Berita kuliner terbaru dari Kudus adalah, kini di Kota Santri terdapat es krim unik bernama es krim Hong Kong. Es krim ini dirintis oleh Soepri sejak lima tahun lalu. Es krim Hong Kong yang berbasis pada susu sapi segar, sengaja dibuat untuk melengkapi pasar yang tak terlayani oleh dua produsen es krim yang telah memiliki brand menasional.
"Saya melihat peluang, pasar masih luas, dan SDM melimpah. Bedanya, kalau es krim yang sudah ada berbasis susu krim, sementara saya pakai susu segar. Produksinya tidak banyak, hanya 500 pieces per hari dalam bentuk stick, cup, dan cone. Tapi tetap dengan varian rasa. Ada cokelat, stroberi, durian, dan buah lainnya," jelas Soepri.
Mantan karyawan perusahaan elektronik ini mengaku hanya berusaha mengikuti cara berpikir industri yang benar dan pengepakan yang sesuai dengan yang dipakai perusahaan es krim multi nasional. "Ceritanya, saya jadi imitator yang baik. Karena itu referensi saya, ya, produk yang namanya sudah dikenal luas itu. Mereka bikin apa, saya ikuti, tetapi dalam skala industri rumah tangga," paparnya terus terang.
Meski produknya masih terbatas, namun sudah beredar di wilayah Kudus, Pati, Jepara, dan Semarang. Hanya saja, tambah Soepri, ia sadar masih menjual produknya dengan harga lebih rendah dari produk yang ia ikuti. Untuk mengenalkan produknya, Soepri sengaja tidak beriklan, melainkan terus menghadirkan produknya di toko-toko yang dekat dengan keramaian atau banyak anak-anak seperti sekolah-sekolah. Serta ikut pameran ketika diajak Disperindag Pemprov Jateng.
Sebanyak 1-2 kali dalam setahun, lanjut Soepri, pabriknya di kawasan Desa Jethak boleh dikunjungi anak-anak TK dan gurunya untuk mengenalkan produk serta melihat cara pembuatan es krim. "Biar meraka tahu cara pembuatan es krim kami yang benar-benar dari susu segar. Cokelat pelapis esnya juga dari cokelat kelas premium. Jadi ini produk yang layak dan menyehatkan buat anak-anak. Rencananya, saya juga akan bikin yoghurt."
Sejauh ini pula, lanjut Soepri, ia belum berniat menjual produknya dalam bentuk curah ,misalnya untuk keperluan hajatan di gedung. Alasannya, "Itu pasar khusus. Perlu ada orang khusus yang mengelola. Saya belum ke sana. Masih terus mencari cara membuat produk yang enak dan menjual. Karena ketika bertempur dengan produk multinasional, paling tidak bisa "bersaing" di rasa. Bisnis itu kalau diawali dengan benar pasti berkah."
Omong-omong, kenapa memilih nama Hong Kong? "Soalnya, waktu saya mendaftarkan nama produk di Jakarta, dari 10 nama yang saya daftarkan, 9 sudah dipakai orang lain. Nama Hong Kong belum ada yang pakai. Jadi, nama Hong Kong ini asal pilih saja. Ternyata malah bawa rezeki."
Rini Sulistyati
KOMENTAR