Mengobrol dengan Mala, panggilan karib Gusmalayanti, serasa sudah kenal lama. Gadis ramah asli Lubuk Linggau, Sumatra Selatan, ini penyabet tiga medali emas untuk cabang olahraga renang. "Saya memecahkan rekor renang gaya punggung 100 meter dengan kecepatan 01:36:11 detik," ucapnya setelah menerima medali di Tirtomoyo Aquatic Centre.
Gadis berambut panjang kemerahan ini sudah sedari kecil hobi berenang. "Sejak kecil memang hobi renang. Tapi dulu renangnya di sungai. Anak Sungai Musi di Lubuk Linggau," kisah Mala. Dari hobi berenang itulah, kemudian ia mengikuti berbagai pertandingan di daerahnya, dan pertandingan untuk memepringati Hari Penyandang Cacat di Palembang menjadi awal kiprahnya.
Di luar profesinya sebagai atlet renang, Mala adalah karyawati di sebuah perusahaan garmen di Bogor, Jawa Barat. "Saya menjahit celana untuk dikirim ke Inggris," kata sulung dari empat bersaudara. Peluang kerja ia peroleh melalui Balai Besar Rehabilitasi Vokasional Bina Daksa (BBRVBD) Cibinong. Setelah mendapat pelatihan jahit-menjahit, Mala pindah ke Bogor pada tahun 2003.
Buah cinta dari pasangan Zuabidah dan Sueli ini lalu mengatakan kabar gembira, akan menikah pada Juli 2012. Kairo Kamalu sang kekasihnya adalah juga atlet renang asal Riau. Mala yang mengidap polio sejak berusia dua tahun tidak mengeluhkan kondisi fisiknya. "Dulu awalnya disuntik terus. Mungkin karena anak pertama, saya jadi sering dirawat di rumah sakit. Mungkin juga karena terlalu disayang," ceritanya sambil tersenyum.
Mala yang merasa minder dengan kondisinya saat menginjak remaja, merasa tertolong dengan berbagai prestasi yang diraihnya. Mengaku sebagai satu-satunya yang berfisik tidak sempurna di kalangan keluarganya, memicunya untuk tampil mandiri. "Ada orang yang menilai kami enggak bisa berbuat apa-apa. Tapi saya enggak ambil pusing. Jadi pede aja," jelas wanita yang hobi jalan-jalan ini. Dengan bekerja dan aktif di dunia olahraga, membuatnya semakin percaya diri dan tetap mau bergaul dengan semua orang.
Dan sebagai atlet renang yang selalu bersinggungan dengan air, tentu ini menjadi profesi yang penuh tantangan. Saat sakit mendera, Mala pun tetap harus siap berlatih. Ia pun sempat jatuh sakit selama tiga hari tetapi bukan lantas libur menceburkan diri ke kolam renang. Menurutnya, para atlet yang tengah sakit jika sering dimanja justru bertambah sakit.
Untuk menjadi atlet yang profesional, ia berusaha mematuhi peraturan dari pelatihnya yaitu menjaga asupan makanan, disiplin berlatih, dan tepat waktu. Selama Pelatnas di Surakarta, Mala harus menjalani latihan berenang setiap hari dari pukul 8 hingga 10 pagi. Pada sore harinya selama dua jam ia berlatih angkat beban.
"APG ini positif banget, agar penyandang disabilitas enggak dinilai sebelah mata. Karena orang kebanyakan menilai anak cacat itu enggak bisa apa-apa. Apalagi di daerah-daerah yang masih pelosok. Supaya mereka terbuka wawasannya," pendapat Mala tentang ajang pertandingan yang berlangsung setiap dua tahun sekali ini. Sedangkan sisi negatifnya, ia menyatakan adanya pembedaan antara atlet difabel dan yang normal. "Misalnya soal bonus. Kan, perjuangannya sama-sama berat. Harapan saya ke depannya supaya Para Games lebih bagus lagi. Baik dari atlet, pelatih, dan pengurusnya."
Usianya masih belia. Gadis manis dengan tahi lalat di dagu ini baru menginjak kelas dua SMA Dwijendra Bualu, Nusa Dua, Bali. Ni Nengah Widiasih sejak kelas 6 SD sudah tinggal di asrama Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Bali. Sengaja memilih tinggal di sana lantaran lebih dekat ke sekolah dan merasa lebih percaya diri daripada hidup di kampung halamannya, Kabupaten Karangasem, Bali.
Berawal dari ikut-ikutan sang kakak I Gede Suantaka yang atlet angkat berat dan teman-temannya yang juga banyak berkiprah di dunia yang sama, akhirnya membuat Widi mau menjajal cabang olahraga maskulin itu. Untuk bisa menjadi atlet di cabang ini diperlukan latihan yang intensif. "Dalam seminggu kami harus latihan empat sampai lima kali. Kami latihan seperti sudah pertandingan. Repetisinya sampai berkali-kali," ujarnya. Ia mengatakan, saat latihan sanggup mengangkat berat dengan beban hingga 95 kg. Bahkan jika kondisinya sedang benar-benar fit, 100 kg pun bisa diangkatnya.
Atlet New Balance Triyaningsih Berhasil Taklukan Kompetisi TCS New York City Marathon 2024
KOMENTAR