Niat baik tak selamanya berujung baik. Itulah yang dirasakan pasangan Fajar Jasmin-Leonnie F Merinsca. Setelah panitia penerimaan siswa baru SD Don Bosco 1, Kelapa Gading, memberitahukan Zipporah Imogen Divine alias Immi, anak mereka, lolos seleksi, Leonnie pergi ke sekolah untuk negoisasi soal uang pangkal dan sebagainya.
Saat itulah, secara terbuka Leonnie menceritakan suaminya positif menderita HIV. Sejak tahu virus ini bersarang di tubuhnya, Fajar dan Leonnie memang sudah sepakat bersikap terbuka. "Menurut kami, penderita HIV bukan sesuatu yang seharusnya disembunyikan." Kalau disembunyikan, lanjut Leonnie, "Tidak akan memberi pembelajaran kepada siapa pun."
Pertimbangan lain, "Kalau toh kami diam, suatu saat pihak sekolah juga akan tahu. Sekolah bukanlah orang pertama yang kami beritahu soal kondisi Fajar. Suami saya sudah cukup dikenal dan kami memang vokal," jelas Leonnie.
Penyakit Menular
Dengan keterbukaan itu, ia berharap pihak sekolah mengapresiasi maksud baiknya. "Harusnya pihak sekolah bisa melakukan tindakan preventif, bukannya malah melakukan diskriminasi." Yang dilakukan pihak sekolah justru diluar perkiraan Leonnie. "Mereka minta Immi tes HIV. Jika hasilnya negatif, Immi bisa sekolah di situ. Kalau positif menderita HIV, anak kami akan ditolak meski sudah dinyatakan lolos tes."
Keputusan Don Bosco itu jelas membuat Leonnie dan Fajar tertegun. "Mereka mengeliminir hak Immi mendapatkan pendidikan di sekolah tersebut," ujar Leonnie. Yang membuat ia makin tak bisa mengerti, ternyata bukan HIV saja yang dipersoalkan sekolah. "Tapi semua penyakit menular. Mereka bilang, kalau dari awal orangtua mengakui anaknya punya penyakit menular apa pun, juga akan ditolak." Sikap inilah yang disebut Leonnie sebagai diskriminasi. "Bila semua sekolah sikapnya seperti Don Bosco, berapa juta anak yang kehilangan hak sekolah? Apa kalau mereka ditolak sekolah itu bukan diskriminasi?" ujar Leonnie berapi-api.
Ironisnya, pencabutan kursi Immi sebagai siswa Don Bosco dilakukan pihak sekolah "hanya" melalui SMS, tepat pada peringatan hari AIDS sedunia yang jatuh pada 1 Desember lalu. Alhasil, Jumat (2/12), Fajar dan Leonnie kembali mendatangi Don Bosco untuk melakukan perundingan dengan Yayasan Panca Dharma yang mengelola sekolah tersebut. Hasil pertemuan itu, Fajar dan Leonnie menuntut Don Bosco melakukan permintaan maaf secara terbuka di 5 media massa.
"Saya menghargai sekolah perlu waktu untuk mencari solusi, makanya saya minta waktu 2x24 jam untuk mendapatkan jawaban," ujar Fajar saat menggelar jumpa pers setelah pertemuan itu. Kalau ternyata pihak sekolah menolak minta maaf seperti yang diminta, "Kami akan melakukan langkah hukum," jelas Fajar yang banyak mendapat dukungan dari tokoh media dan LSM, termasuk Agus Pambagio, pemerhati kebijakan publik dan perlindungan konsumen.
Kedatangan pasangan Leonnie-Fajar ke Don Bosco juga bukan untuk menuntut kursi Immi yang dicabut. "Immi masih bisa dapat sekolah yang bagus meski sudah ditolak Don Bosco. Saya ke sini supaya pihak sekolah mengakui dan melakukan permohonan maaf atas diskriminasi ini," ujar Fajar sambil menegaskan, masalah ini bukan lagi perihal dirinya atau Immi, "Tapi mengenai semua orang yang mengalami diskriminasi karena mengidap HIV. Tindakan mereka bukan hanya mencederai kami, tetapi juga jutaan orang yang punya nasib sama."
Padahal sebagai penderita HIV, Fajar mengaku merasa punya kewajiban moral untuk terbuka perihal penyakitnya. Selama ini pun, Fajar yang bekerja sebagai penulis dan editor di sebuah website tentang perubahan iklim ini, dikenal sangat terbuka tentang status kesehatannya. "Ini tanggung jawab moral saya. Saya bisa saja merahasiakan, tapi tidak. Saya paham betul akan ada risiko. Kalau terjadi, ya, saya lawan. Sesederhana itu saja, kok," tandasnya.
KOMENTAR