragam wilayah di Jakarta, bahkan ada anggota yang tinggalnya di Karawaci, Tangerang. Dengan bantuan masyarakat juga, kami berharap Komunitas ini makin besar dan ada di seluruh wilayah Jakarta. Sehingga mampu membantu aparat dan memberikan rasa aman dan nyaman pada seluruh pengguna jalan raya," tutup Rohim.
Edwin Yusman F
KOMENTAR