Sebenarnya Yusmanidar (50-an) tak ingin ke Jakarta. Apalagi harus ke sana-sini mengadukan nasibnya ke beberapa instasi di Jakarta. Ia lebih bahagia tinggal di kampung Pulasan, Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat. "Tapi ini demi keadilan dua anak saya," kata Yus saat ditemui di kantor LBH Jakarta Rabu(11/1). Ia ingin Bu (17) dan Fa (14) mendapat keadilan. "Rasanya hidup saya tidak tenang kalau hanya pasrah menerima kondisi ini. Apalagi di pelupuk mata jelas-jelas terlihat, dua anak saya itu tidak mungkin bunuh diri. Mereka pasti meninggal setelah dianiaya, lalu jasadnya digantung."
Ia juga sama sekali tak percaya pada keterangan polisi yang menyebut kedua anaknya murni gantung diri di sel tahanan. "Mereka selalu bilang demikian," ungkap Yus yang kemudian nekat pergi ke Jakarta. "Biar soal apakah anak saya itu meninggal bunuh diri atau dianiaya polisi jadi perhatian pemerintah pusat. Kami sekeluarga hanya berharap, siapa pun yang menganiaya anak saya, dihukum berat!"
Didampingi anak sulungnya, Didi Firdaus (27), dan Direktur LBH Padang Vino Octavia Mancun, Selasa (10/1), wanita sederhana ini terbang ke Jakarta. Begitu tiba di Ibukota, ibu empat anak ini langsung sibuk mengadukan nasibnya. Mulai dari ke Komnas HAM, KPAI, DPR, juga melapor ke Propam Mabes Polri. Selama di Jakarta, rombongan kecil ini menginap di salah satu ruangan di YLBHI Jakarta. Jumat (13/1), mereka kembali ke Padang. "Saya berharap apa yang kami lakukan ada hasilnya," harap Yus.
Ditahan Berturut-Turut
Sejak menerima kabar kematian kedua putranya pada 28 Desember tahun lalu, Yus sepertinya sudah kehabisan air mata. Namun matanya kembali berkaca-kaca saat menjejerkan sejumlah foto jasad Bu dan Fa di atas meja. "Kalau melihat foto ini, saya jadi teringat mereka." Hatinya makin miris jika mengingat kedua buah hatinya meninggal dengan predikat tak mengenakkan, yakni sebagai pencuri. "Padahal, semua tuduhan itu tidak ada barang buktinya," kata Didi menimpali.
Fa, si bungsu, ditahan polisi karena dituduh mencuri kotak amal masjid. "Buktinya mana? Memang ada kotak masjid yang hilang?" ujar Didi sambil menambahkan, saat itu masyarakat hanya mencurigai, jangan-jangan kotak amal masjid yang selama ini sering hilang, dicuri Fa. "Kebetulan waktu itu ia memang sedang mondar-mandir di masjid itu. Fa pun ditangkap masyarakat dan diserahkan ke polisi Rabu (21/12)." Anehnya, di kantor polisi Fa malah dicurigai akan mencuri motor karena polisi menemukan obeng dan kunci T. "Padahal waktu digeledah masyarakat, bahkan disaksikan masyarakat dan wali nagari, Fa tak membawa peralatan itu."
Esoknya, saat Yus bersama Didi besuk Fa di Polsek Sijunjung, Sumbar, mereka terperangah melihat kondisi si bungsu. "Kakinya dibungkus plastik, punggungnya memar. Untuk berdiri saja ia harus dipapah petugas. Dia juga bilang, 'Pulanglah Amak, indak katahan dek Amak mancaliak awak kanai tangan beko doh'. Intinya, dia minta saya pulang saja, takut saya tak tahan lihat dia dipukuli. Kami pun akhirnya pulang dengan perasaan tak tenang," cerita Yus.
