Aminah Ingin Diterima Jadi PNS
Berperawakan mungil dengan tutur kata yang halus adalah ciri pertama wanita bernama Aminah. Atlet tenis meja peraih medali perak ini sangat lincah saat berada di ajang adu permainan. Meski kedua tangannya tumbuh tidak sempurna, tebasan bet-nya cukup garang. "Saya sejak kelas dua SD sudah main tenis meja. Awalnya melihat teman-teman, lalu saya belajar," papar Aminah saat ditemui di Diamond Convention Centre.
Ketika asyik belajar secara otodidak, Sukardi, guru di SD Temiyang Timur, Indramayu, memergokinya tengah bermain pingpong. Kemudian saat kelas lima SD ia dilatih secara intensif oleh gurunya itu. "Bahkan sebelum saya berangkat ke Solo masih dilatih oleh beliau."
Menjadi penyandang disabilitas bukan hal mudah bagi Aminah. Ia juga mengalami masa-masa hilangnya kepercayaan diri. "Kondisi saya ini sudah sejak lahir. Dulu sempat minder dan berhenti sekolah selama setahun saat kelas dua SD. Karena diolok-olok teman. Tapi alhamdulillah, dari SMP sampai SMA enggak ada lagi teman yang seperti itu. Itu pun setelah saya punya prestasi," ujar Aminah yang mengaku punya banyak teman.
"Mindernya jadi jarang. Pokoknya kalau saya dibilang enggak bisa, justru saya malah pengin bisa. Kecuali kalau saya sudah mencoba tapi nggak bisa, ya sudah. Tapi kalau belum nyoba dibilang nggak bisa, saya enggak terima," kata Aminah sambil tertawa. Saat duduk di bangku SMP, ia juga sempat aktif bermain basket. Karena harus mengikuti kompetisi di APG IV di Filipina, ia berhenti main basket untuk lebih intensif berlatih tenis meja.
Lahir di daerah pesisir Indramayu, 17 Agustus 1990, Aminah adalah sulung dari tiga bersaudara. Dalam kesehariannya, ia adalah orangtua tunggal bagi puteri semata wayangnya, Keyla, yang berusia tiga tahun. "Saya masih menganggur kalau di rumah. Penginnya kalau dapat emas bisa mendaftar jadi PNS," harapnya. Sayangnya, atlet Filipina berhasil menundukkannya. "Saya sedih banget enggak dapat emas. Tapi ini jadi pelajaran untuk saya untuk berusaha lebih keras lagi," tekadnya.
Bonus uang sebanyak Rp 20 juta yang diperoleh Aminah berkat medali perak yang diraihnya akan digunakan untuk membuka usaha. "Dulu pernah berencana buka warnet bersama teman tapi orangtua enggak setuju. Soalnya pakai dana pinjaman. Selanjutnya, saya ingin punya usaha di bidang fesyen," kata wanita berkulit putih ini. Selain itu, memiliki rumah sendiri juga menjadi impiannya. Tempat di mana ia bisa hidup dan membesarkan Keyla, buah hatinya.
Sebelum mengikuti APG VI, Aminah memang tak mempunyai pekerjaan. Sedangkan kakak dari Sariwati dan Juwita ini menyelesaikan pendidikan di SMAN 1, Kroya, pada 2009 silam. Hari-harinya disibukkan dengan kegiatan berlatih tenis meja. "Hidup itu perjuangan. Kalau enggak ada perjuangan, bukan hidup namanya," kata Aminah yang telah menjadi anak yatim sejak berusia empat tahun.
Aminah yang energik ini rajin sekali berlatih tenis meja saat di rumah. Prestasinya di cabang olahraga ini tercatat sejak 2003 pada Pekan Olahraga Pelajar Cacat Nasional (PORCANAS) dan Pekan Olahraga Pelajar Daerah (POPDA), dan menyabet medali emas. Kemudian pada tahun 2004 ia kembali mengikuti POPDA dan medali emas pun kembali diraihnya. Setahun kemudian, lagi-lagi medali emas menjadi bukti bakat putri pasangan Ratinah dan Iwan di PORCANAS. Rentetan prestasi ini mengantarnya mengikuti event internasional APG V di Filipina, dan ia meraih perunggu.
