Dalam sidang keempat yang digelar di Pengadilan Negeri Sidoarjo, Rabu (4/1) lalu, istri mendiang Sholihin, Maisyaroh, kembali mengikuti jalannya persidangan. Meski sudah tiga kali menyaksikan sidang atas kasus penembakan hingga tewas suaminya, Maisyaroh masih tampak tak kuasa menahan emosinya.
Maisyaroh datang ke PN Sidoarjo ditemani kakaknya Mairini dan suaminya Mohammad Kusnan, serta puluhan simpatisan kelompok masyarakat Sidoarjo. Sejak memasuki ruang sidang, mata Maisyaroh sudah sembab. Tak jarang ia menyeka air matanya yang terus mengalir, dengan tisu. Hingga akhirnya Maisyaroh pingsan saat keluar dari ruang sidang seusai mengikuti persidangan.
Namun takdir sudah bicara. Riyadhus Sholihin tewas dengan cara mengenaskan. Kini, tinggal Maisyaroh dan dua buah hatinya, Muhimatul Marifa (11) dan Mohammad Norfaiz Maulidi (6), yang mencoba bertahan hidup. Sepeninggal suaminya, Maisyaroh jelas saja harus mengambil alih kendali rumah tangga. Maisyaroh kemudian mengandalkan pendapatannya sebagai guru mengaji untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarganya.
Setiap pagi Maisyaroh mengajar di Madasrah Ibtidaiyah Toriqulsallam di Desa Sepande. Ia baru pulang mengajar sekitar pukul 15.00. Selepas Maghrib, Maisyaroh kembali memberikan kursus privat mengaji kepada sejumlah warga. "Tahu sendirilah berapa pendapatan dari mengajar mengaji," ujarnya.
Seolah tak ada jalan lain yang bisa ditempuh Maisyaroh untuk menambah penghasilannya. Sedangkan usaha tempe yang dulu ia kerjakakan bersama sang suami untuk sementara kini harus terhenti. Kedua anaknya pun saat ini lebih banyak tinggal di rumah orangtua Maisyaroh, yang masih satu dusun.
Kendati demikian, di balik kesedihannya Maisyaroh sebenarnya masih bisa bersyukur. Sejak suaminya tiada, Bupati Sidoarjo Saiful Illah telah memberikan santunan masing-masing Rp 10 juta untuk biaya pendidikan kedua anaknya. Selain itu sebagai bentuk penghormatan pada cita-cita almarhum, Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf juga turut menunaikan ibadah haji ba'dal (haji untuk orang yang sudah meninggal) untuk Sholihin.
"Sampai sekarang memang belum ada keluhan dari Maisyaroh. Tapi kalaupun nanti Maisyaroh mulai merasa terbebani soal ekonomi, keluarga mau gotong royong membantu," ujar Mohammad Kusnan, kakak ipar Maisyaroh.
Namun terlepas dari persoalan beban ekonomi, yang saat ini menggelayuti benak dan pikiran Maisyaroh adalah menunggu jatuhnya hukuman yang seadil-adilnya bagi pelaku penembak suaminya. "Saya tidak ikhlas kalau pelakunya belum diadili. Karena saya mencium ada indikasi rekayasa pada kasus ini. Masak suami saya dikatakan menyerang polisi pakai clurit? Ini jadi aib keluarga!" ujar Maisyaroh berapi-api.
Maisyaroh masih tampak belum ikhlas melepas kepergian suaminya. Sholihin tewas ditembak anggota polisi yang diduga telah main hakim sendiri. Luka di hatinya, ditambah adanya dugaan rekayasa dalam keterangan polisi yang mengatakan Sholihin berusaha melawan petugas menggunakan clurit saat akan ditangkap karena sudah menyerempet motor salah seorang anggota reserse kriminal Polres Sidoarjo, membuat Maisyaroh naik pitam.
Di hari yang nahas itu, Jumat (28/10) silam, seperti dikisahkan Maisyaroh, Sholihin seperti biasa memulai aktivitasnya. Menjelang pukul 23.00 malam Sholihin bersiap-siap mengeluarkan mobil Suzuki Carry Futuranya yang baru lima bulan dibelinya. Sejak memiliki mobil, Sholihin memang menjalani profesi baru sebagai sopir antarjemput karyawan PT Ecco Indonesia di Candi Sidoarjo.
KOMENTAR