Belum lagi tuntas urusan Fa, giliran Bu diciduk polisi tanpa sepengetahuan Yus. Berhari-hari tak pulang ke rumah, Yus berpikir anak ketiganya itu sedang sibuk menambang emas. "Bahkan hingga jasad anak saya dibawa pulang, saya tidak tahu apa kesalahan dia. Polisi tak pernah kasih tahu mereka menahan Bu. Tahu-tahu sudah jadi mayat. Kalau memang dia mencuri, mana barangnya? Selama ini saya juga lihat dia tidak punya banyak uang."
Tidak adanya surat penahanan Bu jelas dipermasalahkan pengacara Yus, Vino Octavia Macun. Saat surat itu ditanyakan ke polisi, Vino dapat jawaban yang mengejutkan. "Aneh sekali! Katanya sudah diberikan ke Fa padahal saat itu Fa juga ditahan. Masak surat pemberitahuan penahanan diberikan ke adiknya yang juga ditahan?" Polisi berdalih, pihak Fa dan Bu yang bersikukuh menyimpan sendiri surat penahanan itu. Katanya, tak ingin keluarga tahu masalah yang mereka hadapi.
Bukti lain yang menguatkan keluarga bahwa kematian kakak-beradik ini bukan karena bunuh diri juga banyak. "Fa sudah kelihatan lemas sejak hari kedua ditahan polisi. Setelah meninggal, badan mereka penuh lebam dan bekas luka," terang Didi. Bahkan, kondisi Bu lebih mengenaskan. Selain badan lebam, giginya rontok dan tangan kanannya patah. "Dengan kondisi seperti itu, mana mungkin tewas akibat gantung diri. Kami yakin, mereka dianiaya, tewas, lalu jasadnya digantung," papar Didi.
Jeruji sel tempat keduanya ditemukan meregang nyawa juga dinilai tak mendukung keterangan polisi. "Saya sudah cek tempat mereka ditemukan. Tidak mungkin tempat itu dipakai untuk gantung diri karena tingginya tidak mencukupi. Bahkan ketika ditemukan, kaki mereka masih menapak di lantai," tambah Vino yang berharap tim dari Mabes Polri yang diterjunkan ke Padang bisa mengungkap fakta sesungguhnya.
Tulang Punggung Keluarga
Jelas, Yus amat kehilangan Fa dan Bu yang diyakininya bukan anak berandalan. Si bungsu Fa sehari-hari memang tak ada kegiatan kecuali main dengan teman-temannya. "Dia sebenarnya enggak nakal tapi karena memang masih kecil, belum mau bekerja dan hanya bisa minta uang." Fa hanya sekolah sampai kelas IV SD. "Ya, terpaksa putus sekolah karena kami tak punya biaya," jelas Yus yang sejak Fa umur 1 tahun harus menghidupi sendiri keluarganya lantaran suaminya meninggal. "Kalau saya masih di sawah, Fa yang bantu menanak nasi dan beres-beres rumah."
Akan halnya Bu, sudah bisa cari duit dengan cara ikut menambang emas di Sijunjung. "Hasilnya, sih, tidak tentu. Setiap kali punya uang, dia selalu kasih saya uang belanja. Dia sebenarnya salah satu tulang punggung keluarga karena memang dia yang paling sering memberi saya uang belanja."
Oleh karena itulah Yus amat heran saat Bu disebut anggota sindikat pencuri motor, sementara hari-harinya banyak dihabiskan di lokasi tambang emas. "Tuduhan itu tidak masuk akal," tandas Yus yang menyebutkan gara-gara keterbatasan biaya, Bu juga putus sekolah saat di kelas I SMP.
Setelah Fa dan Bu meninggal, kini Yus hanya hidup bersama Daud yang sehari-hari bekerja sebagai pemetik kelapa lantaran Didi sudah menikah dan tinggal di rumah sendiri. "Banyak yang hilang setelah mereka meninggal. Rumah kami mendadak jadi sepi."
Sukrisna / bersambung
KOMENTAR