Rumah besar bercat kuning di tepai Jalan Dusun Karangduwet, Desa Krajan, Kecamatan Jatinom, Klaten (Jateng), tampak sepi. Tak terlihat ada aktivitas berarti. Padahal sang pemilik, Mbah Yoto Wiratmo, baru saja meninggal dan kepergian ayah enam anak itu menjadi buah bibir masyarakat sekitar. Pasalnya, kematian Mbah Yoto pada Minggu (10/12) malam diduga akibat penganiayaan yang dilakukan putranya sendiri, Wakapolsek Jatinom Iptu Marsono (50).
Anak kedua Mbah Yoto itu baru setahun belakangan ini menjabat sebagai wakapolsek. Sebelumnya, bertugas di Polres Klaten. Akibat amukannya telah membawa korban nyawa, kini Marsono diamankan sekaligus dirawat di RSJD.Dr. Soedjarwadi, Klaten guna mengetahui ada atau tidaknya gangguan jiwa yang diderita Marsono.
Peluk-Cium
Ketika NOVA bertandang ke rumah Mbah Yoto, istrinya menyambut dengan senyum ramah. Wajahnya tak menunjukkan duka mendalam, padahal baru saja ditinggal mati belahan jiwanya. "Ibu saya tahunya Bapak meninggal secara wajar. Dia tidak tahu peristiwa yang sebenarnya. Kami tidak tega berterus-terang. Ibu sudah sepuh, sudah berumur 70-an. Saya tahu betul bagaimana Ibu saya. jadi sedikit-sedikit saya arahkan," terang Jafar (30) anak bungsu Yoto Wiratmo, mendampingi sang bunda.
Air mata Jafar mendadak bercucuran kala menceritakan bagaimana beberapa hari sebelumnya, selama seminggu penuh, kedua orangtuanya saling bersendau gurau, berpelukan, pegang tangan dan klitik-klitikan diiringi derai tawa keduanya di dalam kamar tidurnya. "Mereka seperti sedang berbulan madu kembali. Mesra. saya tahunya, ya, mengintip ke dalam kamar. Soalnya heran, kok, orangtua saya pada cekikikan. Sebagai anak, saya senang melihat adegan itu karena mereka rukun. Bisa jadi contoh buat anak-cucu. Enggak tahunya itu harus segera berakhir," papar Jafar.
Perihal peristiwa nahas yang menimpa ayahnya, Jafar mengaku belum percaya sepenuhnya bahwa yang melakukan penganiayaan hinga mengakibatkan kematian sang ayah adalah kakak kandungnya sendiri.
Sabtu (9/12) selepas Isya, kisah Jafar, kakak lelaki tertuanya Marsono, yang tinggal di Dusun Manisrejo, Desa Glagah, Kecamatan Jatinom, seperti waktu-waktu sebelumnya selalu bersilaturahmi kepada ayahnya yang tinggal bersama dirinya di Dusun Karangduwet, Desa Krajan. Kurang lebih berjarak 3 kilometer dari Manisrejo. "Kami ini keluarga yang rukun. Sudah biasa Bapak silaturahmi ke rumah Mas Mar (Marsono) atau sebaliknya. Nah, malam itu Mas Mar juga datang ke rumah. Saya dan Bapak menemui. Kami bercerita soal anak-anak zaman sekarang. Sementara Bapak cerita tentang anak-anak zaman dulu. Setelah menemui Mas Mar sebentar, saya ke luar rumah. Jadi tidak tahu pembicaraan selanjutnya."
Yang diketahui kemudian, menjelang tengah malam Marsono berpamitan pulang. Jafar melihat adegan ayahnya dan Marsono berpelukan dan berciuman sebelum berpisah. "Jadi jelas, kan, tidak ada masalah apapun antara Bapak dengan Mas Mar. Kakak saya juga tidak menunjukkan perangai aneh atau menyimpang. Semua wajar saja."
Menjelang tengah malam, tak disangka Mbah Yoto dijemput cucunya, Frendy, anak kedua Marsono. "Saya tidak tahu apa masalahnya sehingga Bapak dijemput. Saya pikir mau melanjutkan mengobrol di rumah Mas Mar," jelasnya.
Jafar yang masih lajang itu terkejut ketika mendapatkan SMS dari Frendy bahwa ayahnya sudah dibawa ke RSUD Tegalyoso, Klaten. "Saya langsung ke rumah sakit. Tapi Bapak sudah meninggal. Ada lebam di kedua pipinya. Malam itu saya seperti sial. Sinyal HP ngeblank, sehingga tidak bisa mengabarkan kejadian ini ke kakak-kakak saya yang lain."
Apa yang terjadi pada tengah malam di rumah Marsono, Jafar mengaku tidak tahu. "Sampai saya menceritakan ini, belum tahu kejadian yang sebenarnya seperti apa. Saya belum berbincang dengan istri maupun anak-anak kakak saya. Belum sempat karena segala urusan pasca pemakaman belum beres. Istilahnya, semua urusan saya yang urusi. Dua kakak saya tinggal di Kalimantan. Kakak sulung saya perempuan bahkan baru saja bertemu Bapak di rumah ini, dan baru tiba di Sanggau, Kalimantan sehari ketika Bapak meninggal. Seolah keduanya bertemu untuk terakhir kalinya,"terangnya.
Soal kesehatan jiwa Marsono, lanjut Jafar, "Setahu saya, Mas Mar tidak punya riwayat sakit jiwa. Tidak ada keturunan di keluarga kami yang punya penyakit atau gangguan jiwa. Bapak orang yang sehat, jujur, dan petani yang rajin bekerja. Dia benar-benar panutan keluarga," tegasnya.
Apakah Marsono tengah bermasalah dengan anak, istri, atau di kedinasan? "Kalau soal kedinasan saya kurang tahu. Tapi setahu saya masalah rumah tangga juga tidak ada. Hubungan kami akrab dan rukun. Kalau pun Mas Mar curhat, paling soal cara mendidik ketiga anaknya. Mendidik anak zaman sekarang, katanya, beda dengan cara mendidik anak di zaman kami dulu. Dari situ saya memberi masukan untuk Mas Mar. Itu pun kalau diminta."
Selanjutnya, hubungan Marsono dengan Mulyani, istrinya, kata Jafar juga dikatakan baik-baik saja. "Kakak ipar saya guru olahraga di SD. Tapi sekitar setahun tahun ini terkena stroke. Sekarang bicaranya cadel, tapi sudah bisa bekerja lagi."
Kini, Jafar dan saudara sekandungnya dihadapkan pada masalah pelik. Pertama, ayahnya meninggal dunia dengan dugaan dianiaya kakaknya sendiri. Kedua, Marsono terancam hukuman sesuai pasal 359 KUHP akibat perbuatannya. Bila demikian adanya, maka kehidupan tiga anak dan istri Marsono akan menjadi sulit. Kareir Marsono pun terancam hancur. "Kami sudah ikhlas menerima apa adanya. Jadi tidak perlu kakak saya diproses secara hukum," tegas Jafar sedih.
Rini Sulistyati / bersambung
KOMENTAR