Berpotongan rambut punk rock, sepintas membuat Putu Christiani tampak maskulin. Ternyata, ia sengaja memangkas rambut hitam panjangnya ketika mengikuti Pelatnas di Surakara. Selama tujuh bulan, ia mesti berlatih setiap hari dan akhirnya memutuskan untuk memendekkan rambutnya. "Iya, habisnya panas banget. Harus keramas setiap selesai latihan. Makanya kupotong aja," sahut putri Bali ini ringan.
Wanita berkarakter tegas ini adalah atlet andalan Pulau Dewata untuk cabang olahraga atletik. Chris mengakui sangat menyukai olahraga sejak kecil. Selain atletik, ia juga hobi bermain voli dan basket. "Setaip sore kalau di rumah, walaupun saya perempuan, saya suka main sepak bola. Sama anak kecil atau remaja-remaja di gang rumah saya," ujarnya sambil tersenyum.
Dari kegemarannya lah, ia memperoleh kesempatan terjun di kancah kompetisi olahraga pada 2008. Rekan orangtuanya yang menjadi pengurus Badan Pembina Olahraga Cacat (BPOC) - sekarang National Paralympic Committee (NPC) - ia mendapat kesempatan mengikuti Pekan Olahraga Provinsi (PORPROV) Bali untuk mewakili Kabupaten Buleleng.
Chris semakin melesat prestasinya setelah menyabet satu medali emas dan dua perunggu pada Pekan Olahraga Penyandang Cacat Nasional (PORCANAS) di Kalimantan Timur pada 2010. Medali emas itu menjadi tiket Chris diterima PNS sebagai staf Tata Usaha di SLB C Negri Singaraja. Gadis hitam manis kelahiran Singaraja, 1 September 1988 ini juga mengajar siswa-siswa penyandang keterbelakangan mental saat ada acara-acara olahraga. "Kendalanya, mereka susah nangkep. Saat mengajar di sana harus sabar banget," ujar Chris yang juga menjabat Bendahara II di NPC, Buleleng, Bali.
Selama hampir tujuh bulan berlatih di Surakarta sebelum dimulainya APG VI, sangat membantu Chris yang mengaku masih perlu banyak memperbaiki teknis lemparnya. "Terus terang waktu belum ikut Pelatnas, teknis lempar masih hancur banget. Saya dibantu pelatih Pak Purwo dan Mas Agus untuk mempelajari teknik yang benar. Biar bisa mendapat lemparan terbaik," demikian kata perempuan yang tangan kirinya tumbuh tidak sempurna.
Hasil dari proses berlatihnya ini ternyata memberikan hasil maksimal sebagai pemecah rekor untuk nomor lempar cakram sejauh 27,07 meter dan memperoleh emas. Sedangkan medali perak disabetnya dari nomor lempar lembing. Sebagian bonus medali yang diperoleh Chris akan diberikan kepada orangtuanya, Ketut Sandi dan Wayan Setuti untuk tambahan modal berdagang.
"Saya berterimakasih sekali dari ajang olahraga ini saya bisa mendapatkan pekerjaan. Karena sejak tamat SMA saya enggak bisa ngelanjutin sekolah. Cuma diam saja di rumah, enggak ada pekerjaan sama sekali," kata Chris yang sempat menganggur selama tiga tahun.
Sebagai seorang penyandang disabilitas, Chris berusaha untuk menyemangati teman-teman yang memiliki keterbatasan fisik seperti dirinya. Misalnya dengan mengajak bergabung di NPC tempatnya berorganisasi. Baginya, meskipun memiliki kekurangan fisik, tapi harus berusaha untuk mengeluarkan kelebihan yang dimiliki. "Kalau saya punya kelebihan di bidang olahraga, saya asah lagi supaya bisa masuk ke kancah internasional. Kuatkan saja diri sendiri. Anggap lah kita sama kayak yang lainnya. Kita bisa melakukan seperti yang dilakukan perempuan lain," tegasnya.
Kartika Santi / bersambung
KOMENTAR