Selasa (6/12) malam lalu di kediamannya, Zirmansyah (49) dan Aniskurli (45) tengah menanti kepulangan Ahmad Yoga Fudholi (19), putra kedua mereka. Hidangan udang balado kesukaan Yoga sudah menanti di meja makan. Namun, semakin larut, ia tak juga pulang. Pukul 20.30, pintu diketuk. Bukan Yoga yang datang melainkan Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Al-Ahzar Indoneisa (UAI) tempat Yoga menuntut ilmu. "Katanya, Yoga kecelakaan. Saya kaget dan langsung berangkat ke RSPP," ujar Zirmansyah. Tiba di sana, Zirmansyah semakin kaget mendapati teman-teman kampus Yoga dan polisi menunggu kedatangannya. "Kata mereka anak saya sudah tiada," ujarnya sendu.
Meski tak mengerti persis apa yang terjadi, Zirmansyah yang awalnya menolak, akhirnya setuju jasad Yoga diotopsi di RS Fatmawati. Hasilnya ditemukan wajah Yoga dipenuhi lecet dan memar. Perdarahan hebat juga terjadi di kepalanya. Dari polisi pula ia tahu, Yoga tewas dikeroyok karena dituduh mencuri helm senior di kampusnya.
Bukan Maling!
Duduk perkara sebenarnya baru diketahui Zirmansyah dan Anis saat takziah di hari pertama. Seorang teman kuliah Yoga menceritakan kronologis kejadian yang menimpa anaknya. "Selasa sore, temannya ini minta tolong Yoga mengantarnya ke Blok M. Biasanya Yoga bawa dua helm tiap ke kampus, entah kenapa hari itu ia hanya membawa satu." Karena ingin menolong dan tak mau ditilang polisi, Yoga meminjam helm yang ada di motor sebelahnya. Setahu Yoga, biasanya dalam satu barisan itu terparkir motor teman-teman kampus yang ia kenal. "Jadi, memang sudah biasa pinjam-meminjam helm. Yoga juga lapor pada petugas yang jaga di basement tempat parkiritu, bilang nanti helmnya dikembalikan."
Ternyata helm itu bukan milik temannya. Ketika si pemilik datang dan merasa kehilangan, si petugas memberitahu helmnya dipinjam Yoga. Ia lantas dititipi pesan oleh si empunya agar Yoga mengembalikan helm tersebut ke lapangan bola kampus. "Saat Yoga kembali ke kampus, teman yang diantar harus segera ke lantai 5. Karena ritikad baik, Yoga antarkan sendiri helm itu. Ia cari si pemilik dan diminta menunggu sampai permainan sepakbola selesai," papar Zirmansyah.
Jam 17.00, kisah sang ayah, Yoga masih membalas SMS temannya tadi, ia memberitahu sedang menunggu di lapangan bola. Ketika di SMS lagi hingga dua jam kemudian, Yoga tak membalas. "Malah tiba-tiba teman-teman lain heboh karena Yoga ada di RS tapi sudah meninggal."
Entah apakah permasalahan helm itu yang membuat nyawa Yoga melayang atau bukan, yang pasti, kata Zirmansyah, Yoga hanya berniat menolong. "Dia berbaik hati dan tanggung jawab karena pinjam helm orang lain. Yoga bukan maling! Dia pinjam pun kasih tahu lewat petugas dan setelah itu dikembalikan. Anak saya baik dan tak mungkin mencuri!" ujarnya sambil terisak.
Yang lebih membuat keluarga ini terpukul, Zirmansyah adalah Kepala Pusat Mata Kuliah Umum dan Pengawasan Etika (PMKUPE) di UAI. "Saya kerja di situ, malah anak saya yang jadi korban. Saya ikut mendirikan UAI bersama 12 orang lainnya tahun 1999. Kejadian ini seperti tamparan keras bagi saya." Ibunda Yoga pun amat menyayangkan tindakan senior Yoga. "Brutal dan kejam sekali mereka. Masak, sih, sudah jadi mahasiswa kesalahpahaman saja tak bisa diselesaikan baik-baik?" kata Anis yang sudah punya firasat tak enak sebelum kematian Yoga.
"Paginya, waktu pamit kuliah, dia sampai dua kali cium tangan. Saya candai dia 'Enggak apa-apa sering-sering salam, ngurangin dosa'," ujar Anis yang disambut tawa Yoga. Sore hari, kata Anis, ia merasa amat gelisah. "Mungkin saat itu Yoga sedang berteriak kesakitan dan di dalam hatinya minta tolong."
Setelah Yoga tiada, ayah dan ibunya baru tahu cita-cita anak yang lahir di Bengkulu, 12 Oktober 1992 ini. "Dia menuliskan sesuatu di kertas dan ditempel di langit-langit kamarnya. Ternyata isinya dia ingin menghajikan ibunya dengan ONH Plus. Waktu itu, ibunya tak bisa ikut naik haji jadi Yoga berniat akan menemani mamanya," ujar Zirmansnyah.
Setamat kuliah nanti, Yoga juga berencana mengambil S2 di bidang IT. Ia ingin jadi entrepreneur seperti Steve Jobs atau Bill Gates. "Kata Yoga, jadi ahli IT di kantor hanya digaji atasan. Sudah capek kerja, ilmu tak berkembang. Yoga maunya buka lapangan kerja untuk orang lain. Saya bangga dia punya niatan seperti itu," ujar sang ayah.
Kedua tersangka pelaku pengeroyokan, DR (22) dan EZ (24) yang juga mahasiswa Fakultas Hukum dan Fakultas Ekonomi UAI, kini telah diamankan Kepolisian meski mereka ikut mengantar Yoga ke RSPP pasca kejadian. Selain terancam hukuman pidana, mereka juga dipecat dari UAI. "Jangan sampai kejadian ini terulang pada orang lain. Harus ada upaya hukum yang membuat jera," harap ayah Yoga.
Adei, Swita, Edwin / bersambung
KOMENTAR